
Dunia Islam
Inilah Semestinya Watak Umat Islam
Alquran memberikan pedoman, bagaimana sifat-sifat yang seharusnya melekat pada umat Islam.
Tidak pernah sama antara subjek pemeluk agama dan agama itu sendiri. Bagaimanapun, citra yang ditangkap "pihak luar" mengenai suatu agama biasanya diperoleh melalui penilaiannya terhadap para penganut agama tersebut.
Karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana ajaran Islam memberikan patokan-patokan mengenai karakteristik umatnya. Dalam arti, agama ini memiliki panduan yang dapat menjadi pedoman untuk kaum Muslimin berperilaku, baik di hadapan saudara seiman maupun mereka yang berbeda keyakinan.
Yang cukup menarik, Alquran mengisyaratkan pentingnya kesadaran kolektif melekat pada diri para pemeluknya. Di dalam kitab suci ini, ada 64 kata ummah--bahasa Arab untuk umat. Semuanya tersebar di sebanyak 13 surah.
Jumlah kata ummah itu lebih banyak daripada kata Islam. Yang belakangan ini “hanya” disebut sebanyak delapan kali dalam Kitabullah.
Umat berarti suatu komunitas. Mereka terikat kesamaan identitas, terutama dalam hal agama. Dalam bahasa Arab, kata ummah berasal dari umm, yang berarti ‘ibu.’
Ada pula yang memandang, ummah berakar dari amma. Maknanya, ‘bergerak ke depan.’ Dengan demikian, komunitas yang disebut umat idealnya memiliki solidaritas karena merasa bersaudara, sebagaimana orang merasa demikian terhadap saudara seibu-bapaknya. Kemudian, mereka pun mesti hidup dengan semangat berkemajuan dengan visi memandang jauh ke depan.

Dalam Alquran, Allah mengisyaratkan tiga karakteristik umat Islam, yakni pertengahan (ummatan wasathan), penyeimbang (ummatan muqtashidah), dan terbaik (khairu ummah). Ketiga sifat itu dijelaskan berturut-turut dalam surah al-Baqarah ayat ke-143, al-Maidah ayat ke-66, dan Ali Imran ayat ke-110.
Moderat
"Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) 'umat pertengahan' agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." Demikian terjemahan Alquran surah al-Baqarah ayat ke-143.
Ummatan washatan semestinya bersikap, berpikiran, dan berperilaku pertengahan. Sifat itu sejalan dengan moderat, adil, dan proporsional. Mereka berada di tengah-tengah, antara meteriel dan spiritual, serta orientasi dunia dan ukhrawi.
Kaum Muslimin meyakini adanya akhirat, tetapi tidak hidup terisolasi dari perkembangan dunia. Mereka berupaya meraih ketenangan jiwa, tanpa mengabaikan kebutuhan jasmani, semisal makan, minum, meneruskan keturunan, dan sebagainya.
Menurut cendekiawan Muslim, Ibnu Taimiyah, Islam adalah agama jalan tengah. Para nabi, rasul, dan orang-orang saleh dipandang mulia, tetapi tidak lantas dijadikan sesembahan. Sikap moderat juga ditunjukkan dalam mengamalkan syariat. Tidak mengharamkan yang halal. Tidak pula menghalalkan yang haram, seperti yang sering dilakukan kaum Yahudi.
Amar makruf
"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Alquran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada sekelompok yang jujur dan taat (ummatum-muqtashidah). Dan banyak di antara mereka sangat buruk apa yang mereka kerjakan" (QS al-Maidah 66).

Sayyid Quthb berpandangan, umat Islam dapat memegang kendali kepemimpinan dunia (al-qiyadah al-basyariyah) apabila benar dari segi akidah, ibadah, serta berdaya dalam politik dan ekonomi. Kondisi ideal itu pernah tercapai pada masa Rasulullah SAW, generasi sahabat, tabiin, dan tabiut tabiin.
Salah satu prasyarat untuk mencapai cita-cita itu ialah amar makruf. Maknanya, mengimbau pada kebajikan. Caranya dengan tetap mengedepankan sopan santun, sikap arif bijaksana, serta sabar. Sebab, perubahan memerlukan proses. Kehidupan Nabi SAW membuktikan hal itu. Dakwah yang dilakukannya terjadi secara bertahap hingga akhirnya seluruh Jazirah Arab memeluk Islam.
Cegah Kemungkaran
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan. Menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar (amar makruf nahi munkar); merekalah orang-orang yang beruntung" (QS Ali Imran: 104).
Keduanya berpasangan: di samping amar makruf, yang juga menjadi watak kaum Muslimin ialah nahi munkar. Artinya, melakukan pencegahan supaya kemungkaran tidak terjadi atau merebak.
Dalam beberapa hadis dijelaskan oleh Nabi SAW antara lain, "Siapa di antara kamu melihat yang munkar, hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau ia tidak sanggup (berbuat demikian), maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. dan kalau tidak sanggup (pula), maka hendaklah ia melakukan dengan hatinya (mendoakan), yang demikian adalah selemah-lemah iman" (HR. Ahmad, Muslim, dan Ashab As-Sunan).
Dalam pengertian modern, nahi munkar sepadan dengan proses liberasi, yakni ikhtiar membebaskan manusia dari kezaliman. Dalam melakukan usaha itu, cara-cara yang ditempuh harus proporsional. Sebab, dakwah itu mengajak, bukan mengejek. Merangkul, bukan memukul. Menasihati, bukan maki-maki. Dengan begitu, citra Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil ‘alamin dapat kian dikenal.
IPB: Negara Harusnya Bisa Wakaf Hutan
Biswaf IPB dalam waktu dekat akan beraudiensi agar wakaf hutan oleh negara bisa terlaksana.
SELENGKAPNYAInflasi Akibat Kenaikan Harga Minyak Mengancam Dunia
Pertmaina terus memantau stok dan produksi untuk mengendalikan harga.
SELENGKAPNYAKendaraan Listrik, Green Down Payment, dan Suara Konsumen
Sejak Oktober 2020, Indonesia telah menetapkan DP nol persen terhadap kendaraan ramah lingkungan.
SELENGKAPNYA