Opini
Taktik dan Diplomasi Terukur, Analisis KTT ke-43 ASEAN
Pendekatan yang diadopsi ASEAN memiliki dampak yang luas.
Oleh VIRDIKA RIZKY UTAMA; Peneliti PARA Syndicate, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Shanghai Jiao Tong University
Dalam dunia yang sering memfokuskan perhatian pada konfrontasi dan ketegangan, penting untuk mengakui kekuatan diplomasi dan taktik. Ini terlihat jelas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN yang baru saja diadakan di Jakarta, dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.
Tiga isu krusial —peta terbaru Cina, transformasi Sekretariat ASEAN menjadi Markas Besar, dan isolasi junta militer Myanmar— mendominasi agenda. Meskipun Pernyataan Ketua yang panjangnya 165 poin mungkin tidak memuaskan mereka yang menginginkan sikap lebih tegas terhadap Cina, keputusan konferensi menegaskan pentingnya diplomasi, khususnya bagi Indonesia.
Peta baru Cina, yang memasukkan Laut Cina Selatan dan perbatasan yang disengketakan dengan India, telah menimbulkan kekhawatiran di seluruh negara ASEAN, yang empat di antaranya --Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam-- mengeklaim sebagian wilayah di perairan yang kaya akan sumber daya alam ini.
Tiga isu krusial —peta terbaru Cina, transformasi Sekretariat ASEAN menjadi Markas Besar, dan isolasi junta militer Myanmar— mendominasi agenda.
Meskipun bukan merupakan pihak yang mengeklaim dalam sengketa ini, Indonesia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan karena peta Cina juga mencakup Laut Natuna Utara, yang saat ini merupakan bagian dari zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Tidak adanya referensi eksplisit terhadap klaim sepihak Cina dalam Pernyataan Ketua ASEAN dapat dianggap strategis dan bukannya tunduk. Dengan demikian, ASEAN, dengan Indonesia sebagai pemimpinnya, membiarkan pintu terbuka untuk dialog dan bukannya konfrontasi.
Hal ini tidak berarti bahwa blok ini menutup mata terhadap implikasi parah dari peta baru tersebut. Justru sebaliknya, dengan memperbaharui seruan untuk menyelesaikan perselisihan sesuai dengan hukum internasional, khususnya UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut), negara-negara ASEAN menciptakan kerangka kerja untuk negosiasi damai.
Kepemimpinan pragmatis Presiden Jokowi menunjukkan kedewasaan Indonesia dalam politik internasional. Beliau menyadari bahwa pertumbuhan dan stabilitas regional Indonesia bergantung pada terjaganya hubungan baik dengan semua negara tetangganya, termasuk mitra dagang terbesarnya, Cina.
Selain itu, peran Indonesia sebagai pemimpin de facto ASEAN memberikan Indonesia platform yang sangat baik untuk menyuarakan keprihatinannya dengan cara yang mencerminkan kepentingan bersama komunitas ASEAN. Pendekatan Indonesia yang seimbang tidak hanya mempertahankan status quo, tetapi juga memberikan solusi kooperatif untuk masalah-masalah yang kompleks.
Pendekatan Indonesia yang seimbang tidak hanya mempertahankan status quo, tetapi juga memberikan solusi kooperatif untuk masalah-masalah yang kompleks.
Pendekatan pragmatis ini bukan hanya cita-cita ASEAN. Negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia, dan Korea Selatan telah menyatakan dukungan mereka terhadap keprihatinan ASEAN mengenai Laut Cina Selatan, yang membuktikan bahwa dialog damai lebih baik daripada mengadu domba di lingkungan geopolitik yang sensitif.
Manuver diplomasi ASEAN mungkin membuat frustrasi mereka yang lebih memilih tindakan tegas daripada kesabaran strategis. Namun, penting untuk dipahami bahwa diplomasi bukanlah kelambanan. Diplomasi adalah serangkaian langkah yang diperhitungkan untuk mencapai solusi jangka panjang.
Sebagai sebuah negara dan sebagai anggota ASEAN, Indonesia menunjukkan bahwa politik riil tidak harus berupa zero-sum game. Dengan mengambil pendekatan yang bernuansa, Indonesia dan ASEAN menawarkan sebuah model diplomasi yang mengakui gentingnya situasi yang ada, tapi berusaha untuk meredakan ketegangan dan bukan meningkatkannya.
Ketika kita melihat ke masa depan, pertanyaannya tidak hanya sekadar retorika. Bagaimana ASEAN, dan lebih tepatnya, Indonesia, memanfaatkan pendekatan yang sabar dan terkalibrasi dengan baik ini untuk mencapai hasil yang substansial?
Akankah taktik ini secara efektif mendorong Cina dan pihak-pihak lain untuk menghormati norma-norma dan perjanjian internasional? Dapatkah cara pendekatan seperti ini, yang menyatukan negara-negara yang memiliki kepentingan yang berbeda, menciptakan Asia Tenggara yang lebih stabil dan aman?
Dengan perhatian dunia, ASEAN, yang dipimpin oleh diplomasi Indonesia yang seimbang, memiliki potensi untuk menjadi contoh bagaimana negosiasi damai dapat lebih disukai daripada konfrontasi, bahkan ketika taruhannya tinggi.
Pendekatan yang diadopsi ASEAN memiliki dampak yang luas, tidak hanya dalam membentuk lanskap geopolitik Indo-Pasifik tetapi juga dalam membangun preseden tentang bagaimana koalisi yang lebih kecil dapat terlibat dengan kekuatan yang lebih besar. Dengan perhatian dunia, ASEAN, yang dipimpin oleh diplomasi Indonesia yang seimbang, memiliki potensi untuk menjadi contoh bagaimana negosiasi damai dapat lebih disukai daripada konfrontasi, bahkan ketika taruhannya tinggi.
Terlepas dari perbedaan visi strategis mereka, peran ASEAN dalam mempromosikan pandangan Indo-Pasifik telah mendapatkan dukungan dari kekuatan global seperti Amerika Serikat dan Cina. Penerimaan yang luas tersebut menunjukkan bahwa pendekatan ASEAN yang seimbang beresonansi secara universal.
Hal ini juga menyoroti pentingnya forum-forum seperti KTT Asia Timur sebagai mekanisme untuk membangun kepercayaan di antara negara-negara yang memiliki beragam kepentingan.
Sikap seimbang Indonesia bukan hanya tentang pragmatisme geopolitik, tetapi juga komitmennya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kolektif ASEAN, yaitu perdamaian, kerja sama, dan saling menghormati. Hal ini terlihat jelas dalam keputusan kolektif blok ini untuk mengisolasi junta militer Myanmar, yang menekankan sikap menentang otoritarianisme dan kekerasan.
Para pengkritik mungkin berpendapat bahwa sikap lunak ASEAN dapat ditafsirkan sebagai kurangnya tekad. Namun, ada kedalaman strategis dalam sikap moderat, terutama ketika menavigasi perairan keruh politik global. Pendekatan yang tegas dapat memicu konflik atau membahayakan hubungan ekonomi yang sangat diandalkan oleh banyak negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Indonesia, dengan ekonominya yang kuat, populasi muda yang berkembang, dan demokrasi yang stabil, berdiri sebagai mercusuar bagi negara-negara ASEAN yang dicita-citakan. Pendekatannya yang seimbang dalam KTT ini merupakan pelajaran dalam kesabaran strategis dan pemikiran jangka panjang.
Dengan tidak bersikap konfrontatif tapi tetap tegas, Indonesia mungkin sedang meletakkan dasar bagi diplomasi jenis baru: bijaksana, seimbang, dan pragmatis, tapi tetap berakar pada prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional.
KTT ASEAN baru-baru ini, yang dipimpin oleh Indonesia, menandai sebuah momen penting dalam diplomasi modern. Meskipun beberapa pihak melihat pendekatan ASEAN sebagai pendekatan yang berhati-hati, ini merupakan pilihan strategis yang membuka ruang bagi negosiasi damai daripada konfrontasi.
Indonesia, khususnya, memandu diplomasi yang seimbang ini --mengedepankan dialog yang berlandaskan pada hukum internasional dan rasa saling menghormati.
Di dunia yang saling terhubung, KTT ini menunjukkan bahwa ada jalan alternatif yang bijaksana menuju keamanan dan kemakmuran. Indonesia berada di garis depan dalam menunjukkan bahwa diplomasi yang kooperatif dan saling menghormati dapat membuat perbedaan yang langgeng.
Waktu akan membuktikan seberapa efektif pendekatan ini, tetapi pendekatan ini menawarkan jalan ke depan yang menjanjikan untuk saat ini.
Mengapa Pemerintah Mesir Melarang Cadar?
Larangan cadar di Mesir jadi perdebatan antara sekularisme dan Islamisme.
SELENGKAPNYABayar Rp 100 Ribu, All You Can Eat
Bagaimana hukum makan sepuasnya dengan membayar hanya Rp 100 ribu?
SELENGKAPNYAKrisis Myanmar Berlanjut, ASEAN Diminta Evaluasi
Ribuan warga sipil Myanmar meninggal akibat menentang kudeta militer.
SELENGKAPNYA