
Pendidikan
Tak Berarti Gampang Lulus tanpa Skripsi
Skripsi diganti tugas akhir dan ditentukan perguruan tinggi dalam meluluskan mahasiswa.
JAKARTA — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengingatkan mahasiswa tidak terjebak dalam euforia dihapusnya skripsi. Sebab, di peraturan tetap ada tugas akhir dengan kompetensi tertentu yang dapat ditentukan oleh perguruan tinggi dalam meluluskan mahasiswa.
“Ini memang euforia bagi mahasiswa. Jangan sampai kemudian menganggap ini menggampangkan," ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nizam, di Jakarta, kemarin.
Nizam menegaskan, dalam meluluskan peserta didik, perguruan tinggi tetap memiliki fokus pada kompetensi mahasiswa. Di mana, ada target kompetensi lulusan yang harus dihasilkan dari perkuliahan hingga mahasiswa tersebut lulus. Sebab itu, dengan adanya kebijakan skripsi tidak lagi menjadi hal yang wajib bukan berarti memudahkan mahasiswa untuk lulus dari kampus.

"Ada kompetensi lulusan yang dihasilkan. Jadi bukan menjadikan mudah, tapi banyak pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dunia kerja maupun warna masing-masing perguruan tinggi," kata dia.
Pada kesempatan itu dia juga mengingatkan perguruan tinggi untuk tidak menjadi pabrik ijazah dengan adanya kemerdekaan penentuan tugas akhir saat ini. Kemendikbudristek tak ingin perguruan tinggi mengakali kemerdekaan tersebut untuk membuat mahasiswa-mahasiswanya mudah lulus. Sebab itu, pengawasan akan dilakukan.
“Melalui akreditasi. Dan pengawasan yang paling bagus itu adalah masyarakat untuk mengawal kampus-kampus agar tidak nakal dan sembarangan menjadikan kemerdekaan itu sebagai pabrik ijazah tanpa ada proses yang dilalui dan dijaga bersama,” kata dia.
Nizam menyatakan, tujuan dari diberikannya kemerdekaan menentukan bentuk tugas akhir bagi perguruan tinggi bukan untuk memudahkan mereka meluluskan mahasiswa. Cita-cita dari kebijakan itu adalah agar para lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang lebih sesuai dengan kebutuhan di masing-masing bidangnya.

“Yang ingin kita pastikan adalah justru lulusannya nanti akan lebih kompeten sesuai dengan kebutuhan di masing-masing bidang, bukan malah dipaksa untuk mengikuti ini (wajib skripsi), padahal itu tidak cocok untuk bidang tersebut,” kata Nizam.
Dia menjelaskan, Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 memberikan kemerdekaan pada perguruan tinggi untuk merancang tridharmanya secara lebih otonom. Sebagai contoh, ketika suatu perguruan tinggi mempunyai visi-misi untuk menjadi perguruan tinggi riset, maka bisa saja menggunakan publikasi sebagai ukurannya.
“Boleh. Tidak dilarang. Jadi sesuai misi perguruan tinggi. ‘Oh perguruan tinggi saya ini lebih banyak ke arah entrepreneur. Jadi lulusannya harus bisa menyelesaikan kasus-kasus atau mengembangkan business plan yang bagus.’ Silakan. Sehingga nanti jadi branding masing-masing perguruan tinggi,” ujar dia.

Kewajiban membuat skripsi sebagai syarat lulus jenjang pendidikan S1 dan D4 kini tak lagi berlaku. Sebagai gantinya, perguruan tinggi diberikan kemerdekaan untuk menentukan bentuk tugas akhir yang mereka inginkan untuk mengukur kemampuan dan kompetensi calon lulusannya.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim diketahui resmi menghapus metode lama dalam penilaian kelulusan jenjang strata 1 dan D4 tersebut. Kebijakan ini pun menuai ragam pro dan kontra, termasuk di kalangan mahasiswa.
Fisidea Mariska (20 tahun), mahasiswi semester 5 Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah, mengaku lelah menjadi bahan uji coba kurikulum sekolah dan kuliah. Dari sisi penghapusan skripsi, dia lebih setuju skripsi tetap ada. Menurutnya, dari awal diadakan skripsi juga pasti ada manfaatnya.
"Soal stres atau enggak itu kemampuan masing-masing buat mencari jalan keluar dari suatu masalah. Anggep aja latihan buat nanti menghadapi sistem di kerja," ujar Fisidea kepada Republika.

Menurutnya, daripada mengubah ‘masalah’-nya, mahasiswa mestinya mencari jalan keluar sendiri. "Enggak bisa mandiri kah mahasiswa? Nanti output mahasiswa lulus enggak bisa sekelas mahasiswa zaman dulu," ujar dia.
Berbeda dengan Syafira Dwi Annisa (23), mahasiswa semester 10, jurusan kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) ini setuju skripsi dihapuskan. "Karena menurut aku agak enggak adil aja kalau skripsi menjadi tolak ukur kelulusan. Sedangkan ada beberapa mahasiswa yang lebih baik jika terjun langsung ke dunia pekerjaan dibandingkan dengan harus melakukan penelitian," ujar perempuan yang akrab disapa Fira.
Menurutnya, akan lebih baik jika ada beberapa pilihan tugas akhir untuk kelulusan bukan hanya skripsi dan tugas akhir tertulis lainnya. Fira menambahkan, skripsi juga jadi salah satu faktor utama stres mahasiswa akhir, karena dalam mengerjakan skripsi juga diharuskan menggunakan pedoman penulisan yang baik, kajian jurnal yang relevan, penelitian terdahulu, sumber yang kredibel, bahkan untuk menentukan judul saja harus terdapat bayangan dalam penelitian yang akan dibuat. "Jadi dalam penulisannya kita tidak bisa asal mengerjakan," ujar Fira.
Dihapuskannya skripsi dapat mengurangi angka stres pada mahasiswa.SYAFIRA DWI ANNISA, Mahasiswa Semester 10 FISIP UI.
Hal itu, lanjut Fira, banyak dari mahasiswa yang terkadang stres karena judul penelitian yang selalu ditolak, revisi karena tidak sesuai pedoman, hingga penelitian yang tidak berjalan lancar. "Karena itu, dengan dihapuskannya skripsi dapat mengurangi angka stres pada mahasiswa," ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
PKS tidak Nyaman dengan Duet Anies-Muhaimin?
PKS tidak hadir dalam deklarasi Anies-Muhaimin di Surabaya.
SELENGKAPNYASanksi Denda Tilang bagi Kendaraan Tidak Lolos Emisi
Dirlantas Polda Metro dan Sudin Lingkungan Hidup DKI berlakukan Tilang Uji Emisi.
SELENGKAPNYASarjana tanpa Skripsi
Kewajiban membuat skripsi sebagai syarat lulus jenjang pendidikan S1 dan D4 kini tak lagi berlaku.
SELENGKAPNYA