Pengunjung berada di area Monumen Penjara Banceuy, Braga, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Ahad (12/2/2023). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Teraju

Si Bung Lengser

Pidato tersebut tidak memuaskan pimpinan MPRS.

Oleh SELAMAT GINTING

Presiden Sukarno tidak menyangka bahwa pidato pelengkap 'Nawaksara' tetap ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada Sidang Umum MPRS, 16 Februari 1967. "Mohon para wartawan mencatat bahwa pidato saya dinamakan Nawaksara," kata Bung Karno pada 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum IV MPRS.

Namun, pidato tersebut tidak memuaskan pimpinan MPRS, terdiri atas Ketua Jenderal Abdul Haris Nasution, Wakil Ketua Osa Maliki, M Subchan ZE, M Siregar, dan Brigadir Jenderal Mashudi. Melalui Keputusan Nomor 5/MPRS/1996 tertanggal 5 Juli 1966, pimpinan MPRS meminta Panglima Besar Revolusi untuk melengkapi pidato tersebut.

Pertentangan antara Presiden Sukarno dan MPRS yang dipimpin perwira tinggi paling senior di Indonesia, Jenderal AH Nasution semakin terang benderang. Maka itu, pimpinan MPRS mengeluarkan Keputusan Nomor 13/B/1967 tentang tanggapan terhadap Pelengkapan Pidato Nawaksara. Isinya: Menolak Pelengkapan Pidato Nawaksara! Alasan penolakan terhadap pidato Nawaksara dan pidato Pelengkap Nawaksara oleh MPRS, "Karena dianggap tidak memenuhi harapan anggota-anggota MPRS dan bangsa pada umumnya," ujar Jenderal Nasution.

 

 
Mohon para wartawan mencatat bahwa pidato saya dinamakan Nawaksara.
BUNG KARNO, 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum IV MPRS.
 

 

Dalam dua pertanggungjawaban tersebut, menurut Nasution, tidak dijelaskan terperinci kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi Gerakan 30 September 1965 (G-30-S)/Partai Komunis Indonesia (PKI), kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak.

Tanggapan pimpinan MPRS ini benar-benar mengecewakan Sukarno. "Saya berpikir sudah memberikan jawaban yang jujur, memenuhi harapan dari apa yang ditanyakan, serta sesuai persyaratan yuridis," kata Sukarno.

Ia beralasan, telah menguraikan tiga keterangan pokok yang berkaitan dengan peristiwa G-30-S. Pertama, keblingeran pimpinan PKI. Kedua, subversi neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Ketiga, adanya oknum-oknum yang 'tidak benar'. Sukarno menuding kekuatan kontra-revolusi dari dalam negeri dan kekuatan nekolim bersatu padu berupaya menggulingkannya dengan Gerakan 30 September 1965.

Namun, pidato tersebut tidak memuaskan pimpinan MPRS, dan meminta Panglima Besar Revolusi untuk melengkapi pidato tersebut. Sukarno membalasnya dengan Pelengkap Nawaksara yang disampaikan tertulis pada 10 Januari 1967. Isinya antara lain: Pertama, G-30- S adalah satu complete overrompeling.

 
Sudah terang Gestok kita kutuk. Dan saya, saya mengutuknya pula.
SUKARNO
 

Kedua, Sukarno sudah mengutuk Gestok (Gerakan Satu Oktober 1965). Yaitu, ketika berpidato pada perayaan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1966, dan dalam pidato 5 Oktober 1966. Pada kesempatan 17 Agustus 1966, Sukarno berkata, "Sudah terang Gestok kita kutuk. Dan saya, saya mengutuknya pula. Dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa yang bersalah harus dihukum! Untuk itu, kubangunkan Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa)."

Ketiga, pada malam peringatan Isra dan Mi’raj di Istana Negara, Pengemban Supersemar (Letnan Jenderal Soeharto) mengatakan, "Saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas Gerakan 30 September (1965) yang didalangi PKI, berkesimpulan bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah 'Gestok'."

Penyerahan kekuasaan

Empat hari setelah pimpinan MPRS membacakan penolakan terhadap isi pidato pelengkap Nawaksara, maka pada 20 Februari 1967, Presiden Sukarno membuat pengumuman penyerahan kekuasaan. Pengumuman paling menggemparkan secara politis pada saat itu dengan alasan demi kesatuan bangsa dan mencegah konflik horizontal antarpendukung.

Pertama: Kami, Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, terhitung mulai hari ini menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada Pengemban Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966, dengan tidak mengurangi maksud dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Kedua: Pengemban Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 melaporkan pelaksanaan penyerahan tersebut kepada Presiden, setiap waktu dirasa perlu.

Ketiga: Menyerukan kepada seluruh Rakyat Indonesia, para Pemimpin Masyarakat, segenap Aparatur Pemerintahan dan seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk terus meningkatkan persatuan, menjaga dan menegakkan revolusi, serta membantu sepenuhnya pelaksanaan tugas Pengemban Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 seperti tersebut di atas.

Keempat: Menyampaikan dengan penuh rasa tanggung jawab pengumuman ini kepada Rakyat dan MPRS. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi Rakyat Indonesia dalam melaksanakan cita-citanya, mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur berdasarkan Pancasila." Pengumuman ini ditandatangani Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Panglima Tertinggi ABRI.

Tidak mau menunggu lama, MPRS dalam sidang istimewa pada awal Maret 1967 mengeluarkan salah satu ketetapan penting, yakni TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967. MPRS berkesimpulan mencabut kekuasaan Sukarno, dan sekaligus mengangkat Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret, Jenderal Suharto sebagai Pejabat Presiden hingga pemilihan umum dilaksanakan. Semenjak itu, berakhirlah kekuasaan Soekarno.

Disadur dari Harian Republika Edisi Selasa 14 Maret 2017.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ustaz Abd Al Karim dan Ahmad Soekarno

Munculnya 'Bung Karno Baru' dinantikan.

SELENGKAPNYA

Patung Soekarno Dinilai Berpotensi Jadi Berhala

Patung Soekarno setinggi 100 meter akan dibangun di area perkebunan Walini, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat.

SELENGKAPNYA

Sukarno dan Patung-Patungnya

Sukarno sang pecinta patung, kini banyak didirikan patungnya.

SELENGKAPNYA