Pentingnya tidur bagi kesehatan (ilustrasi) | Freepik/Benzoix

Gaya Hidup

Tidur Malam dan Seni Mengelola Depresi

Gen Z memiliki level kerentanan stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Depresi dan tidur ternyata memiliki hubungan yang kompleks dan saling memengaruhi. Tidak jarang, orang yang menderita depresi merasakan gangguan tidur, yang bisa memperburuk kondisi mentalnya.

Namun, kualitas tidur yang baik ternyata juga bisa menjadi kunci dalam mengelola depresi dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Depresi, atau gangguan depresi mayor, bukan hanya tentang merasa sedih.

Ini adalah kondisi yang memengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku seseorang. Orang dengan depresi dapat merasakan perasaan negatif yang berkepanjangan dan kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya mereka nikmati. Gangguan tidur adalah salah satu tanda awal depresi.

photo
Tidur nyenyak yang berdampak pada kesehatan mental (ilustrasi) - (Freepik/Yanalya)

Tidur dan depresi memiliki hubungan dua arah. Depresi bisa mengganggu pola tidur seseorang, menyebabkan gangguan tidur seperti hipersomnia atau tidur berlebihan. Bisa juga, orang yang depresi mengalami insomnia atau kesulitan tidur.

Di sisi lain, kurang tidur berkualitas bisa memperburuk gejala depresi dan membuatnya lebih sulit untuk mengatasi stres sehari-hari. Tidur bukan hanya tentang istirahat fisik, melainkan juga memengaruhi keseimbangan emosi.

Ketika kita tidur, otak memproses peristiwa harian dan mengatur respons emosional terhadap rangsangan. Kurang tidur dapat menyebabkan amigdala atau pusat emosi otak yang menjadi terlalu aktif, memicu respons emosional negatif. Ini bisa memperburuk gejala depresi dan menghambat kemampuan mengatasi stres.

Serba Serbi Tidur Nyenyak - (Republika)

  ​

Dilansir CNET pada Kamis (17/8/2023), ada beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk membantu tidur lebih nyenyak dan mengelola depresi:

1. Tetapkan Rutinitas Sebelum Tidur

Buatlah rutinitas sebelum tidur untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidur, seperti mematikan lampu dan layar serta fokus pada relaksasi.

2. Habiskan Waktu di Luar Ruangan

Paparan sinar matahari membantu meningkatkan kadar serotonin dalam otak, yang dapat memengaruhi suasana hati dan pola tidur.

3. Manfaatkan Tidur Siang

Jika perlu, tidur siang dengan bijak. Jangan terlalu sering dan tidak lebih dari 20 menit.

photo
Pelajar SMK bertanding pada nomor lari 800 meter saat mengikuti ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Jenjang SMK 2023 Tingkat Jawa Barat di GOR Pajajaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/7/2023). Olimpiade tersebut diikuti oleh 241 peserta SMK dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat. Ajang tersebut bertujuan untuk membina dan mempersiapkan olahragawan berprestasi pada tingkat nasional maupun internasional sejak usia sekolah. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

4. Berolahraga Teratur

Olahraga dapat membantu mengurangi tingkat stres, meningkatkan suasana hati, dan memfasilitasi tidur yang lebih baik.

5. Batasi Konsumsi Alkohol

Hindari minum alkohol berlebihan, terutama sebelum tidur, karena dapat memperburuk gangguan tidur.

6. Coba Terapi Perilaku Kognitif

Terapi ini dapat membantu mengatasi kebiasaan tidur yang buruk dan mengubah pola pikir yang kontributif terhadap depresi.

Tidur malam yang baik adalah cara penting dalam mengatasi depresi. Ini dapat membantu meredakan gejala depresi, memperbaiki konsentrasi, suasana hati, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Namun, jika masalah tidur terus berlanjut, penting untuk mencari bantuan profesional. Terapi perilaku kognitif dan pengobatan medis dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas tidur dan pengelolaan depresi. 

Pemicu Alzheimer 

photo
Kecemasan dan kesehatan mental (ilustrasi) - (Freepik/Rawpixel )

Psikolog sekaligus Ketua Alzheimer Indonesia (ALZI), Michael Maitimoe, mengatakan bahwa tekanan psikologis, seperti stres, depresi, hingga kesepian (loneliness) bisa memicu penyakit alzheimer. Karenanya menurut dia, gen Z memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami alzheimer.

Michael mengatakan, gen Z memiliki level kerentanan stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Apalagi, mereka lebih mudah melakukan self diagnosis terkait kondisi mental yang dirasakan. Self-diagnosis sendiri merupakan asumsi yang menyatakan bahwa seseorang terkena suatu penyakit berdasarkan pengetahuannya sendiri.

“Anak muda sekarang itu gampang self diagnosis, merasa dia bipolar, depresi. Seharusnya kan itu dikonsultasikan ke profesional, dan merekalah yang berhak mendiagnosis. Dan self-diagnose itu bahaya lho, karena seolah ‘menjemput’ penyakit, dengan mengamini apa yang mereka anggap benar, padahal belum tentu benar,” kata Michael dalam konferensi pers perayaan 10 tahun ALZI di Unika Atmajaya, Jakarta, Sabtu (5/8/2023).

Dokter spesialis saraf sekaligus pembina ALZI, Prof Yuda Turana, menambahkan bahwa individu yang secara repetitif merasa khawatir dengan masa depan, menyesal dengan masa lalu, berpikiran negatif terhadap banyak hal, dan tidak pernah bersyukur, lebih berisiko terkena alzheimer. Karena itulah, dia menekankan pentingnya bersyukur dan berpikiran positif.

photo
Remaja dan Kesehatan Mental - (Republika)

“Jadi, bukan hanya menjaga kesehatan fisik, melainkan juga mental dan rohaninya harus dijaga. Selalu bersyukur dengan apa yang ada, selalu berpikir positif, dan jangan berpikiran negatif,” kata Yuda.

Meski demikian, untuk pada akhirnya didiagnosis alzheimer, pasien harus melewati sejumlah pemeriksaan oleh profesional medis dan tidak dianjurkan self-diagnose. Jika Anda atau anggota keluarga mulai mengalami gejala seperti mudah lupa dengan hal-hal yang biasa dilakukan, Yuda menyarankan untuk segera memeriksakannya ke dokter.

Menurutnya, deteksi dan memeriksakannya sedari dini bisa sangat berarti bagi keberlangsungan hidup pasien. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat