Seorang penumpang Diamond Princess yang belum boleh turun karena tertular Cobid-19 melambai dari atas kapal di Pelabuhan Yokohama, Rabu (19/2). | Jae C. Hong/AP Photo

Kabar Utama

Covid-19 Ancam Ketersediaan Obat

Harga obat-obatan bisa melonjak jika wabah Covid-19 belum berhenti.

 

 

JAKARTA -- Wabah virus korona baru (Covid-19) yang melanda Cina ikut menghentikan produksi-produksi industri farmasi di negara tersebut. Hal tersebut dikhawatirkan berdampak pada ketersediaan maupun harga obat-obatan di Tanah Air.

Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi mengungkapkan, sekitar 60 sampai 62 persen bahan baku farmasi Indonesia diimpor dari Negeri Tirai Bambu tersebut. "Jadi begini, kalau kita bicara bahan baku memang 95 sampai 96 persen impor, sebagian besar di antaranya dari Cina. Lalu sekitar 20 persen dari India, tapi India juga bergantung dari Cina untuk intermediat-nya," ujar Direktur Eksekutif GP Farmasi Dorodjatun Sanusi saat dihubungi Republika, Jumat, (21/2).

Karena itu, ia menambahkan, virus tersebut memengaruhi rantai suplai. Rantai pasokan atau suplai bergantung pada kemampuan industri pemasok, yakni Cina. "Artinya, produsen bahan baku obat di Cina-nya, mereka libur sejak Imlek ditambah korona, jadi belum pulih. Stafnya belum pulang semua dan beberapa dihindarkan untuk masuk kerja. Ada pengurangan hari kerja signifikan," tuturnya.

Proses produksi di Cina, kata dia, juga belum diketahui kapan pulih. Meski dari provinsi lain di Cina banyak memasok bahan baku, Provinsi Hubei yang paling terdampak dan saat ini diisolasi merupakan pemasok utama.

"Selain melihat kondisi suplainya, kita juga melihat unsur transportasi logistik ke Indonesia yang tidak selalu tersedia karena virus korona. Lewat udara jelas nggak mungkin dan selama ini memang nggak banyak dikirim lewat udara, kebanyakan lewat laut," ujar dia.

 

 
Konsekuensinya, harga setiap saat bisa melonjak.
 

Dengan pasokan atau hulu yang terhambat, ditambah logistiknya terkendala, impor bahan baku mulai tersendat. Konsekuensinya, harga setiap saat bisa melonjak.

Menurut Dorodjatun, jika sampai April wabah Covid-19 belum bisa diatasi, kondisi bisa semakin rumit. "Kita menunggu evaluasi sampai Maret karena stok kita aman sampai Maret. Kita sudah komunikasi pula dengan Kementerian Kesehatan dan Badan POM terkait bagaimana bisa mempercepat dan mempermudah produk izin masuk bila ada perubahan suplier," tuturnya.

Di tengah keadaan ini, lanjut Dorodjatun, pengusaha farmasi memerlukan dana lebih besar. Sayangnya, justru hal itu dipersulit dengan pembayaran dari Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau pihak fasilitas kesehatan yang seret. "Sebanyak Rp 6 triliun yang belum ada kejelasan kapan (dibayar). Kalau kita tidak ada cashflow, tidak ada dana, ya tidak bisa impor," kata dia.

Industri farmasi Tanah Air juga mulai menyiasati dampaknya terhadap ketersediaan obat dalam negeri sehubungan 60 persen bahan baku diimpor dari Cina.

Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo menyatakan, perusahaannya memang mengimpor bahan baku obat dari Cina. Belakangan beberapa impor bahan baku dialihkan ke negara lain. "Impor masih dilakukan untuk mencukupi kebutuhan bahan baku obat untuk Kimia Farma (KF) dan PEHA. Yang tadinya suplai dari RRT, ada beberapa yang dialihkan ke negara lain," ujar Verdi kepada Republika, Jumat (21/2).

Ia melanjutkan, serangan virus korona tersebut kini mulai memengaruhi harga beberapa bahan baku. "Beberapa terindikasi mengalami kenaikan harga," kata Verdi mengonfirmasi.

Meski begitu, ia memastikan stok sebagian besar bahan baku KF masih mencukupi hingga enam bulan. "Untuk importasi bahan baku obat untuk KF belum ada kendala," ujar dia.

Head of Corporate Communication Bio Farma Iwan Setiawan menambahkan, sampai saat ini korona belum berpengaruh banyak terhadap ketersediaan perusahaannya. Sebab, perusahaan sebagian besar mengimpor bahan baku dari Eropa dan Amerika Serikat. "Ada sebagian bahan yang impor dari Cina. Hanya saja, ketersediaan stok kita masih mencukupi sehingga Bio Farma masih tetap produksi sesuai rencana," kata dia kepada //Republika//, Jumat, (21/7).

Sebelumnya, Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, industri farmasi tidak menghentikan impor bahan bakunya dari Cina. "Impor jalan terus karena kita belum punya semuanya (bahan baku), tapi bisa kita kurangi," ujar dia.

Honesti menjelaskan, industri akan mengurangi impor dari Cina, terutama untuk bahan baku obat yang sudah ada di Indonesia. "Misalnya, bahan baku obat kolesterol kita kurangi karena sudah punya. Lalu, bahan baku diabetes juga, tapi lainnya kita masih butuh," kata dia.

Dia menjelaskan, saat ini bahan baku obat kolesterol dan diabetes sudah mulai dibuat oleh Kimia Farma. "Kedua bahan baku itu kita eksekusi dulu karena kita lihat mana yang paling tinggi kebutuhannya di Indonesia," ujarnya.

Ke depannya, pelaku industri akan mengembangkan bahan baku lainnya. Hanya saja, tahun ini fokus pada bahan baku obat diabetes, kolesterol, dan kosmetik. Perlu diketahui, sebanyak 90 persen kebutuhan bahan baku farmasi Indonesia dipenuhi lewat impor. Sekira 60 persen di antaranya merupakan impor dari Cina. "Bahan baku yang masuk nggak langsung kita gunakan. Nanti ada proses dicek lagi," katanya.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengatakan, wabah Covid-19 yang melanda wilayah Cina membuka peluang bagi industri farmasi dalam negeri. "Justru, karena ada korona ini menjadi peluang, membuat kita harus berjuang karena bagaimanapun meski hambatan perdagangan itu dikatakan bisa tetap dibuka, tetapi mereka (Cina) tidak produksi, jadi membuat perdagangan menurun. Ini kesempatan dari dalam negeri untuk memperkuat diri," ujarnya saat mengunjungi fasilitas penelitian Dexa di Cikarang, Jawa Barat, Jumat.

Wabah Covid-19 diketahui membuat Cina mengisolasi beberapa kota, memicu penghentian operasi pabrik, termasuk pabrik farmasi. Kondisi itu berdampak terhadap Indonesia, yang mengimpor sebagian besar bahan baku farmasi dari Cina. Namun, Menkes mengatakan, persediaan bahan baku farmasi Indonesia masih cukup dan pemerintah mendorong pengembangan produksi bahan baku farmasi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada negara lain.

"Yang paling penting, terbukti tadi saya lihat dari paparannya persediaan kita memenuhi. Yang paling penting, kita menggeliat bahan baku dari dalam negeri yang asli Indonesia, terus terpacu untuk meningkat," ujar dia. Ia menambahkan, pemerintah berusaha mengatasi dampak ekonomi wabah Covid-19.

Imbas

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, wabah virus corona di Cina akan memengaruhi dan menghambat industri farmasi. Airlangga menyatakan, industri farmasi terimbas wabah virus korona karena Indonesia masih mengimpor bahan baku dari Cina dan negara tersebut memperpanjang libur massal hingga pertengahan Februari. ?Kemungkinan farmasi industri terkena karena sebagian komponen ada di sana dan sekarang mereka memperpanjang libur massal,? katanya, pekan lalu.

Sementara itu, Komisi Kesehatan Nasional Cina melaporkan kembali kematian baru akibat virus korona baru atau Covid-19. Per Jumat (21/2), pemerintah mencatat 118 kematian baru sehingga secara nasional total kematian akibat virus ini setidaknya 2.236 jiwa.

Beijing juga melaporkan 889 kasus infeksi baru yang dikonfirmasi selama periode yang sama. Angka ini naik dari 349 kasus pada hari sebelumnya, meski terjadi penurunan dalam tiga hari.

Dilansir Aljazirah, setidaknya 411 kasus baru berasal dari Hubei, pusat epidemi. Sebagian besar kematian juga berasal dari provinsi itu. Jumlah infeksi terbaru secara nasional kini telah mencapai 75.465. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat