
Khazanah
Beni Yulianto Bilang Nabidz Bukan Khamar, Beda dengan Fatwa MUI
Fatwa MUI menyebutkan minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minumal alkohol/etanol minimal 0,5 persen.
Oleh ZAHROTUL OKTAVIANI, RATNA AJENG TEDJOMUKTI
JAKARTA -- Produk jus anggur terfermentasi yang mendapatkan sertifikasi halal masih mengundang polemik meski ijinnya sudah dicabut oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pemilik produk Nabidz, Beni Yulianto, menegaskan, produknya tidak termasuk kategori khamar.
"Tidak semua yang beralkohol itu khamar. Kita sudah sidang dewan fatwa, sudah uji lab. Ini bukan produk seperti UMKM biasa. Ini dianggapnya produknya sudah canggih," ujar dia dalam wawancara yang dilakukan di Youtube Lucky Path Channel, dikutip Selasa (15/8/2023).
Ia menyebut, Nabidz merupakan buah anggur yang difermentasikan seperti red wine yang semestinya dan terstruktur. Menurut dia, Nabidz berbeda dengan jus anggur, yaitu buah anggur yang direndam lalu dikasih gula serta tidak memiliki starter. Yang seperti ini, menurut dia, belum bisa dikategorikan sebagai red wine.
Beni lantas menyebut banyak produsen membuat anggur dengan konsep alcohol removed, yang mana hasilnya adalah minuman jus biasa. Menurut dia, lucu ketika orang membuat red wine, tapi dengan konsep ini. "Masuk dewan fatwa, saya jelaskan prosesnya. Konsepnya adalah bikin wine seperti umumnya, alkoholik, takhamur baru takhalul. Jadi, konsep istihalah," ujar dia.
Dalam proses pembuatannya, dia mengakui, Nabidz memang memiliki sekitar 13 persen alkohol dihitung dari glukosa gravity. Setelah itu, ia memasukkan bakteri untuk proses istihalah yang berfungsi menghilangkan semua hal yang tidak berguna dalam produk. "Jadi, ada proses istihalah, penyucian zat yang dulu sifatnya khamar, memabukkan, menjadi tidak. Bukan menghilangkan alkohol, karena kalau alkohol masih ada, ternyata masih ada senyawa yang bikin mabuk seperti yang lain, apa bedanya dia sama khamar?" ujar dia.
Jadi, ada proses istihalah, penyucian zat yang dulu sifatnya khamar, memabukkan, menjadi tidak. Bukan menghilangkan alkohol.BENI YULIANTO Owner Nabidz
Ia pun mencontohkan narkoba yang membuat pemakainya merasa mabuk. Meski demikian, narkoba ini bukanlah alkohol. Para ulama, kata dia, telah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan mabuk, yakni membuat orang sampai lupa diri. Konsekuensi orang yang mabuk adalah dicambuk 80 kali. "Kalau sekedar pusing tidak. Pusing itu bukan definisi mabuk. Nah, sampai sekarang itu rancu, bagaimana mabuk itu, bikin pusing, oleng?" ujar dia.
Dalam percakapan tersebut, dibahas pula soal Nabeez, minuman yang dibuat pada zaman Nabi Muhammad SAW. Ia membantah jika Rasulullah meminum air ini sebelum tiga hari.
"Rasulullah menyuruh untuk membuang air fermentasi jika lebih dari tiga hari," ujar pemilik channel. "Itu kalau memang yang sudah dibikin khamar. Tapi, kalau belum, seperti Nabeez, ya nggak. Karena Nabi juga minum Nabeez," jawab Bani.

Ia pun mempertanyakan perihal implementasi hadist yang membahas soal merendam kurma selama tiga hari itu. Sebagai peneliti, ia merasa kebingungan dengan hadis tersebut yang tidak ada objeknya. "Bagaimana objeknya tiga hari yang dimaksud Nabi ini. Harus ditunjukkan dong. Direndam anggur tiga hari, rendam kurma tiga hari, bahkan lebih lima hari. Itu nggak bakal jadi khamar. Saya berani bicara karena saya sudah buktikan," ujar dia.
Dalam kaidah bahasa Arab, kata dia ada kata-kata khamirun atau ragi. Prosesnya ini akan lebih lama, bahkan bisa sampai tiga bulan, untuk menjadi khamar.
Untuk produknya, Bani tetap kekeuh pada hasil akhir dan menyebut menggunakan proses istihalah atau penyucian. Di sertifikasi halal, produk yang ia buat terdaftar sebagai jus buah anggur. Ia mengaku jika selama prosesnya ada fermentasi, tapi karena kemungkinan belum masuk ranah para ulama, sehingga dianggapnya sebagai jus.
Ke depan, ia menyebut ada kemungkinan dengan semakin banyak bio-tech fermentasi yang muncul, bisa dimasukkan dalam kurikulum terkait syarat fermentasi yang masuk kategori khamar dan tidak. Bagi pihak lain yang masih kontra dengan pendapatnya, ia menyebut terbuka dengan kritik asal membawa bukti. Harus dibuktikan jika Nabidz miliknya adalah khamr dan memabukkan.
View this post on Instagram
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan, MUI tidak pernah menetapkan kehalalan atas produk Nabidz. Karena itu, MUI tidak bertanggung jawab atas terbitnya sertifikat halal produk tersebut. “Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” ujar Kiai Niam.
Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan. Pertama, tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau atau simbol-simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan. Kedua, tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada nama-nama benda atau binatang yang diharamkan terutama babi dan khamar, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao.
Ketiga, tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan atau minuman yang menimbukan rasa atau aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mi instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain. Keempat, tidak boleh mengonsumsi makanan atau minuman yang menggunakan nama-nama makanan atau minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain.
Selain itu, yang juga perlu menjadi perhatian khusus untuk produk minuman adalah kadar alkohol atau etanol dalam minuman. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol atau Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamar adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0.5 persen. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.
Produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare.ASRORUN NIAM Ketua MUI Bidang Fatwa
“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karena itu, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ujar Kiai Niam.
Founder Halal Corner Aisha Maharani mengaku sudah melakukan uji laboratorium mandiri untuk mengetahui kandungan alkohol dari Nabidz. Hasilnya, pada 10 Agustus 2023 keluar data yang menyatakan produk tersebut mengandung 8,84 persen etanol. "Kita ambil pengujian yang hasilnya tiga hari. Jadi, klaim yang disampaikan produsen bahwa ini nol persen alkohol ini bohong. Dia juga berdalih ini menggunakan proses istihalah, padahal cuka beda lagi dengan wine," ujar dia
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Muhammad Aqil Irham sebelumnya menjelaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk produk wine. "Terkait informasi adanya penjualan online produk wine dengan merek Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal, kami perlu tegaskan bahwa BPJPH tidak pernah menerbitkan sertifikat halal bagi produk wine," kata Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dalam siaran persnya yang diterima Republika, Rabu (26/7/2023).
Lebih lanjut, Aqil menjelaskan, data pada sistem Sihalal memang mencatat produk minuman dengan merek Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH. Namun, ia memastikan produk tersebut bukanlah wine atau red wine, melainkan produk minuman jus buah. Produk jus buah merek Nabidz, menurut dia, telah diajukan untuk mendapatkan sertifikat halal pada 25 Mei 2023 melalui mekanisme self-declare dengan pendampingan PPH yang dilakukan oleh pendamping PPH.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Perdebatan Panjang Cat Kuku Halal
Memberi label halal pada cat kuku adalah proses yang rumit.
SELENGKAPNYAHeboh Nabidz, Skema Self-declare Halal Dikritik
Pada awalnya, Nabidz mengandung alkohol 13 persen. Setelah itu dimasukkan bakteri yang dapat membersihkan.
SELENGKAPNYAEkonom: RI Sebaiknya Perkuat Peran di ASEAN
Bergabung dengan BRICS dinilai bisa menimbulkan implikasi yang besar bagi RI.
SELENGKAPNYA