Petugas menunjukkan sejumlah barang bukti dugaan politik uang pada Pemilu 2019 di kantor Bawaslu Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (16/4/2019). Bawaslu mengamankan sejumlah uang tunai pecahan Rp 50 ribu | ANTARA FOTO

Nasional

Maluku Utara Hingga Jabar Rawan Politik Uang

Sebanyak lima provinsi berstatus tingkat kerawanan tinggi politik uang.

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meluncurkan indeks kerawanan pemilu (IKP) tematik mengenai isu politik uang. Analisis menggunakan data kuantitatif dari pengawas tingkat provinsi dan kabupaten serta diskusi kelompok terpimpin itu menemukan bahwa praktik politik uang berpotensi terjadi di semua provinsi.

Sebanyak lima provinsi di antaranya berstatus tingkat kerawanan tinggi politik uang. Dalam skor 0-100, posisi pertama ditempati oleh Maluku Utara dengan skor 100. Kemudian diikuti empat provinsi di bawahnya, yakni Lampung skor 55,56; Jawa Barat skor 50; Banten skor 44,44; dan Sulawesi Utara dengan skor 38,89.

Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, daerah paling rawan adalah Kabupaten Jayawijaya, Papua. Posisi paling rawan kedua hingga keempat adalah Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lampung Tengah di Lampung.

photo
Warga melintas di depan mural bertema 'Anti Politik Uang', di Kampung Sondakan, Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Senin (17/2/2020). Mural tersebut sebagai media edukasi untuk pilkada yang bersih dan jujur serta mengajak peran serta masyarakat dalam pengawasan menolak politik uang. - (MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO)

Komisioner Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, hasil riset yang dinamakan IPK tematik ini dibuat untuk merumuskan strategi mencegah praktik politik uang dalam Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Kajian semacam ini diperlukan mengingat modus politik uang semakin beragam.

"Dengan modus operandi yang semakin beragam, kita memerlukan fleksibilitas adaptasi secara cepat dan strategi yang tepat dalam membuat proyeksi maupun deteksi dini dalam upaya untuk pencegahan," kata Lolly saat meluncurkan hasil kajian tersebut di Bandung, Jawa Barat, kemarin.

Lolly menjelaskan, politik uang terbagi dalam beberapa bentuk. Dari sisi waktu, ada politik uang yang terjadi sebelum masa kampanye, ada pula sebelum hari pemungutan suara. Dari sisi alat transaksinya, ada yang dalam bentuk uang, uang digital, barang, dan janji. "Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang, voucer, atau uang digital dengan imbalan memilih (kepada salah satu peserta pemilu)," ujarnya.

photo
Petugas Pengawas Pemilu (Panwaslu) menghitung barang bukti paket sembako dugaan praktik politik uang Pilkada Bupati Bandung 2020 di kantor Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/11/2020). - (ANTARA FOTO/Novrian Arbi)

Dia pun menyebutkan pelaku yang biasa melakukan politik uang, yakni kandidat, tim sukses/kampanye, ASN, penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung. "Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya di mana," kata perempuan peraih magister ilmu hukum dari Universitas Pakuan Bogor itu.

Lolly menambahkan, dengan kondisi semua wilayah rawan terjadi politik uang, tentu tidak mudah melakukan pencegahan. Kesulitan itu bukan hanya karena kandidat sudah terbiasa melakukan politik uang di wilayah itu, melainkan juga karena masyarakat setempat sudah terbiasa dan permisif.

Kendati begitu, berdasarkan hasil kajian IKP tematik ini terdapat lima kesimpulan dan rekomendasi yang harus dilakukan untuk mencegah politik uang pada pesta demokrasi 2024. Dua di antaranya adalah terus menyosialisasikan kepada pemilih soal kerugian yang ditimbulkan oleh politik uang dan mengajak semua pihak berkolaborasi menangkal praktik culas tersebut.

"Keterlibatan masyarakat juga perlu didukung komitmen pemangku kepentingan, baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu beserta tim suksesnya serta pemerintah untuk bersama-sama menjadikan pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 dilakukan secara jujur dan adil," ujar Lolly.

 
Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya di mana.
LOLLY SUHENTY, Komisioner Bawaslu.
 

Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) beberapa waktu lalu mengungkap sejumlah anomali penggunaan dana kampanye oleh peserta pemilu dan pilkada. Kejanggalan transaksi itu diduga terkait dengan mengalirnya uang hasil kejahatan ke peserta pemilu.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, kejanggalan ini ditemukan setelah pihaknya melakukan riset terhadap transaksi dana kampanye peserta pemilu dan pilkada sejak 2013 hingga 2019. Sampel riset adalah 325 rekening khusus dana kampanye (RKDK) yang melibatkan 1.022 kandidat.

Sebagai catatan, RKDK dibuat oleh calon presiden, calon kepala daerah, calon anggota DPD, dan oleh partai politik untuk keperluan kampanye calon anggota legislatif. Pembuatan RKDK dilakukan sebelum masa kampanye dimulai.

Berdasarkan riset tersebut, kata Ivan, didapati bahwa rata-rata frekuensi transaksi di RKDK sangat rendah saat rekening baru dibuka. Frekuensi transaksi mulai meningkat pada masa kampanye, lalu melonjak tajam saat masa tenang.

photo
Sejumlah orang yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan aksi damai di kantor DPRD Provinsi DI Yogyakarta, Selasa (9/4/2019). - (Antara Foto)

Ivan mengungkap dua anomali dalam pola transaksi tersebut. Pertama, frekuensi transaksi cenderung datar saat masa kampanye, padahal kegiatan kampanye masif dilakukan oleh para kandidat. Frekuensi transaksi saat masa kampanye sekitar 8–30 kali, sedangkan frekuensi kegiatan kampanyenya 111–190 kali.

"Ini anomali. Kampanye tampaknya tidak didanai dari RKDK. Aktivitas kampanye meningkat, tapi transaksi cenderung statis. Makanya kita menyimpulkan bahwa kampanye dibiayai dari sumber lain," kata Ivan.

Ivan melanjutkan, berdasarkan hasil analisis PPATK, ternyata kegiatan kampanye para kontestan itu dibiayai oleh pelaku kejahatan. Hal itu diketahui setelah PPATK mendapati ada transaksi dari pelaku kejahatan ke rekening pribadi milik calon dan rekening nominee-nya,

"Ada pelaku penebangan liar menyumbang, pelaku tambang ilegal, pelaku narkotika, pelaku kasus korupsi, dan pelaku pencucian uang, yang transaksinya nyambung dengan transaksi si calon atau nominee si calon," kata Ivan.

 
Kita menyimpulkan bahwa kampanye dibiayai dari sumber lain.
IVAN YUSTIAVANDANA, Kepala PPATK.
 

Berkaca dari hasil analisis tersebut, Ivan berkesimpulan bahwa peserta pemilu dan pilkada memang wajib membuat RKDK, tapi pembiayaan kampanye mereka tak wajib berasal dari rekening resmi tersebut. Karena itu, uang hasil kejahatan bisa masuk ke kandidat, lalu digunakan untuk berbagai keperluan kampanye.

Anomali kedua, transaksi di RKDK meningkat drastis saat masa tenang alias tiga hari jelang pencoblosan. Bahkan, semua saldo dalam rekening resmi itu langsung habis saat masa tenang. "Saldo di RKDK habis dipakai saat minggu tenang, ini dipakai buat apa?" kata Ivan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jokowi: Saya Bukan Ketua Partai, Saya Presiden

Jokowi menolak dikaitkan dengan deklarasi Golkar dan PAN kepada Prabowo.

SELENGKAPNYA

Presiden PKS: Sangat Mungkin Cawapres Anies dari Luar Koalisi

PKS yakin Anies bijak dalam memilih bakal cawapres pendampingnya.

SELENGKAPNYA

PDIP Mulai Gaungkan Narasi Melawan Orde Baru

PDIP menyatakan sudah terbiasa dikeroyok secara politik sejak era Orde Baru.

SELENGKAPNYA