Opini
Hijrah dan Kemerdekaan
Hijrah sempurna adalah dengan meraih kemerdekaan yang sempurna.
AHMAD SASTRA, Dosen Filsafat Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor
Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Perpindahan keadaan terjajah menuju kemerdekaan dengan terusirnya kolonial dari negeri ini adalah sebuah perjuangan menuju hijrah.
Apakah hijrah itu cukup dengan kata merdeka?
Deklarasi kemerdekaan Indonesia oleh Sukarno-Hatta 76 tahun yang lalu, tepatnya 17 Agustus 1945 atau 9 Ramadhan 1364 H, telah menandai lepasnya Indonesia dari penjajahan fisik dan militer dari berbagai bangsa penjajah. Atas jasa para ulama dan santri yang berjihad melawan penjajah Belanda, Portugis, Jepang, maka Allah SWT memberikan pertolongan-Nya.
Karena itu, dalam UUD 1945, kemerdekaan dimaknai sebagai berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur. Hahikat merdeka adalah hijrah dari belenggu penjajahan menuju kebebasan, baik hijrah lahiriah maupun bathiniah, sebagaimana diungkap oleh Ibn Hajar al-Asqalani.
Hahikat merdeka adalah hijrah dari belenggu penjajahan menuju kebebasan, baik hijrah lahiriah maupun bathiniah, sebagaimana diungkap oleh Ibn Hajar al-Asqalani.
Untuk kita renungkan bersama. Jika kita mau membuka kembali lembaran sejarah bangsa ini, maka akan kita temukan gema takbir dengan semangat jihad fi sabilillah para ulama dan santri dengan mengharap pertolongan Allah SWT untuk berjuang meraih kemerdekaan bangsa ini, seperti pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Tuanku Imam Bonjol, Cut Nya Dien, KH Agus Salim, KH Sholeh Iskandar, HAMKA, dan M Natsir.
Tidak mudah berjuang memerdekaan bangsa ini. Para ulama dan santri telah dengan susah payah mengorbankan harta, tenaga, dan jiwa. Mereka telah memberikan segala yang dimiliki demi meraih pertolongan Allah SWT. Harta yang mereka infakkan, tenaga yang mereka sumbangkan, bahkan nyawa yang harus dikorbankan.
Selepas perginya para penjajah saat itu, apakah hari ini bangsa kita benar-benar telah merdeka. Jika direnungkan dan dirasakan secara mendalam ternyata tidak demikian faktanya.
Para pahlawan ulama dan santri yang dulunya mati-matian menghamburkan peluru mendepak penjajah, hanya agar bisa mendengar rakyat berteriak “Merdeka!” dan melihat gurat-gurat senyum lepas rakyat menapak di negeri sendiri.
Sekarang mungkin jika mereka masih hidup, mereka akan menangis dan geram melihat penjajah masih bercokol di negeri ini dalam bentuk yang lain. Penjajahan yang dilakukan bukan lagi dengan menempelkan bedil ke kepala orang pribumi, tetapi sekarang malah mempersenjatai dan menyokong dengan dolar anak-anak negeri untuk mengeksploitasi kekayaan negeri dan memperbudak saudaranya sendiri.
Setelah merdeka fisik, apakah di negeri ini juga telah merdeka secara ekonomi, politik, budaya, sains, pendidikan, dan ideologi?
Negeri indonesia yang besar dan memiliki kekayaan alam yang luar biasa ternyata belum mengatur dirinya sendiri, melainkan masih dalam kendali dan kontrol negara lain. Meski mayoritas Muslim, tapi faktanya dunia pendidikan belum bisa disebut islami.
Bagaimana dengan budaya di negeri ini, apakah telah Islami atau justru telah dihegemoni budaya Barat yang sekularistik dan liberalistik?
Begitu pun soal sains dan teknologi, di mana negeri ini masih dalam posisi pengguna, bukan sebagai produsen. Indonesia belumlah mencapai kesempurnaan kemerdekaan. Indonesia belum hijrah secara sempurna.
Begitu pun soal sains dan teknologi, di mana negeri ini masih dalam posisi pengguna, bukan sebagai produsen. Indonesia belumlah mencapai kesempurnaan kemerdekaan. Indonesia belum hijrah secara sempurna.
Hijrah sempurna adalah dengan meraih kemerdekaan yang sempurna. Idealnya negeri ini bisa mengatur negerinya sendiri, baik keamanan, ekonomi, politik dan budaya dan melepas penghambaan dan ketergantungan kepada aseng dan asing.
Inti dari kemerdekaan hakiki adalah terkontrolnya tindakan dan pola sikap oleh rasionalitas pemikiran. Pemikiran yang mendalam akan menuntun manusia tidak terperosok dalam jurang penghambaan pada makhluk, materi, dan hawa nafsunya sendiri.
Inilah kemerdekaan Islam, cahaya kebebasan yang terpancar dari tauhid, bahwa semua yang dilakukan hanya mengharap ridha Allah SWT.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Saad bin Abi Waqqas RA saat berhadapan dan menjawab pertanyaan Panglima Perang Persia Rustum, “Apa alasan kalian memerangi kami?” Sa’ad bin Abi Waqqas menjawab, “Untuk membebaskan kalian dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah SWT.”
Inilah pelontar semangat pembebasan yang membawa setiap jihad dan futuhat menjadi rahmat bagi setiap jengkal tanah yang ditapaki Islam. Tidak ada iming-iming gold, glory, dan gospel dalam kepala para mujahidin. Hanya kemuliaan di sisi Allah dan kemerdekan dari siksa-Nyalah yang menguatkan derap langkah mereka.
Islam menjamin kemerdekaan individu dengan menetapkan aturan yang tidak mencederai fitrah manusia.
Islam menjamin kemerdekaan individu dengan menetapkan aturan yang tidak mencederai fitrah manusia. Dengan mengikatkan diri pada syariah Islam yang asalnya dari Allah SWT sebagai pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, maka manusia akan terbentengi dari penyaluran naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani yang menyimpang. Karena akal manusia yang terbatas cenderung menyorotkan aturan yang terkontaminasi oleh kepentingan dan terjajah oleh hawa nafsunya sendiri.
Kemerdekaan hakiki sesungguhnya adalah ketika terciptanya kehidupan seimbang dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama paripurna yang Allah SWT turunkan untuk menyelaraskan kehidupan. Maka dari itu, tidak ada pilihan lain untuk meraih kemerdekaan hakiki selain penghambaan secara totalitas kepada Allah SWT.
Tentu penghambaan secara totalitas itu harus dengan menjadikan Alquran sebagai sumber pedoman dan hidup di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik individu, keluarga dan lebih-lebih oleh negeri ini dan melepas dari belenggu aturan dari manusia atau orang kafir.
Spirit Islam yang menjadi energi bagi upaya meraih kemerdekaan Indonesia belumlah sempurna jika tidak dilanjutkan dengan upaya untuk berhijrah mengatur negeri ini secara berdaulat penuh.
Jika hari ini bangsa ini masih di bawah pengaruh aturan kapitalisme sekuler dan mengabaikan aturan Allah SWT, yakni Alquran maka sesungguhnya negeri ini belum bisa dikatakan berhijrah. Spirit Islam yang menjadi energi bagi upaya meraih kemerdekaan Indonesia belumlah sempurna jika tidak dilanjutkan dengan upaya untuk berhijrah mengatur negeri ini secara berdaulat penuh.
Kemerdekaan sebagai berkat dan rahmat Allah SWT mestinya disyukuri dengan melakukan ketaatan kolektif bangsa ini dengan menjadikan Alquran dan al-Hadis sebagai sumber hukum dalam mengatur negeri ini. Sebab, Indonesia adalah milik Allah SWT yang dititipkan kepada bangsa ini, khususnya umat Islam.
Perhatikan janji Allah, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS al-A’raaf: 96).
Nah momen tahun baru Islam ini mestinya menjadikan umat Islam sadar untuk melakukan hijrah dengan meninggal berbagai bentuk penjajahan modern menuju negeri yang beriman dan bertakwa agar kemerdekaan bangsa ini makin sempurna dengan hijrah secara kafah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Sejarah Berdirinya Nahdlatul Wathan
Nahdlatul Wathan (NW) didirikan pada 1953 oleh Syekh TGH Zainuddin Abdul Madjid.
SELENGKAPNYARihlah Ilmu TGH Zainuddin Abdul Madjid
TGH Zainuddin Abdul Madjid merupakan ulama besar asal Lombok, NTB.
SELENGKAPNYASang Pejuang dari Bumi Ruwa Jurai
KH Ahmad Hanafiah merupakan seorang ulama asal Lampung yang gugur saat berjuang.
SELENGKAPNYA