Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. | DOK WIKIPEDIA

Mujadid

Biografi Syekh Arsyad al-Banjari

Syekh Muhammad Arsyad adalah mufti Kesultanan Islam Banjar.

Banjarmasin, Kalimantan Selatan, telah menjadi suatu pusat Islam di Nusantara setidaknya sejak permulaan abad ke-16. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812) merupakan seorang dai yang termasyhur dari daerah ini.

Dia lahir pada awal abad ke-18 di wilayah yang sekarang bernama Martapura. Gelar di belakang namanya menunjukkan daerah asal sang syekh, yakni Kesultanan Banjar.

Zaid Ahmad dalam The Biographical Encyclopedia of Islamic Philosophy (2015) menuturkan riwayat ulama besar ini. Masa kecil Muhammad Arsyad diisi dengan pendidikan agama Islam dari keluarganya. Mereka termasuk kalangan Alawiyyin yang silsilahnya merujuk hingga Rasulullah SAW.

Selain mengaji Alquran, Arsyad juga terkenal pandai membuat kaligrafi. Suatu hari, Sultan Tahlilullah takjub akan lukisan-lukisan karyanya. Penguasa Banjar ini kemudian meminta Arsyad untuk mengabdi pada istana. Saat itu, usianya belum genap tujuh tahun.

Kesultanan Banjar menjadi patron atau penyandang dana baginya menuntut ilmu-ilmu agama. Kala berusia 30 tahun, Arsyad menikah dengan Bajut, seorang perempuan lokal. Pasangan muda ini dikaruniai seorang anak perempuan.

 
Pihak istana (Kesultanan Banjar) membiayai Arsyad untuk naik haji pada 1739.
   

Sementara itu, keinginan Arsyad kian besar untuk belajar ke Tanah Suci. Sang istri pun mendukungnya. Kemudian, pihak istana membiayai Arsyad untuk naik haji pada 1739. Dia memanfaatkan kesempatan ini tidak semata-mata melaksanakan rukun Islam kelima. Usai berhaji, dia bermukim 30 tahun lamanya di Haramain untuk menuntut ilmu.

Di Masjid al-Haram, Arsyad belajar pada sejumlah guru besar. Mereka antara lain adalah Syekh Ahmad bin Abdul Mun'im ad-Damanhuri, Syekh Muhammad Murtadha bin Muhammad az-Zabidi, dan Syekh Hasan bin Ahmad al-Yamani. Kemudian, Syekh Salim bin Abdullah al-Bashri, Syekh Shiddiq bin Umar Khan, dan Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawy. Ada pula Syekh Abdul Gani bin Muhammad Hilal, Syekh Abis as-Sandy, Syekh Abdul Wahab at-Thantawy, dan Syekh Abdullah Mirghani.

Kepada Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishri dan Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dia belajar fiqih mazhab Imam Syafii. Selain itu, dia juga mendalami tasawuf dari Syekh Muhammad Abdul Karim Samman al-Qadiri al-Khalwati al-Madani, pendiri tarekat Sammanityah. Dia bahkan didaulat menjadi salik penting dari ordo tersebut. Di luar fiqih dan tasawuf, dia juga mempelajari sains, terutama astronomi.

photo
ILUSTRASI Masjidil Haram, Makkah. - (DOK WIKIPEDIA)

Muhammad Arsyad juga bersahabat dengan murid-murid dari Nusantara. Beberapa dari mereka adalah Daud al-Fatani, Abdul Shomad al-Palimbani, Abdul Wahab al-Makassari, dan Abdul Rahman al-Batawi.

Sebagaimana Arsyad sendiri, mereka kelak masyhur sebagai ulama besar dari daerah masing-masing. Arsyad dengan ketiga nama yang tersebut akhir itu kerap disebut sebagai Empat Serangkai Ulama Jawi.

Abdul Wahab bahkan menjadi menantu Muhammad Arsyad. Ceritanya bermula menjelang kepulangan mereka ke Tanah Air. Setelah bertolak dari Mesir, Empat Serangkai itu hendak menunaikan ibadah haji perpisahan.

Tak disangka, mereka berjumpa dengan adik Arsyad, Zainal Abidin, di Makkah. Dia mengabarkan bahwa anak kandung Arsyad, Fatimah (sumber lain menyatakan: Syarifah), telah beranjak dewasa dan menitipkan cincin kepadanya sebagai tanda sudah siap berumah tangga.

Arsyad ingin seorang di antara sahabat-sahabatnya bersedia menyambut keinginan ini. Kemudian, diajukanlah lamaran untuk Fatimah. Agar adil, Arysad mengundi nama-nama ketiga teman karibnya itu. Hasil undian memunculkan Abdul Wahab al-Makassari.

Dengan demikian, berlangsunglah pernikahan antara Fatimah yang diwakili ayahnya, Muhammad Arsyad, dan Abdul Wahab. Adapun saksi-saksi adalah Zainal Abidin, Abdul Shomad al-Palimbani, dan Abdul Rahman al-Batawi.

Kembali ke Tanah Air

Pada 1772, Syekh Muhammad Arsyad akhirnya tiba di Banjar. Saat itu, Sultan Tahlilullah II menggantikan sultan sebelumnya yang telah wafat. Perayaan pun digelar di ibu kota kerajaan tersebut demi menyambut kedatangan Syekh Arsyad dari Tanah Suci.

Sultan Tahlilullah II lantas memberikan kepadanya kedudukan sebagai kadi negeri. Jabatan ini setara dengan penasihat raja. Meski begitu, mahaguru ini lebih memilih tinggal di luar istana. Dia kemudian mendirikan Pesantren Dalam Pagar di atas tanah milik sultan. Penguasa Banjar itu menghadiahkan kawasan tersebut yang terletak di sekitar desa tempat kelahiran sang syekh.

Syekh Muhammad Arsyad juga giat menulis. Beberapa tulisannya membicarakan masalah-masalah fiqih mazhab Syafii dan tasawuf. Karya-karyanya yang kerap diulas mendalam adalah Sabi al-Muhtadin li at-Tafaqquh fi Amriddin, Kitab Kanz al-Ma'rifah, Ushuluddin, Nuqtatul Ajlan. Kemudian, ada  Tuhfat al-Raghibin, Luqtat al-’Ijlan fi Bayan al-Haid wa Istihada wa Nifas al-Niswan, Al-Qawl al-Mukhtasar, dan Fara’id.

 
Sayangnya, masih banyak kitab karangannya yang tidak terlacak keberadaannya hingga era sekarang.
   

Sayangnya, masih banyak kitab karangannya yang tidak terlacak keberadaannya hingga era sekarang. Bagaimanapun, karya-karyanya yang tersedia sampai saat ini terus dipakai di sejumlah lembaga pendidikan, baik dalam maupun luar negeri. Sabi al-Muhtadin, misalnya, merupakan buku monumental tentang fiqih mazhab Imam Syafii yang terdiri atas dua jilid.

Buah pemikirannya tidak hanya melalui buku-buku karangannya. Tidak sedikit dari muridnya juga menghimpun ceramah-ceramah sang syekh ke dalam beberapa buku.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari wafat dalam usia yang melampaui satu abad, 108 tahun, pada 1812. Sampai saat ini, namanya tetap dikenang sebagai ulama Kalimantan pelopor dakwah Islam di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kesultanan Banjar dan Persebaran Islam di Borneo

Kesultanan Banjar mendukung penuh syiar Islam di seluruh wilayah kekuasaannya.

SELENGKAPNYA

Pengusung Panji Islam di Tanah Borneo

Kerajaan Banjar telah muncul sejak kerajaan bercorak Hindu tumbuh subur di Kalimantan Selatan.

SELENGKAPNYA

Titik Panas Karhutla Terus Bermunculan

BNPB telah menyerahkan bantuan penanganan karhutla untuk sejumlah daerah.

SELENGKAPNYA