ILUSTRASI Tasawuf falsafi merupakan salah satu cabang sufisme Islam. | DOK REP Wihdan Hidayat

Dunia Islam

Melacak Tradisi Tasawuf Falsafi

Kemunculan tasawuf falsafi mengundang polemik di dunia Islam.

Tasawuf falsafi atau yang di Barat dikenal dengan sebutan philosophical sufism, adalah salah satu cabang sufisme. Ini sering kali dipandang sebagai hasil perpaduan antara olah spiritual dan istilah-istilah filsafat yang diambil dari beragam sumber.

Jenis tasawuf ini membawa dampak besar bagi khazanah intelektual Islam di berbagai belahan dunia.

Asal-usul tasawuf falsafi tentu saja tidak dapat dipisahkan dari sejarah munculnya tasawuf itu sendiri. Sejumlah literatur menyebutkan, pemikiran sufisme tersebut sudah ada sejak 15 abad yang silam.

Ketika syiar Islam mulai menyebar ke seluruh Timur Tengah dan negara-negara tetangganya, banyak orang dari berbagai negeri tertarik untuk mengunjungi Semenanjung Arabia. Mereka datang untuk mendengar ajaran Nabi Muhammad SAW.

Di antara para pencari kebenaran tersebut, terdapat pula sejumlah kelompok orang dari berbagai latar belakang negeri, bangsa, dan budaya yang dipersatukan oleh kerinduan batin untuk mempelajari realitas agama. Orang-orang ini lantas menemukan ajaran Nabi SAW ternyata begitu dekat dengan hati mereka.

photo
ILUSTRASI Ibnu Arabi, seorang pemikir besar yang menyumbangkan banyak gagasan untuk dunia tasawuf falsafi. - (DOK WIKIPEDIA)

Mereka menjadi begitu terpesona oleh kecintaan kepada Illahi, sehingga orang-orang itu pun memutuskan untuk mengabdikan diri lewat cara pemurnian hati, serta pemusatan pikiran dan batin mereka hanya kepada Sang Pencipta.

“Kelompok ini kemudian mengembangkan salah satu gerakan yang paling terkenal dalam sejarah peradaban, yaitu tasawuf alias sufisme,” ungkap Dr Nahid Angha dalam karyanya, Practical Sufism and Philosophical Sufism.

Sejak masa itu, kata dia, tasawuf telah dianggap sebagai proses perjalanan batin manusia untuk mencapai pengetahuan diri. Perjalanan tersebut nantinya akan mengarah kepada satu tujuan, yakni pemahaman Ilahi.

Untuk bisa sampai kepada pemahaman kebenaran tersebut, ada tahap-tahap tertentu yang mesti dilewati para sufi. Mereka harus mempelajari aturan-aturan, disiplin, dan praktik tasawuf. Seseorang tidak akan menjadi sufi tanpa menghormati proses tersebut.

Pada periode-periode awal kemunculan sufisme, kata Angha, orang-orang yang mendapat pencerahan lewat jalan tasawuf tidak menyebut diri mereka sebagai sufi. “Istilah tersebut baru muncul bertahun-tahun kemudian,” imbuhnya.

 
Istilah tersebut (tasawuf falsafi) baru muncul bertahun-tahun kemudian.
   

Setelah menerima ajaran dari Nabi, para pendiri tasawuf kembali ke tanah air mereka masing-masing. Mereka lalu mewariskan pengetahuannya kepada murid-murid mereka sehingga akhirnya membentuk pusat tasawuf sendiri. Beberapa di antaranya yang paling terorganisasi dan mapan adalah di Khorasan (timur laut Iran), Fars (Iran tengah), dan Baghdad (Irak).

Para murid sufi generasi awal tersebut, pada gilirannya, melakukan perjalanan ke banyak negeri. Mereka pun mengajar dan memperkenalkan ajaran tasawuf di negeri-negeri yang mereka datangi.

“Selama berabad-abad kemudian, tasawuf yang berkembang pun mulai terbagi ke dalam dua sistem, yakni sufisme praktis dan tasawuf falsafi,” ujar Angha.

Berkembang

Tasawuf falsafi mulai berkembang sejak abad ke-12 sampai abad ke-13. Pada masa itu, beberapa guru sufi mulai menjelaskan hukum dan misteri penciptaan, serta prinsip-prinsip yang mengatur tasawuf dalam batas-batasan filosofis. Dengan begitu, tasawuf falsafi lebih didasarkan pada penjelasan hakikat penciptaan dalam konteks filsafat dan sejarah.

Angha menjelaskan, inti dari tasawuf falsafi adalah meraih cinta Allah setinggi mungkin dan menjadi kekasih-Nya. Dengan begitu, tidak akan ada lagi batasan antara seorang hamba dan Sang Pencipta. Inspirasi dari tasawuf falsafi itu sendiri diklaim berasal dari perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.

Dalam Sirah Nabawiyah disebutkan, Rasulullah SAW juga memiliki gelar habibullah (kekasih Allah SWT). Hal tersebut menunjukkan adanya cinta yang tak terukur antara Nabi SAW dan Allah.

“Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari kehidupan Nabi adalah, cintanya kepada Allah begitu kuat dan kompleks sehingga sulit untuk memisahkan Sang Kekasih tersebut dari Allah yang dicintainya.”

 
Perkembangan tasawuf falsafi lebih cepat dibandingkan sufisme praktis.
   

Menurut Angha, perkembangan tasawuf falsafi lebih cepat dibandingkan sufisme praktis karena karakteristiknya yang lebih mudah untuk dipahami. Sistem kepercayaan ini, yang awalnya didirikan pada prinsip-prinsip Islam, secara bertahap mulai menjadi penemuan yang menarik bagi sejumlah kalangan peneliti dari Barat (orientalis), khususnya mereka yang memfokuskan kajian pada mistisisme Timur Tengah.

Banyak orientalis yang menerjemahkan karya-karya sufi. Namun, tidak semua dari mereka yang akrab dengan budaya-budaya atau bahasa yang mendominasi dalam ajaran tasawuf itu sendiri. Akibatnya, tidak sedikit peneliti Barat menganggap tasawuf falsafi sama dengan sufisme praktis di dalam berbagai karya tulis mereka.

“Sufisme praktis didasarkan pada praktik, sedangkan tasawuf falsafi lebih berfokus pada penjelasan lisan dari praktik, sejarah, atau prinsip-prinsip sufisme. Meskipun kedua sistem tasawuf ini berbeda satu sama lain, namun tidak semua peneliti mampu membedakannya,” ujar Angha

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kawasan 'Manhattan' dari Gurun Hadramaut

Shibam adalah kota dengan bangunan pencakar langit tertinggi di dunia yang terbuat dari lumpur.

SELENGKAPNYA

Menanti Aksi 'Wonderkid' Tim Tango di GBK

Aksi para pemain muda timnas Argentina patut dinantikan.

SELENGKAPNYA

Sejarah Kota Jeddah

Inilah pintu gerbang bagi jamaah yang hendak berziarah ke dua tanah suci di Arab Saudi.

SELENGKAPNYA