DPR : Polri-KPK Harus Jelas | Republika

Politik

DPR: Polri-KPK Harus Jelas

Polri menegaskan tidak pernah mengirim surat penarikan Rosa.


JAKARTA - Komisi III DPR meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri memperjelas informasi penarikan penyidik KPK, Kompol Rosa Purbo Bekti, ke institusi asalnya. Pasalnya, hingga kemarin Polri dan pimpinan KPK masih saling mengeklaim ada dan tiadanya surat penarikan dari Polri.

Anggota Komisi III DPR, Aziz Syam suddin, menilai seharusnya sudah ada nota kesepahaman dan mekanisme antara kedua instansi soal tarik-menarik penyidik. Karena itu, keterangan dari dua institusi harus jelas. "Ya mekanismenya tentu insti tusi asal. Kita lihat saja apakah institusi asal memang menarik atau bagaimana. Saya belum lihat surat penarikannya. Saya hanya dengar dan ikuti di berita," kata Wakil Ketua DPR itu, Kamis (6/2).

Anggota Komisi III DPR lainnya, Taufik Basari, meminta KPK dan Polri memberikan kejelasan soal status Rosa. Ia berharap ada koordinasi yang selaras antara dua institusi tersebut. "Moga-moga antara KPK dan Polri dapat memberikan informasi yang jelas mengenai status Kompol Rosa," kata Taufik saat di konfirmasi, kemarin.

Mabes Polri membantah klaim pimpinan KPK soal penarikan Kompol Rosa ke Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono menegaskan, kepolisian tidak pernah menarik Rosa dan sudah memberikan surat pembatalan pengembalian Rosa oleh KPK.

"Jadi, gini, memang kami dapat informasi kalau Kompol Rosa dikembalikan oleh KPK ke Polri. Tetapi, kemarin Polri sudah memberikan surat pembatalan kepada KPK bahwa Kompol Rosa tidak ditarik. Artinya, sampai saat ini kami belum terima surat dari KPK," kata Argo di Gedung Bareskrim Polri, Kamis (6/2).

Ia juga menegaskan, Rosa akan bertugas di KPK sampai September 2020. "Intinya, Kompol Rosa sampai September 2020 lakukan penugasan di KPK. Kami dari kepolisian tidak menarik," kata Argo menekankan.

Pada Rabu (5/2), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan, pengembalian penyidik yang ikut menangani skandal suap antara komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politisi PDI Perjuangan Harun Masiku itu berdasarkan surat penarikan dari Polri. Surat itu, kata Marwata, disampaikan pada 15 Januari 2020.

Pernyataan Marwata dikuatkan kembali oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Berbeda dengan Marwata, Firli mengaku surat penarikan dari Polri diterima KPK pada 13 Januari. Setelah menerima surat penarikan, kata Firli, KPK membahas pemberhentian pada Rabu (15/1). Kemudian, surat pemberhentian dibuat pada Selasa (21/1).

"Tanggal 15 dibahas. Tanggal 21 dibuatlah surat keputusan pemberhentian yang bersangkutan, apa yang tidak ada?" ujar Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin. Ketika dikonfrontasi soal surat pembatalan dari Polri, Firli bersikukuh surat pemberhentian Rosa telah dikeluarkan. "Putusan pimpinan sudah menyampaikan bahwa sudah ada surat penghentiannya,"ujar Firli.

Disingkirkan Pernyaaan Polri dan KPK yang saling membantah membuat mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) berspekulasi terkait apa yang terjadi. Ia menilai Rosa tidak sekadar dipulangkan, tetapi sengaja disingkirkan oleh pimpinan KPK.

"Rosa disingkirkan Ketua KPK, bukan sekadar dipulangkan. Fakta ini punya indikasi dan potensial disebut sebagai skandal bukan sekadar urusan pemulangan seorang penyidik KPK," tuding BW, kemarin.

Selain pernyataan pimpinan KPK yang janggal, BW menggaris bawahi pernyataan Wadah Pegawai KPK soal Rosa dikembalikan tanpa dijelaskan alasannya. Bahkan, Rosa diketahui tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin atau sanksi etik sehingga dicurigai adanya isu konflik kepentingan.

"Lebih-lebih dengan alasan (KPK) Rosa ditarik untuk tujuan pembinaan. Rosa berprestasi, bukan pesakitan yang nirintegritas sehingga harus dibina," kata BW. Menurut dia, polemik tersebut menjadi ajang Dewan Pengawas KPK menunjukkan keberpihakannya untuk menjaga kehormatan KPK.

Pengembalian Rosa oleh pimpin an KPK menjadi polemik karena penyidik tersebut mengambil bagian dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Wahyu Setiawan-Harun Masiku. Kasus tersebut menjadi perhatian karena tejadi banyak kejanggalan, seperti lolosnya Harun Masiku saat penangkapan dan infromasi tidak benar soal keberadaan Masiku yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Namun, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengeklaim polemik penarikan Rosa tidak mengganggu penyidikan kasus PAW.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat