Umat Islam berdoa didepan Ka'bah | Republika/Prayogi

Tuntunan

Haji Lelah dan Penuh Derita

Nasib seperti itu akan dialami jamaah haji karena tidak fokus dalam melaksanakan ibadah tersebut.

Oleh ERDY NASRUL

Malang nian nasib orang yang sudah berhaji. Bisa jadi dia tak memperoleh apa-apa kecuali lelah dan derita, karena harus bepergian ke Tanah Suci.

Dia harus melalui perjalanan panjang dan menghabiskan harta yang banyak, waktu yang tak sedikit, dan tenaga, untuk dapat melaksanakan rukun Islam kelima.

"Tak satu pun anda (yang melaksanakan haji) peroleh selain rasa lelah dan penderitaan. Bahkan, bisa jadi anda mendapatkan penolakan dan pengusiran," tulis Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali, dalam Ihya Ulumuddin.

 
Tak satu pun anda (yang melaksanakan haji) peroleh selain rasa lelah dan penderitaan.
IMAM AL-GHAZALI dalam Ihya Ulumuddin
 

Nasib seperti itu akan dialami jamaah haji karena tidak fokus dalam melaksanakan ibadah tersebut. Dosa yang telah diperbuat menjadi beban yang merusak konsentrasi jamaah ketika melaksanakan ibadah haji.

photo
Hujan turun di Masjidil Haram, Makkah, pada Jumat (30/12/2022). - (Haramain Info)

Penyebabnya adalah jamaah haji masih memiliki sesuatu yang menjadi hak orang lain. Khususnya adalah harta atau barang yang diperoleh dengan zalim. Barang tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak.

Setelah itu, hendaknya jamaah haji bertobat, memohon ampunan Allah. Hati harus senantiasa bersih dari dosa ketika melaksanakan ibadah yang membutuhkan curahan waktu, tenaga, dan harta ini.

Jika pergi haji dengan membiarkan memiliki harta yang bukan haknya, itu diibaratkan seperti orang berutang yang hendak pergi. Kemudian tiba-tiba bertemu dengan penagih utang.

Si penagih memegangi leher pengutang sambil berteriak, "Ke mana Anda hendak pergi? Apakah Anda hendak pergi ke rumah Raja diraja, sementara Anda melalaikan perintahnya dan meremehkannya. Apakah tidak malu mendatangi rumahnya?"

 
Ke mana Anda hendak pergi? Apakah Anda hendak pergi ke rumah Raja diraja, sementara Anda melalaikan perintahnya dan meremehkannya. Apakah tidak malu mendatangi rumahnya?
 
 

Apabila ingin diterima dengan baik di rumah Allah, jamaah haji tidak boleh mengabaikan perintah Allah. Kembalikanlah apa yang menjadi hak orang lain. Selesaikan segala persoalan dengan baik.

Semua itu membuat jamaah haji berangkat ke Tanah Suci dengan tenang. Al-Ghazali menyebutkan, jamaah haji yang tenang akan masuk ke Tanah Suci dengan menampakkan wujud aslinya seperti baru dilahirkan.

Jangan lagi memikirkan persoalan yang ada di Tanah Air. Biarkan persoalan itu ada di sana dan tidak perlu dibawa ke Tanah Suci. Pergi dan tinggalkan kampung halaman seakan tak akan kembali lagi. Selain itu, tinggalkanlah wasiat untuk anak dan istri.

photo
Kabah di Masjidil Haram, Makkah al-Mukarramah. - (DOK PEXELS)

Harta yang dimanfaatkan untuk berhaji haruslah diperoleh dengan halal. Harta itu untuk bekal selama melaksanakan haji dan diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan di rumah. Bekal utama melaksanakan haji bukan harta dan makanan semata, melainkan juga keimanan dan ketakwaan.

Harta dan makanan akan ditinggalkan jika pemiliknya mati. Keduanya akan mengkhianati pemiliknya. Sedangkan, iman dan takwa tetap dibawa sebagai bekal perjalanan menuju keridhaan Allah.

Al-Ghazali menekankan, perjalanan menuju akhirat lebih jauh daripada perjalanan menuju Makkah dan Madinah. Jamaah haji harus berhati-hati. Jangan sampai amal kebaikan yang sudah dilakukan menjadi sia-sia, sehingga tak menjadi bekal untuk perjalanan menuju akhirat. Penyebabnya adalah amal tersebut bercampur dengan kesombongan. Perbuatan baik yang disertai kesombongan hanya akan merusak diri sendiri.

Hujan Berkah di Tanah Suci

Hujan ini merupakan pertanda jika musim panas akan datang.

SELENGKAPNYA

Reka Adegan Perang Uhud

Pegunungan Uhud menjadi saksi bisu saat kemenangan kaum Muslimin yang sudah di depan mata sirna.

SELENGKAPNYA

Tabungan Haji Wajib Zakat?

Bagaimana ketentuan dan cara mengeluarkan zakat tabungan haji?

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya