
Nasional
Konsep Pelajar Pancasila Dinilai tak Membumi
Survei menunjukkan mayoritas siswa menilai Pancasila tak permanen.
JAKARTA — Hasil survei Setara Institute bersama International NGO Forum on indonesian Development menunjukkan mayoritas remaja atau siswa sekolah menengah atas (SMA) beranggapan ideologi Pancasila bukanlah ideologi permanen atau bisa diganti. Hasil tersebut dinilai menunjukkan profil pelajar Pancasila masih berupa konsep yang belum membumi di sekolah.
“Ini menunjukkan bahwa profil pelajar Pancasila yang digadang-gadang pemerintah itu masih konsep-konsep yang melangit dan belum membumi di sekolah,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, kepada Republika, Jumat (19/5/2023).
Ubaid mengatakan, temuan tersebut harus menjadi evaluasi yang perlu dilakukan oleh Kemendikbudristek. Dia mengatakan, setidaknya ada dua fakta pendukung temuan tersebut. Pertama, strategi yang dilakukan pemerintah untuk persoalan tersebut gagal karena tidak ada dampak perubahan cara pandang dan sikap pelajar.

“Kedua, pemerintah mengabaikan fenomena terpaparnya para pelajar terhadap pemikiran-pemikiran ekstremisme dan radikalisme di sekolah. Jadi belum ada usaha yang maksimal,” kata dia.
Menurut Ubaid, berdasarkan riset lain yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, fenomena serupa juga dialami oleh para guru. Hal itu mengakibatkan para siswa terpapar melalui guru-guru yang mempunyai cara pandang yang eksklusif.
“Fenomena ini juga dialami oleh guru-gurunya. Jadi, banyak juga para siswa ini terpapar melalui guru-gurunya yang punya cara pandang yang eksklusif,” jelas dia.
Berdasarkan survei yang dilakukan, Setara Institute memberikan sejumlah rekomendasinya. Salah satunya adalah meminta Kemendikbudristek dan Kemenag untuk membentuk instrumen pembinaan yang efektif bagi guru agama dan pendidikan kewarganegaraan.
“Termasuk memberikan fasilitas peningkatan kualitas pengajaran sehingga semakin kontributif pada pemajuan toleransi di sekolah,” ujar Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasani, dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
Pihaknya juga memberikan rekomendasi Kemendikbudristek dan Kemenag untuk merespons masih tingginya kategori siswa yang intoleran aktif dan terpapar radikalisme. Itu dapat dilakukan dengan membentuk instrumen pengawasan, pembinaan, dan desain respons yang demokratik atas fakta intoleransi yang melekat pada guru, tenaga kependidikan, dan siswa.
Kemudian, Kemendikbudristek melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) yang dibentuk dengan Permendikbudristek Nomor 28 Tahun 2021 juga disarankan untuk terus meningkatkan kualitas dan persebaran program-programnya hingga ke semua jenjang pendidikan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat pendidikan.

“Merekomendasi para penyelenggara pendidikan meningkatkan pembudayaan wawasan kebangsaan dan mainstreaming toleransi dalam pendidikan keagamaan di sekolah-sekolah. Dua variabel ini memiliki korelasi positif sebagai pembentuk karakter toleransi siswa,” kata dia.
Salah satu hasil dari survei tersebut menunjukkan sebanyak 83,3 persen siswa SMA responden mendukung persepsi Pancasila bukan ideologi yang permanen atau bisa diganti.
“Dukungan terhadap persepsi bahwa Pancasila sebagai bukan ideologi yang permanen, artinya bisa diganti, juga sangat besar yakni 83,3 persen responden,” ujar Halili.
Dia menjelaskan, pada 12 pertanyaan kunci yang digunakan sebagai indikator toleransi siswa, penelitian itu menemukan kecenderungan yang positif pada hampir semua pertanyaan.

Tingginya penerimaan perbedaan keyakinan sebesar 99,3 persen, penerimaan perbedaan ras dan etnis sebesar 99,6 persen, empati terhadap kelompok yang berbeda agama atau keyakinan 98,5 persen.
Lalu, kata dia, dukungan pada kesetaraan gender sebesar 93,8 persen dalam kepemimpinan OSIS adalah tren yang sangat positif di kalangan pelajar. Dengan kata lain, menurut Halili, peragaan intoleransi di sejumlah sekolah sesungguhnya tidak memperoleh dukungan signifikan dari para siswa di area penelitian ini.
“Namun, jika diuji dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih ideologis, kecenderungan toleransi semakin menurun,” kata dia.

Metode pengumpulan data dilakukan oleh surveyor secara face to face interview di Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta dan Padang. Metode purposive sampling **digunakan untuk menentukan sekolah-sekolah yang dituju.
Selanjutnya surveyor mengambil sampling dengan metode simple random sampling untuk menetapkan siswa SMA sebagai responden. Jumlah sampel yang sebanyak sebanyak 947 dengan margin of error 3,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Penelitian diselenggarakan pada Januari-Maret 2023.
Euforia Menyambut Para Sang Juara
Pawai kemenangan diikuti para atlet dari 14 cabang olahraga.
SELENGKAPNYAMasjid Syekh Zaid Abu Dhabi: Ikon Negeri UEA
Pembangunan masjid raya ini diinisiasi Syekh Zaid bin Sultan al-Nahyan.
SELENGKAPNYASurvei: Gen Z Sebut Pancasila Boleh Diganti
Sebanyak 83 persen responden menilai Pancasila tak permanen.
SELENGKAPNYA