
Kabar Utama
Menyentuh Penduduk Miskin yang 'Tersembunyi'
Jumlah penduduk miskin akan melonjak jika menggunakan standar Bank Dunia.
Oleh Novita Intan
Bank Dunia menyarankan Indonesia untuk menggunakan purchasing power parity (PPP) atau paritas daya beli dan meningkatkan standar garis kemiskinan dalam memotret penduduk miskin.
Menurut kalangan ekonom, saran Bank Dunia tersebut dapat memberikan sejumlah manfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Namun, ada juga sejumlah tantangan dalam penerapannya, termasuk lonjakan angka penduduk miskin.
Bank Dunia dalam laporan Indonesia Poverty Assessment yang secara resmi dipublikasikan pada Selasa (9/5/2023), merekomendasikan Indonesia menggunakan PPP 2011 yang sebesar 3,20 dolar AS per orang per hari dalam mengukur tingkat kemiskinan. Tujuannya agar program pengentasan kemiskinan dapat lebih luas menjangkau masyarakat.
Usulan tersebut dinilai perlu diterapkan karena Indonesia dinilai sudah cukup sukses dalam mengurangi tingkat kemiskinan ekstrem. “Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertimbangkan perluasan definisi kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan misalnya menggunakan garis kemiskinan internasional sebesar 3,20 juta dolar AS alih-alih garis 1,90 dolar AS yang saat ini digunakan,” kata Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen dalam konferensi pers, Selasa (9/5/2023).
Menurut dia, negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah telah menggunakan garis kemiskinan yang lebih tinggi, yaitu 3,20 dolar AS per hari. Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah dan bertekad untuk menjadi negara dengan pendapatan tinggi, dianggap perlu menaikkan standar penghitungan angka kemiskinan.

Dalam laporan Bank Dunia, tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 sebesar 16 persen jika menggunakan PPP 3,20 dolar AS per hari. Jika dihitung dengan jumlah penduduk Indonesia yang sebanyak 275 juta jiwa, maka jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 44 juta jiwa. Jumlah itu jauh lebih banyak dibandingkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebanyak 26,36 juta jiwa atau 9,57 persen per September 2022.
Seperti dikutip dari laman blogs.worldbank.org, garis kemiskinan internasional yang dikembangkan Bank Dunia menggunakan paritas daya beli adalah garis kemiskinan absolut. Garis kemiskinan internasional tetap sama setiap tahun dan akan disesuaikan dari waktu ke waktu hanya ketika terjadi perubahan biaya hidup.
Sementara, metodologi resmi Indonesia menjadikan garis-garis kemiskinan tersendiri untuk setiap provinsi, berbeda antara wilayah perkotaan (urban) dan pedesaan (rural). Garis kemiskinan provinsi ini diperbarui setiap tahun berdasarkan besaran biaya yang dibutuhkan untuk mengonsumsi 2.100 kilokalori per hari, dengan sedikit alokasi untuk barang-barang kebutuhan dasar non-pangan.
Persoalannya, biaya yang dibutuhkan untuk mengonsumsi 2.100 kilokalori berbeda-beda di setiap rumah tangga. Misalnya, rumah tangga yang lebih kaya mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk setiap kalorinya.
Pada intinya, Bank Dunia mengembangkan garis kemiskinan absolut. Meskipun selalu diperbarui dari tahun ke tahun, garis kemiskinan internasional Bank Dunia dirancang untuk hanya melibatkan peningkatan daya beli, dan bukan peningkatan standar hidup layak yang bersifat normatif.
Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai standar ukuran garis kemiskinan yang digunakan pemerintah tergolong rendah. Hal ini menyebabkan penduduk miskin tidak terlindungi oleh program pemerintah, seperti program bantuan sosial. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai, ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia lebih rasional.
Standar garis kemiskinan yang digunakan pemerintah tergolong rendah, sehingga banyak yang tidak terjangkau oleh program pemerintah.
BHIMA YUDHISTIRA, Ekonom Celios
“Yang jelas standar ukuran garis kemiskinan yang digunakan pemerintah tergolong rendah, sehingga banyak yang tidak terjangkau oleh program pemerintah. Artinya, jangankan menuju kemiskinan ekstrem nol persen 2024 untuk mencegah tidak terjadi penambahan penduduk miskin pasca pandemi agak berat,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (10/5/2023).
Bhima menyebut perhitungan ukuran garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia bisa mengubah cara pandang Pemerintah Indonesia terkait penyebaran bantuan sosial. Menurut Bhima, pemerintah harus mengakui jumlah penduduk miskin bukan sekedar 26 juta jiwa, melainkan jauh lebih banyak.

“Sekarang kalau melihat ukuran tersebut dan membandingkan jumlah kelas menengah rentan di Indonesia (115 juta masyarakat) bisa dikategorikan masyarakat miskin baru, ada pembengkakan angka kemiskinan di situ. Ada pertimbangan satu sisi apakah anggaran pemerintah dengan bantuan sosial yang ada sekarang ini mampu mengover bantuan jika garis kemiskinan berubah, seharusnya bisa tapi harus menggeser banyak anggaran lain yang belum prioritas,” ucapnya.
Bhima juga menyinggung adanya tekanan politik di Indonesia. Jika pemerintah menggunakan standar Bank Dunia, maka akan dianggap ada kenaikan angka kemiskinan yang cukup tajam.
“Jadi sebenarnya masalah metodologi garis kemiskinan ini, yang paling penting pemerintah sanggup atau tidak mengalokasikan bantuan sosial lebih besar dan mengakui jumlah orang miskin di Indonesia sangat banyak. Ini membutuhkan kebijakan lintas sektoral untuk menekan angka kemiskinan secepat mungkin,” ucapnya.
Ekonom senior Indef, Drajad Wibowo, turut berpendapat bahwa ukuran garis kemiskinan yang digunakan pemerintah tergolong rendah. Hal ini menimbulkan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin menjadi terlalu rendah. “Penduduk yang seharusnya disebut miskin, jadinya secara statistik tidak disebut miskin,” kata dia.
Akibat standar penggunaan ukuran yang rendah, membuat penyebaran bantuan sosial kepada penduduk miskin tidak merata. “Mereka akhirnya tidak menerima berbagai program bantuan bagi penduduk miskin,” ucapnya.
Penduduk yang seharusnya disebut miskin, jadinya secara statistik tidak disebut miskin.
DRADJAD WIBOWO, Ekonom Indef
Terkait usulan Bank Dunia, Dradjad menilai hal tersebut dapat memperburuk citra ekonomi politik Indonesia. “Sebab, lonjakan jumlah penduduk miskin tersebut bisa mencapai puluhan juta (jika menggunakan usulan ukuran Bank Dunia, Red). Itu memberikan citra ekonomi politik yang buruk bagi Indonesia,” katanya.
Dari sisi lain, usulan Bank Dunia akan memunculkan tekanan ekonomi politik domestik yang menuntut negara membuat program pengentasan kemiskinan bagi penduduk dalam jumlah yang melonjak drastis. “Konsekuensi APBN-nya sangat besar. Itu konsekuensinya jika memakai standar usulan Bank Dunia atau jika angka garis kemiskinan dinaikkan,” ucapnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Selasa (9/5/2023) menyambut baik berbagai usulan dari Bank Dunia dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Hanya saja, Sri Mulyani menilai jika mengubah batas garis kemiskinan 3,2 dolar AS per hari, maka dapat menyebabkan 40 persen masyarakat Indonesia tergolong miskin.
“Ibu Satu Kahkonen katakan dalam pidatonya ketika anda dapat menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol tapi garis kemiskinan anda adalah 1,9 juta dolar AS, anda gunakan tiga dolar AS. Seketika 40 persen kita semua mendadak miskin,” katanya.
Menkeu mengatakan, Pemerintah Indonesia berupaya memperbaiki pengambilan data kemiskinan ekstrem. Sri menegaskan, masing-masing wilayah di Indonesia memiliki struktur harga yang berbeda, sehingga pengeluaran masyarakat dapat hidup berbeda satu dengan yang lain.
Sri mengatakan, kuran batas garis kemiskinan yang dijadikan acuan Bank Dunia harus ditelaah lebih lanjut. Hal ini untuk menyesuaikan kondisi perekonomian domestik. Menurut Sri Mulyani, ukuran batas garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia diberlakukan secara global. “Anda menggunakan tiga dolar AS secara global. Tapi ya, saya akan minta Pak Elan untuk menjawab pertanyaan itu,” ucapnya.
Chief Policy Working Group Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Elan Satriawan mengatakan tidak mempermasalahkan indikator garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia, apalagi sudah digunakan negara-negara berpendapatan menengah. Hanya saja, dia mengingatkan Indonesia juga memerlukan garis kemiskinan sendiri yang bisa mengidentifikasi profil masyarakatnya.
"Indonesia perlu punya national poverty line yang bisa diidentifikasi, mengukur kemiskinan yang lebih baik, konsisten, across region, provinsi maupun kabupaten kota," ucapnya.
Elan juga memastikan, Pemerintah Indonesia tengah berupaya memperbaiki angka garis kemiskinan yang sudah lama digunakan pemerintah, di antaranya melalui pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) oleh Badan Pusat Statistik. Hal itu agar angka garis kemiskinan baru nantinya mencerminkan kondisi masyarakat yang sebenarnya.
Genjot Hilirisasi, Adaro Mineral Kebut Proyek Smelter
Kebutuhan terhadap aluminium akan makin besar.
SELENGKAPNYAYusuf al-‘Azhmah, Pejuang Kemerdekaan Arab
Yusuf al-‘Azhmah merupakan tokoh militer Arab-Suriah yang disegani pada masa perang dunia.
SELENGKAPNYAMuhammad Farid Wajdi, Modernis Islam dari Mesir
Mengikuti Syekh Muhammad Abduh, Muhammad Farid Wajdi turut mengembangkan gagasan modernisme Islam.
SELENGKAPNYA