ILUSTRASI Pada zaman Bani Israil dahulu, terdapat seorang beriman yang hendak menebang pohon yang jadi pusat kemusyrikan. | DOK WIKIPEDIA

Kisah

Ketika Ikhlas tak Lagi Jadi Energi

Inilah kisah tentang seorang yang semula ikhlas, tetapi menjadi lemah karena berubah niatnya.

Inilah kisah yang dapat menjadi pelajaran penting tentang meluruskan niat kebaikan dalam hati. Apabila tidak dilatari intensi demi meraih ridha Allah SWT, sebuah kebajikan dapat menjadi sia-sia belaka.

Pada zaman Bani Israil dahulu, terdapat pasangan suami dan istri yang saleh. Walaupun hidup pas-pasan, mereka selalu berupaya dan bersyukur ke hadirat Illahi.

Namun, pada suatu ketika keduanya dilanda kesukaran ekonomi. Paceklik merundung daerah tempatnya berada.

 
Meskipun hidupnya melarat, Muslim dan Muslimah ini tetap taat bertakwa, menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
 
 

Saking miskinnya, pasangan tersebut kadang mendapati makanan, terkadang pula tidak sama sekali. Meskipun hidupnya melarat, Muslim dan Muslimah ini tetap taat bertakwa, menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

Demi menafkahi keluarga, sang suami akhirnya merantau ke luar kampung halamannya. Dengan penuh doa dan harap, lelaki itu melangkahkan kakinya. Hari demi hari berlalu. Bekal yang ada dikonsumsinya dengan sehemat mungkin.

Maka tibalah ia di sebuah kota yang cukup makmur. Selama beberapa pekan, pria saleh ini mencoba berdagang di pasar setempat. Karena modalnya sedikit, ia pun memperoleh keuntungan yang tidak seberapa. Bahkan, penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari, tidak sempat menyimpan untuk keluarga di rumah.

Pada suatu hari, saat sedang berjalan meninggalkan pasar, tiba-tiba langkahnya terhenti. Lelaki ini melihat di dekatnya ada sekumpulan orang. Mereka, terdiri atas kaum pria dan wanita, sedang mengerubungi sebuah pohon besar.

Merasa penasaran, akhirnya suami saleh tersebut mendekati kerumunan itu. Ternyata, orang-orang menjadikan pohon tersebut sebagai tempat pemujaan. Bahkan, beberapa dari mereka bersujud dan berdoa, seolah-olah pokok tersebut adalah berhala sesembahan.

"Ini syirik! Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah kepada selain Allah," gumamnya dalam hati.

 
Tujuannya adalah menebang pohon yang menjadi objek kemusyrikan warga kampung setempat.
 
 

Ia segera balik kanan ke pasar guna membeli sebilah kapak dengan sedikit uang yang dimilikinya. Setelah itu, dengan bergegas dirinya kembali ke tempat tadi. Tujuannya adalah menebang pohon yang menjadi objek kemusyrikan warga kampung setempat.

Namun, belum sempat kapaknya menghujam pohon besar itu, sang suami melihat sesosok bertubuh tinggi besar dan berkulit legam. Sadarlah ia bahwa makhluk yang sedang dihadapinya adalah Iblis yang menyerupai manusia.

"Hai, apa yang akan kamu lakukan dengan kapak itu?" tanya Iblis.

"Saya akan menebang pohon ini yang disembah-sembah orang banyak. Mereka telah berbuat syirik dengan melakukan perbuatan itu," jawabnya.
  
Mendengar semangat suami yang ahli ibadah itu, Iblis pun melarangnya. Menurut makhluk terkutuk ini, sang pria tidak ada urusannya dengan pohon itu. Mengapa harus ditebang? Bukankah yang terpenting adalah bahwa dirinya tidak ikut-ikutan berbuat syirik seperti mereka?

"Jadi, kamu pergi saja dan kembali bekerja. Yang musyrik adalah masyarakat sini, bukan dirimu," saran Iblis.

"Tidak mau. Kemungkaran mesti diberantas," katanya sembari mendorong Iblis yang berdiri tegak di hadapannya.

"Tunggu sebentar! Jangan teruskan!" kata  iblis mengancam.

Akibat sama-sama bersikeras dan bersitegang, terjadilah perkelahian antara sang suami dan iblis yang menjelma sebagai manusia. Dalam perkelahian itu, iblis kalah. Padahal badannya lebih besar dua kali lipat dari lelaki yang alim itu.

Sambil menahan rasa sakit, iblis memohon-mohon kepada sang lelaki. Bahkan, lisannya berjanji akan memberikan uang emas sebesar empat dinar di bawah sajadah di rumahnya tiap selesai shalat Subuh.

"Aku pasti akan mengirimkan empat dinar yang kuselipkan di bawah sajadah di rumahmu tiap pagi! Itu asalkan engkau urung menebang pohon ini," pinta Iblis.

Mendengar Iblis menyebut-nyebut soal uang, mulai lunturlah tekad si alim tadi. Terlebih, ia teringat keadaan diri dan keluarganya kini yang sangat membutuhkan penghasilan tetap. Hari-hari dilanda serba kesulitan.

Maka, pria ini pun menerima tawaran Iblis yang menggiurkan itu. Ia pikir, uang rutin tiap pagi bisa membantu meringankan beban hidup keluarganya.

Batal

Akhirnya ia benar-benar batal menebang pohon dan pulang ke rumah lalu menceritakan kepada istrinya apa yang terjadi. Benar setelah itu ia mendapati tumpukan uang emas di bawah sajadahnya. Betapa senangnya pasangan tersebut.

Namun, keadaan gembira itu berlangsung hanya sampai hari ketiga. Tepat pada hari keempat, hasilnya nihil. Tidak ada lagi koin-koin emas di balik sajadah tiap bakda subuh. Sadarlah sang suami bahwa Iblis telah ingkar janji.

 
Tepat pada hari keempat, hasilnya nihil. Tidak ada lagi koin-koin emas di balik sajadah tiap bakda subuh. Sadarlah sang suami bahwa Iblis telah ingkar janji.
 
 

Akhirnya, orang alim dan istrinya yang telah kecewa itu memutuskan akan menebang pohon besar tersebut pada hari itu juga. Setelah berjalan, sampailah mereka di tujuan.

Namun, di depan pohon besar ini, si pria dan istrinya bertemu dengan Iblis yang sama. Maka, sang suami berduel lagi dengan makhluk laknat itu.

Berbeda dengan yang sudah-sudah, kali ini orang alim itu mengalami kalah. Sembari menahan rasa sakit, sang suami saleh itu berkata, "Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya? Padahal, dulu engkau tidak berdaya sama sekali," katanya sambil nafasnya tersengal-sengal.

Iblis langsung tertawa terbahak-bahak. Dengan nada angkuh, makhluk ini menjawab, "Tentu saja! Engkau dahulu menang karena waktu itu engkau sampai ke sini untuk menebang pohon ini karena Allah, lillahi Ta'ala."

"Bahkan," lanjut Iblis, "kalaupun pada saat itu aku mengumpulkan seluruh kawan-kawanku untuk menghadapimu, pasti tidak akan bisa. Mesti engkau tetap mampu mengalahkan kami. Keikhlasanmu dalam berbuat menentang kemusyrikan--itulah yang sukar kami kalahkan."

 
Keikhlasanmu dalam berbuat menentang kemusyrikan itulah yang sukar kami kalahkan.
 
 

"Akan tetapi, untuk hari ini," sambung Iblis lagi, "meskipun kamu mengeluarkan segala kemampuan, tetap tidak akan bisa menang. Sebab, kamu datang ke sini karena kesal terhadapku yang tidak lagi mengirimkan uang sogokan. Karena itu, lebih baik kamu dan istrimu pulang saja! Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu!"

Mendengar perkataan Iblis, orang alim tadi termangu-mangu. Sang istri pun tertunduk lemas. Keduanya merasa bersalah. Sebab, niatnya memang sudah tidak ikhlas karena Allah lagi.

Dengan penuh peluh, keduanya pulang ke rumah. Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu. Sadar bahwa perjuangannya yang sekarang tanpa disertai keikhlasan.

Tarawih Malam Pertama di Masjid Bersejarah Haghia Sophia

Masjid Haghia Sophia menjadi saksi pasang surut pemerintahan dan sentimen terhadap Islam di Turki.

SELENGKAPNYA

Sejarah Panjang dan Khasiat Menyehatkan Sebutir Kurma

Umat Muslim tak disarankan untuk mengonsumsi kurma secara berlebih saat sahur atau berbuka puasa.

SELENGKAPNYA

Fatimah binti Al Mudzir, Ulama Hadis yang Jadi Guru Suami

Hadis yang diriwayatkan Abu Al Mundzir sebagian besar merupakan hadis dari Fatimah

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya