Sejumlah massa aksi memperlihatkan koin saat unjuk rasa di depan Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (3/3/2023). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Mahfud Sebut Dana Transaksi Mencurigakan Kemenkeu Bertambah

Dana mencurigakan di Kemenkeu kini mencapai Rp 349 triliun.

JAKARTA -- Kisah pengungkapan sebanyak Rp 300 triliun dana mencurigakan di Kementerian Keuangan atau Kemenkeu jauh dari selesai. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali baku balas keterangan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soal dana tersebut.

Pada Senin (20/3), Mahfud MD justru menaikkan jumlah uang terkait transaksi keuangan mencurigakan itu. Jika sebelumnya ia mengatakan sejumlah Rp 300 triliun, kini angkanya mencapai Rp 349 triliun.

Menko Polhukam juga kembali menekankan bahwa transaksi janggal itu merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan pegawai Kemenkeu bersama eksternal Kemenkeu. Ia mengendus kecurigaan di balik transaksi mencurigakan itu.

"Yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan, saya waktu itu sebut Rp 300 triliun. Setelah diteliti lagi, transaksi mencurigakan lebih dari itu, yaitu Rp 349 triliun," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam pada Senin (20/3).

"Saudara harus tahu bahwa TPPU itu sering jadi besar karena itu menyangkut kerja intelijen keuangan," ujar dia.

Mahfud juga menerangkan bahwa uang itu disebut mencurigakan karena terlihat ditransfer berulang kali. Ia mencontohkan, ada sejumlah uang yang berpindah tangan 10 kali, sedangkan untuk dibilang mencurigakan biasanya hanya dua atau tiga kali perputarannya.

"Misal saya kirim ke Ivan (Kepala PPATK Ivan Yustiavandana --Red), Ivan kirim ke sekretarisnya, sekretarisnya kirim ke saya lagi," ujarnya.

Namun, Mahfud menilai transaksi itu bukan tergolong korupsi. "Bukan laporan korupsi, tapi TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan," lanjut eks ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Oleh karena itu, Mahfud meminta publik tak menaruh prasangka buruk bahwa Kemenkeu melakukan korupsi sampai ratusan triliun. Sebab, menurut dia, dugaan kejahatan yang terjadi ialah TPPU yang juga melibatkan pihak eksternal Kemenkeu.

photo
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan mengenai dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu, di kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). - (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

"Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan dunia luar, orang yang banyak melibatkan sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," ujar Mahfud.

Mahfud juga menjamin Kemenkeu bakal menindaklanjuti laporan hasil analisis dugaan TPPU, apalagi kalau nantinya ada unsur pidana atas temuan transaksi janggal itu. "Apabila nanti dari laporan pencucian uang ditemukan tindak pidana maka akan ditindaklanjuti proses hukum," tutur Mahfud.

Mahfud melontarkan pernyataan itu seusai bertemu Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (20/3) siang. Ia mengapresiasi kinerja intelijen keuangan Tanah Air karena menemukan kejanggalan ini.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berdalih bahwa transaksi mencurigakan itu bukanlah total transaksi mencurigakan yang dilakukan anak buahnya. Sri menjelaskan, Kemenkeu mendapatkan surat pertama kali dari PPATK pada 7 Maret 2023. Isinya berisi 196 surat PPATK kepada inspektur jenderal (irjen) Kemenkeu dari periode 2009-2023.

photo
Kotak Pandora Kasus RAT - (Repubika)

"Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi, hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama yang ditulis PPATK, dan kemudian tindak lanjuti Kemenkeu," kata Sri kepada wartawan di Kemenko Polhukam pada Senin (20/3).

Sri menjamin surat PPATK itu sudah ditindak oleh Kemenkeu. Mereka yang terbukti bersalah sudah diganjar sanksi. "Terhadap surat tersebut, irjen Kemenkeu sudah lakukan semua langkah dari dulu Gayus (Tambunan) sampai sekarang. Ada yang sudah kena sanksi, penjara, turun pangkat," kata Sri.

Sri mendadak heran ketika muncul pernyataan dari PPATK mengenai angka transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Padahal, ia belum menerima surat PPATK berkaitan dengan hal itu hingga Sabtu (11/3). Beberapa hari berselang, Sri baru mendapatkan informasi resmi dari PPATK dengan angka yang lebih fantastis, hingga 349 triliun.

"Pak Ivan (kepala PPATK --Red) baru kirim pada 13 Maret. Kami terima surat kedua. Isinya 46 halaman rekapitulasi data hasil analisis dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan tugas dan fungsi untuk Kemenkeu periode 2009-2023. Lampirannya 300 surat dengan nilai transaksi 349 triliun," ucap Sri.

Selanjutnya, Sri menerangkan, dari 300 surat itu berisi 65 surat transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada pegawai Kemenkeu di dalamnya. Meski demikian, PPATK tetap meneruskan laporan itu ke Kemenkeu karena berkaitan dengan tugas dan fungsi Kemenkeu di bidang ekspor dan impor.

"(Sebanyak) 65 surat itu nilainya 253 triliun. Artinya, PPATK menengarai ada transaksi di dalam perekonomian, entah itu perdagangan, pergantian properti yang mencurigakan, kemudian dikirim ke kami untuk mem-follow up sesuai tugas dan fungsi kita," ujar Sri.

Berikutnya, 99 surat adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksi 74 triliun. "Sedangkan, 135 surat dari PPATK yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu nilainya jauh lebih kecil (Rp 22 triliun, Red)," ujar Sri.

Pembahasan

Komisi III DPR menyatakan akan membahas transaksi mencurigakan sebesar Rp 300-an triliun di tubuh Kemenkeu dalam rapat kerja bersama PPATK, Selasa (21/3). Anggota Komisi III, Arsul Sani, mengatakan bahwa rapat kerja itu sedianya dijadwalkan pada hari Senin ini dan menghadirkan Mahfud MD. Akan tetapi, Mahfud berhalangan sehingga pembahasan ditunda.

photo
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana bersama Menko Polhukam Mahfud MD dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan pers mengenai kasus korupsi di Papua, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022). - (Republika/Prayogi)

"Ternyata besok itu Pak Menko Polhukam mendampingi Presiden ke Papua sehingga kami putuskan rapat kerja dengan PPATK dahulu. Nanti baru kami arrange (atur, Red) jadwal dengan Pak Menko Polhukam. Enggak masalah," kata Arsul saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.

Arsul menegaskan, Komisi III tidak mempermasalahkan perselisihan jadwal tersebut, apalagi komisi masih bisa melakukan pembahasan dalam rapat kerja dengan PPATK dan itu tidak terbatas pada isu transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di Kemenkeu saja.

"Ada juga yang lain, misalnya sekian ratus triliun rupiah dana terkait lingkungan hidup yang diduga mengalir juga ke partai politik. Itu akan kami klarifikasi juga," ujarnya. Politikus yang juga menjabat sebagai wakil ketua MPR tersebut menambahkan, parlemen berkepentingan untuk mencari jalan terang dari isu yang telanjur liar dan mengambang di tengah masyarakat.

Suap berulang di Ditjen pajak - (Republika)  ​

"Banyak selama ini wah-nya itu 'kan hanya di ruang publik, di media, tetapi kemudian settlement-nya (penuntasan, Red) enggak jelas gitu lho. Itu yang kami enggak mau di DPR, apalagi kalau itu menyangkut partai politik," kata Arsul.

Rapat kerja yang menghadirkan Menko Polhukam Mahfud MD, menurut Arsul, baru dapat dilakukan pada pekan depan karena jadwal Komisi III DPR untuk pekan ini sudah padat. "Karena minggu ini Komisi III ada fit and proper test calon hakim agung," ujarnya.

Transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di tubuh Kemenkeu dalam rentang waktu 2009-2023 pertama kali dikemukakan oleh Menko Polhukam pada 8 Maret 2023 sebagai temuan dari PPATK. Pada 10 Maret 2023, Mahfud menyatakan bahwa transaksi tersebut bukan korupsi, melainkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan melibatkan sekitar 467 pegawai di tubuh Kemenkeu.

photo
Menko Polhukam Mahfud Md berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto sebelum mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Rabu (15/2/2023). - (Republika/Prayogi.)

Pada 14 Maret 2023, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa temuan tersebut merupakan angka yang berkaitan dengan pidana asal kepabeanan maupun perpajakan yang ditangani Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.

Selanjutnya, pada Kamis (16/3) di Melbourne, Australia, Mahfud menyatakan akan menemui kembali Menkeu Sri Mulyani Indrawati untuk memperjelas persoalan seputar transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu yang menjadi perbincangan publik dalam beberapa pekan terakhir.

Ummu Syarik, Pertaruhkan Nyawa demi Akidah

Ia mengambil risiko dengan menyebarkan dakwah di tengah kaum Quraisy

SELENGKAPNYA

Paris, Kota Romantis yang kini Berbau Busuk

Presiden Macron terancam mosi tidak percaya.

SELENGKAPNYA

Divonis ICC, Putin Justru Jalan-Jalan ke Wilayah Pendudukan

Mariupol adalah salah satu kota pertama Ukraina yang direbut Rusia.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya