
Refleksi
Mitos, Ideologi, dan Ilmu (I)
Di Indonesia ada mitos lama, ada mitos baru, dan ada mitos kontemporer.
Oleh KUNTOWIJOYO
Knowledge is Power (Michel Foucault). Sejarah kesadaran keagamaan umat Islam Indonesia ini sudah pernah saya kemukakan pada 1985. Pada tahun itu periodisasi sejarah kesadaran keagamaan umat yang mutakhir ke dalam Periode Ilmu masih merupakan intuisi dan prediksi sejarawan berdasarkan kesadaran tentang waktu, proses, perkembangan, dan perubahan.
Kata Marc Bloch, sejarah adalah a science of human evolution. Sekarang, ada alasan kuat untuk mengemukakannya kembali.
Pada 2001 ini periode mutakhir itu sudah menjadi kenyataan: Periode Ilmu sudah dicapai. Pencapaian Periode Ilmu itu disebabkan oleh mobilitas sosial secara individual, perkembangan sejarah umat Islam Indonesia sendiri, dan karena hubungan internasional umat melalui penerbitan serta hubungan institusional.
Artikel ini terpengaruh oleh Hukum Tiga Tingkatan yang di antaranya dipakai oleh Auguste Comte (1798-1857) untuk mendefinisikan bahwa evolusi pemikiran manusia itu mengalami tiga tingkat, yaitu teologis, metafisis, dan positif.
Karenanya, kita pun akan membagi tingkat itu menjadi tiga, yaitu mitos, ideologi, dan ilmu. Kita akan menghubungkan mitos dengan petani, ideologi dengan kaum terpelajar, dan ilmu dengan kelompok profesional.
Ketika umat Islam mengalami mobilitas sosial, berubahlah alam pikirannya. Mobilitas sosial pasti disertai mobilitas kultural, cepat atau lambat.
Periode Mitos
Periode ini berlangsung sebelum dan pada abad ke-19 serta awal abad ke-20. Bahkan, tanda-tanda periode ini masih akan ditemukan sisa-sisanya selama masih ada petani. Mitos adalah 'suatu konsep tentang kenyataan yang mengandaikan bahwa dunia pengalaman kita sehari-hari ini terus-menerus disusupi oleh kekuatan-kekuatan yang keramat', demikian kata Berger dan Luckmann.
Mitos adalah juga salah satu bentuk kebudayaan, yang menurut Ernst Cassirer adalah agama, filsafat, seni, ilmu, mitos, sejarah, dan bahasa. Dalam sejarah Indonesia mitos jauh lebih tua umurnya daripada sejarah.
Cerita dan tokoh wayang adalah mitos murni, sedangkan kisah dan tokoh para wali adalah mitos bercampur sejarah. Hikayat, tambo, dan babad berisi mitos. Bahkan, buku Sejarah Melayu juga berisi mitos itu, sekalipun memakai nama 'sejarah'. Tidak seperti sejarah yang berdasar kebenaran fakta, kisah dalam mitos juga berdasar fakta tetapi selalu disamarkan.
Di Indonesia ada mitos lama, ada mitos baru, dan ada mitos kontemporer.
Di Indonesia ada mitos lama, ada mitos baru, dan ada mitos kontemporer. Mitos lama itu yang kebanyakan berupa legitimasi, seperti misalnya 'raja-raja adalah turunan para nabi dan dewa', 'raja adalah titisan dewa', 'raja mendapat pulung kerajaan', dan 'raja mempunyai wahyu nurbuwat yang memberi hak memerintah.
Ada lagi mitos yang mengungkapkan pandangan hidup, seperti misalnya ruwatan untuk wong sukerta (orang kotor), raksasa makan bulan waktu gerhana, larangan dan sanksi, dan bermacam keharusan.
Penjajah menambah mitos tentang 'pribumi yang malas', 'pribumi dapat hidup dengan sebenggol (dua setengah sen), dan 'pribumi yang suka memberontak'. Mitos baru yang biasanya berupa mitos politik, seperti misalnya 'Belanda dikalahkan jago kate bersenjata tebu wulung', 'Jepang memerintah seumur jagung', 'Noyogenggong dan Sabdopalon akan kembali setelah 500 tahun menghilang', 'gemah ripah loh jinawi kartoraharjo', 'Indonesia dijajah 350 tahun',
'Indonesia Raya', '6.000 tahun Sang Merah Putih', 'Pancasila Sakti', 'Sang Saka yang keramat', dan 'pemimpin itu selalu benar'. Mitos kontemporer kebanyakan bersifat komersial, seperti 'keperkasaan pria', 'ramuan Madura', 'kelangsingan tubuh', 'hotel berbintang', 'kebugaran tubuh', 'kualitas ekspor', 'sepak bola', dan 'tinju dunia'.
Kita lihat bahwa komersialisasi mitos kontemporer itu kebanyakan terjadi setelah ada budaya massa. Dari macam-macam mitos, akan jelas bahwa mitos bukan khas milik petani, dan bukan milik satu kebudayaan saja. Namun ada yang sama di antara mitos-mitos itu. Mitos-mitos itu menurut George Sorel sebagaimana dituturkan kembali oleh Ben Halpern adalah diantaranya bersifat irasional.
Kita lihat bahwa komersialisasi mitos kontemporer itu kebanyakan terjadi setelah ada budaya massa.
Di masa lalu petani selalu tertekan, selalu ada di lapis terbawah dalam hierarki kekuasaan, baik kekuasaan pribumi maupun Belanda. Maka petani secara irasional mengharapkan datangnya Ratu Adil alias Imam Mahdi alias Herucakra yang akan membebaskan mereka dan menjadikan mereka hidup dalam tatanan dunia yang lebih baik.
Maka, di bawah ini akan diberikan tiga contoh gerakan sosial berdasar mitos. Satu tentang Ratu Adil abad ke-19, satu dari pergantian abad ke-20, satu lagi dari awal abad ke-20.
Pada 1871 ada gerakan Ratu Adil dipimpin oleh Achmad Ngisa di Banyumas. Ia meramalkan bahwa Pangeran Erucakra akan datang, lengkap dengan tentaranya berupa hantu, lelembut, dan binatang beracun. Herucakara akan memimpin perlawanan terhadap pemerintahan asing, mengusir orang-orang asing dari negeri ini, dan memperbolehkan mereka kembali dengan syarat masuk Islam dan membatasi diri dalam perdagangan.
Setelah orang asing terusir, akan muncul tiga orang raja; satu dari Majapahit, satu dari Pajajaran, dan satu lagi dari Kalisalak (Pekalongan). Pada 1904 ada Peristiwa Kasan Mukmin di Sidoharjo. Ia mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi.
Ia seorang pengikut tarekat Naqsyabandiyah, tidak mempunyai langgar sendiri, tetapi mengajarkan ngelmu-nya secara rahasia. Murid-muridnya percaya bahwa ia sanggup menghadapi musuhnya sendirian, sebab mempunyai keris yang dapat berputar-putar di udara.
Pengikut-pengikutnya dengan senang ikut pemberontakan karena dijanjikan surga. Ia memimpin zikir dan membagikan air zamzam sebelum berperang pada 27 Mei 1904, bertepatan dengan hari Garebeg Mulud.
Akibat dari perang itu 40 orang meninggal, 20 luka-luka, dan 83 ditawan. Pada 1920 terdapat gerakan Imam Mahdi di Gombong yang dipimpin oleh Raden Mashadi alias Gusti Ahmad. Tetapi, ia dipenjarakan sebelum sempat melakukan perlawanan.
Periode mitos dapat dikatakan sudah berakhir menjelang abad ke-20.
Periode mitos dapat dikatakan sudah berakhir menjelang abad ke-20. Namun, mitos-mitos masih ada sepanjang abad ke-20, bahkan pada awal abad ke-21 ini sebagai kebudayaan yang ketinggalan zaman (cultural lag). Kerusuhan berupa penutupan jalan dengan penebangan pohon-pohon di tepinya, pengrusakan sarana-sarana pendidikan dan ibadah, dan pembakaran kantor sebuah partai yang terjadi pada Mei 2001 di Jawa Timur menunjukkan bahwa sekalipun periode mitos sudah berakhir, tetapi mitos-mitos masih hidup.
Setidaknya ada dua ciri mitos yang muncul, yaitu irasionalitas dan adanya pemujaan terhadap Ratu Adil. Mitos itu dilengkapi dengan pasukan berani mati, olah kanuragan, dan pimpinan keagamaan.
Setidaknya ada dua ciri mitos yang muncul, yaitu irasionalitas dan adanya pemujaan terhadap Ratu Adil.
Kata orang pandai, tidak ada yang tidak berubah di bawah kolong langit kecuali perubahan itu sendiri. Maka, perubahan-perubahan akan terus terjadi. Petani akan jadi farmer, artinya petani yang berkebudayaan kolektif akan menjadi petani yang berkebudayaan individual, petani jadi petani-pengusaha.
Petani yang semula hanya anut grubjuk dan tidak berani berbeda dengan tetangganya sesama petani akan jadi petani yang mandiri. Tanda-tanda ke arah itu sudah sejak lama tampak. Banyak petani yang menanami tanahnya dengan hortikultura berbeda dengan petani lain yang menanam padi secara monokultur.
Desa sosial akan jadi desa ekonomi, artinya desa-desa yang semula adalah suatu closed corporate community, desa tertutup, yang anggotanya memelihara satuan sosial desa dengan bermacam upacara, saling kenal, dan kerja sama, akan menjadi desa terbuka di mana anggota-anggotanya hanya melihat desa sebagai satuan administratif.
Dalam desa ekonomi sambatan dan gotong-royong hilang, karena jika dihitung-hitung lebih ekonomis mempekerjakan tenaga kerja upahan yang profesional. Orang hidup di desa, tapi tidak lagi menjadi bagian desa, orang lebih sebagai bagian dari kelas, pekerjaan, dan hobinya. Agriculture menjadi agro-business, artinya petani yang semula menanam untuk konsumsi sendiri menjadi petani yang menanam untuk pasar.
Ia menanam apa yang laku di pasar, yang menguntungkan, bukan menanam untuk cadangan makan keluarga. Untuk makan keluarga, ia dapat membelinya di pasar. Dalam kondisi semacam itu sebenarnya mitos-mitos akan hilang, tetapi kesadaran lebih lamban perubahannya daripada perubahan fisik.
Dalam desa ekonomi sambatan dan gotong-royong hilang, karena jika dihitung-hitung lebih ekonomis mempekerjakan tenaga kerja upahan yang profesional.
Periode Ideologi
Baru saja dikemukakan bahwa tidak ada yang tidak berubah dalam sejarah, kecuali perubahan itu sendiri. Tetapi supaya ada perubahan, sejarah perlu punya kekuatan sejarah. Kekuatan sejarah itu dalam periode ideologi dan dalam periode ilmu yang terpenting ialah adanya mobilitas sosial atau tepatnya mobilitas sosial ke atas (vertical social mobility), menyusul itu ialah adanya pribadi kreatif (creative personality) dan minoritas kreatif (creative minority) sebagai inisiatornya. Keduanyalah yang akan diikuti oleh massa.
Dalam periode ideologi ini terdapat perpindahan lokasi gerakan Islam, yaitu dari desa ke kota. Demikian pula kepemimpinan sosialnya, dari seorang ulama ke orang biasa. Pada 1911 berdirilah di Laweyan, sebuah kecamatan di kota Solo yang menjadi pusat perdagangan batik sehingga mengalami mobilitas sosial ke atas, yaitu Sarekat Islam (SI).
Gerakan itu tidak lagi dipimpin oleh elite desa (ulama, tokoh kharismatis, kiai) tetapi oleh elite kota (orang biasa, pedagang), Haji Samanhudi, seorang pribadi kreatif awam.
Adapun minoritas kreatifnya ialah Mas Marco, HM Bakrie, H Hizyam Zainie, dan sebagainya. Tetapi, perpindahan lokasi dan kepemimpinan sosial itu tidak serta-merta menjadi perubahan dalam alam pikiran umat. Masih ada sumpah, tetapi kalau dulu orang bersumpah setia hanya pada pemimpin, sekarang orang bersumpah setia pada organisasi dan pimpinan.
Sumpah masih diperlukan, sebab pengikut SI adalah priyayi rendah, pedagang, dan petani yang bodoh. Perkembangan SI mengagumkan. Hanya dalam waktu setengah tahun telah terdaftar 20 ribu orang.
Baru saja dikemukakan bahwa tidak ada yang tidak berubah dalam sejarah, kecuali perubahan itu sendiri.
Cepatnya perkembangan SI itu disebabkan oleh empat hal, yaitu SI mewakili wong cilik, SI adalah gerakan Ratu Adil, SI mendapat restu dari Sunan, dan SI adalah organisasi Islam. SI sungguh mewakili wong cilik, karena sudah ada organisasi priyayi, yaitu Budi Utomo.
SI dipersangkakan sebagai gerakan Ratu Adil, karena pengikutnya mempunyai harapan milenaristis. SI mendapat restu dari Sunan, karena puteranya, Pangeran Hangabehi, di kemudian hari diangkat jadi Penasihat SI. Sebagai organisasi Islam, karena SI-lah organisasi pertama yang memakai nama Islam. Voluntary association Islam itu merupakan loncatan sejarah, karena sebelumnya semua gerakan Islam selalu bertumpu pada orang.
Disadur dari Harian Republika edisi 27 Agustus 2001. Kuntowijoyo (1943-2005) adalah guru besar UGM Yogyakarta. Ia salah satu cendekiawan Muslim paling berpengaruh di Indonesia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Delapan Adab Berpuasa Ramadhan
Hendaklah orang yang berpuasa berniat untuk mencari ridha Allah SWT.
SELENGKAPNYAIstri tak Perawan, Bolehkah Dicerai?
Keperawanan tidak termasuk alasan diperbolehkannya gugat cerai dari suami atau istri.
SELENGKAPNYA