Opini
Mengenal Diffuse Axonal Injury, Cedera yang Dialami David
Studi epidemiologis menunjukkan adanya peningkatan insiden cedera otak di negara berkembang.
ROHADI; Ketua IDI Wilayah NTB, Ketua BSMI NTB, Dokter Spesialis Bedah Saraf
Belum lama ini terjadi kasus pemukulan terhadap korban David Latumahina, anak dari pengurus GP Anshor, oleh pelaku Mario Dandy Satrio, anak eks pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Akibat dari pemukulan dan penganiayaan itu, korban mengalami cedera serius.
Cedera yang dialami adalah cedera otak serius yang mengakibatkan korban koma dan dalam perawatan intensif di rumah sakit. Berbagai sumber di media sosial dan lain-lain menyebutkan korban mengalami diffuse axonal injury (DAI).
Sebagai seorang ahli bedah saraf, saya akan menjelaskan tentang diffuse axonal injury. Penjelasan tentang diffuse axonal injury bertujuan untuk menjelaskan kepada masyarakat awam apa dan bagaimana DAI itu.
Cedera otak penyumbang tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada semua rentang usia. Sebuah studi menunjukkan bahwa dalam 30 tahun terakhir, belum ada penurunan angka morbiditas maupun mortalitas pada cedera otak berat. Insiden cedera otak terus meningkat di negara berkembang dan memicu kerugian finansial akibat berkurangnya penduduk usia produktif.
Sebuah studi menunjukkan bahwa dalam 30 tahun terakhir, belum ada penurunan angka morbiditas maupun mortalitas pada cedera otak berat.
Cedera otak dapat memberikan efek iskemia, hipoksia, maupun kenaikan tekanan intrakranial. Cedera otak traumatik adalah kasus yang banyak terjadi dan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia.
Diffuse axonal injury (DAI) termasuk dalam klasifikasi cedera otak. DAI merupakan cedera otak traumatis (TBI) yang diakibatkan oleh cedera tumpul pada otak. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan bahwa lebih dari 1,5 juta kasus cedera otak traumatis terlaporkan setiap tahun di Amerika Serikat. DAI memengaruhi white matter di otak.
Secara klinis, DAI menunjukkan adanya disfungsi neurologis. DAI dikategorikan sebagai cedera otak yang berat dengan GCS (glasgow coma scale) kurang dari 8. DAI itu sendiri merupakan suatu diagnosis klinis yang sering dipakai jika tingkat kesadaran yang dinilai kurang dari 8 dengan tanpa adanya kelainan dari hasil radiologis CT scan.
Studi epidemiologis menunjukkan adanya peningkatan insiden cedera otak di negara berkembang. Di India, insidensi cedera otak jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara maju seperti AS, Inggris, atau Jepang. Persentase jumlah kejadian cedera otak pediatri adalah 25 hingga 30 persen dari semua korban cedera otak.
Tingginya angka mortalitas dan morbiditas karena cedera otak menelan biaya lebih dari 5.000 miliar dolar AS per tahunnya, belum termasuk biaya rehabilitasi. Insiden dari DAI sampai saat ini masih belum diketahui, tapi diperkirakan 10 persen pasien dengan cedera otak traumatis mengalami DAI.
Penyebab tersering DAI meliputi kecelakaan bermotor dan benturan yang keras pada daerah kepala selain dari kecelakaan bermotor. Mekanisme terjadinya DAI adalah adanya gaya akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan gaya shearing force atau gaya geser pada substansia alba dan grisea dari otak.
Penyebab tersering DAI meliputi kecelakaan bermotor dan benturan yang keras pada daerah kepala selain dari kecelakaan bermotor.
Substansia alba dari otak terdiri atas axon dan traktus-traktus penting dalam otak. Pada pemeriksaan mikroskopis pasien dengan DAI, akan terlihat kerusakan dari axon otak, korpus kalosum, dan batang otak.
Akibat primer dari DAI menyebabkan diskoneksi atau malafungsi dari interkoneksi neuron. Hal itu memengaruhi banyak area fungsional otak. Pasien dengan DAI tampak dengan defisit neurologis bilateral yang sering memengaruhi white matter dari area frontal dan temporal, korpus kalosum, dan batang otak. Klasifikasi DAI menurut klasifikasi ADAM berdasar patofisiologi lesi dari white matter dan manifestasi klinis yang muncul.
Klasifikasi ADAM
• Grade 1: DAI ringan dengan kerusakan white matter di korteks serebri, korpus kalosum, dan batang otak secara mikroskopis.
• Grade 2: DAI sedang dengan lesi fokal pada korpus kalosum.
• Grade 3: DAI berat dengan temuan seperti grade 2 dengan lesi fokal pada batang otak.
Diffuse axonal injury merupakan suatu diagnosis klinis. Dikatakan suatu DAI jika GCS pasien kurang dari 8 lebih dari enam jam. Manifestasi klinis pasien dengan DAI bergantung pada beratnya cedera axonal yang terjadi. Sebagai contoh, gejala ringan yang muncul adalah nyeri kepala, kebingungan, mual muntah, dan tampak lelah.
Namun, jika pasien dengan DAI derajat berat klinis, yang didapatkan berupa penurunan kesadaran dan bisa sampai vegetative state. Sejumlah kecil dari DAI derajat berat ada yang kembali pulih sadar pada tahun pertama setelah cedera.
Penegakan diagnosis secara definitif dari DAI adalah pemeriksaan patologi anatomi post-mortem. Namun, DAI juga ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan radiografi berupa CT scan atau MRI. Di mana pasien dengan penurunan kesadaran dengan GCS kurang dari 8 lebih dari enam jam dengan tidak ditemukan kelainan yang berat pada CT scan kepala yang menjadi penyebab rendahnya GCS yang ditemukan pada pasien.
Secara radiologi, dengan CT scan kepala, ditemukan perdarahan kecil (punctate) pada white matter bisa menjadi indikasi suatu DAI. Dengan kemajuan teknologi pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI), khususnya diffuse tensor imaging (DTI), bisa menegakkan diagnosis dari suatu DAI.
Laporan terbaru menyarankan acute gradient-recalled echo (GRD) MRI mampu mendeteksi DAI grade 3. Pemeriksaan ini bisa menjadi alat diagnostik yang bagus untuk DAI.
Tata laksana pasien dengan DAI adalah mencegah cedera otak sekunder dan segera diberikan penanganan rehabilitasi medis.
Tata laksana pasien dengan DAI adalah mencegah cedera otak sekunder dan segera diberikan penanganan rehabilitasi medis. Cedera otak sekunder akibat suatu trauma kepala dapat meningkatkan mortalitas pasien.
Cedera otak sekunder yang harus dicegah meliputi hipotensi, hipoksia, edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial. Tata laksana prioritas pada cedera otak traumatis berfokus pada resusitasi, stabilisasi, hemodinamik.
Monitoring tekanan intrakranial diindikasikan pada pasien dengan GCS di bawah 8 dan harus dengan pengawasan dan konsultasi seorang ahli bedah saraf.
Oksigenasi yang baik serta pemberian antinyeri yang optimal juga menjadi hal penting dalam penanganan cedera otak berat. Secara lengkap, tujuan dari tata laksana pasien dengan DAI adalah terapi suportif dan mencegah cedera otak sekunder yang bisa mengancam nyawa.
Pada akhirnya, menjadi sebuah pembelajaran bahwa cedera otak tidak boleh dianggap ringan dan tidak berbahaya. Pencegahan dengan patuh terhadap undang-undang yang telah dibuat negara demi kemaslahatan warga negaranya adalah langkah tepat. Pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan diberikan sesuai bukti yang didapat dan sesuai hasil sidang pengadilan yang adil.
Harga Nyicil Lebih Besar daripada Tunai
Apa dalil harga cicilan itu lebih besar daripada harga dengan pembayaran tunai.
SELENGKAPNYAKeagungan Peristiwa Isra
Yang ingin digambarkan dalam surah ini adalah dimensi isra Rasulullah SAW.
SELENGKAPNYA