Muhammad Salis Yuniardi, PhD., Dekan Fakultas Psikologi UMM. | DOK IST

Hiwar

Cegah Kenakalan Remaja dengan Efektif

Menurut M Salis Yuniardi PhD, kenakalan remaja mesti dilihat secara komprehensif.

Kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang menjadi masalah di tengah masyarakat. Berdasarkan berbagai penelitian yang ada, persoalan yang diistilahkan sebagai juvenile deliquency itu sering pula dikaitkan dengan kondisi sosial-ekonomi keluarga tempat pelakunya berasal.

Menurut Muhammad Salis Yuniardi PhD, kenakalan remaja terjadi ketika seorang anak atau remaja menunjukkan perilaku-perilaku antisosial. Bahkan, lanjut anggota Dewan Pakar Asosiasi Psikologi Islam Jawa Timur ini, juvenile deliquency dapat mengarah pada pelanggaran hukum. Maka dari itu, pelbagai unsur masyarakat, termasuk lembaga-lembaga pendidikan, sesungguhnya berperan mencegah hal itu berkembang.

"Sekolah juga tidak beda dengan orang tua, harus seimbang antara tuntutan dan dukungan," ujar Wakil Ketua Ikatan Psikologi Klinis-Himpunan Psikologi Indonesia (IPK-HIMPSI) ini.

Kemudian, bagaimana kenakalan remaja dilihat dari perspektif psikologi? Apa saja faktor yang membuat seorang remaja cenderung melakukan perbuatan itu? Seperti apa bentuk-bentuk pencegahan yang efektif dan komprehensif?

Untuk menjawabnya, berikut ini hasil wawancara wartawan Republika, Muhyiddin, bersama Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang juga alumnus Newcastle University ini. Bincang-bincang berlangsung beberapa waktu lalu via telepon.

Bagaimana definisi kenakalan remaja menurut psikologi?

Kenakalan remaja atau juvenile deliquency (JD) adalah ketika seorang anak atau remaja, khususnya yang berada di bawah usia 18 tahun, menunjukkan perilaku antisosial yang bahkan mengarah pada pelanggaran hukum.

Kita perlu berhati-hati sebelum menetapkan perilaku seorang anak atau remaja sebagai bentuk JD. Harus dilihat dulu melalui pemeriksaan diagnosis, adakah faktor gangguan neurodevelopmental disorder, semacam intellectual disabililty (ID), autism, atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), yang melatarbelakangi.

Contohnya, seorang penderita intellectual disabililty bisa saja melakukan perilaku melanggar norma sosial. Namun, hal itu lebih disebabkan kapasitas pemahamannya yang kurang. Begitu pula dengan anak ADHD. Seringkali, penderitanya dianggap anak nakal, padahal lebih karena persoalan perkembangan saraf sehingga ia menjadi super aktif--misal, ketika di kelas tidak bisa diam. Hal-hal seperti ini tentunya tidak bisa dikatakan kenakalan remaja.

Kemudian, dalam asesmen kita juga perlu melihat, apakah perilaku itu bentuk kenakalan remaja atau sebenarnya sudah mengarah pada conduct disorder (CD), yang ditandai perilaku antisosial sudah sangat berulang dan bahkan mengarah pada kriminalitas. Jika CD yang terjadi, perlu penanganan lebih intensif atau psikoterapi.

Intinya, perilaku nakal itu masih dalam batas kewajaran. Namun, kenakalan remaja atau JD itu di luar batas kewajaran dan sudah mengarah pada pelanggaran hukum. Cukup sering, tetapi belum dapat dikatakan menetap. Kalau conduct disorder, sudah melanggar hukum, berulang dan menetap.

Apa saja kondisi atau faktor yang membuat seorang remaja cenderung melakukan kenakalan (JD)?

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi dari internal diri. Contohnya, dorongan agresi yang besar, konsep diri yang negatif, dan sebagainya. Namun, faktor-faktor yang mempengaruhi juga terjadi dari eksternal diri, seperti pola asuh dari keluarga, lingkungan masyarakat yang buruk, faktor ekonomi, dan sebagainya.

Jika kita berbicara tentang anak atau remaja, faktor keluarga sangat berperan. Keluarga dengan pola asuh yang otoriter, penuh kekerasan, mengabaikan, atau terlalu memanjakan--misalnya--itu menjadi beberapa penyebab JD. 

Dalam salah satu penelitian, saya menemukan, anak atau remaja laki-laki dengan masalah perilaku antisosial bisa jadi dekat atau tidak dekat dengan ibunya. Namun, semua subjek penelitian saya itu ternyata tidak dekat dengan ayahnya. Bahkan, mereka memiliki konsepsi negatif terhadap ayah.

Hal ini selaras dengan banyak literatur tentang pola asuh bahwa ayah merupakan pengajar utama tentang kedisplinan dan norma sosial. Sementara itu, ibu adalah sumber utama dari kepekaan dan kehangatan afeksi dan emosi.

Apakah munculnya kenakalan remaja berkaitan dengan latar ekonomi keluarga?

Seringkali demikian. Namun, kenakalan remaja atau JD juga dapat terjadi pada keluarga dengan latar belakang sosial-ekonomi yang baik. Yang pasti, JD selalu berasal dari keluarga yang "ada masalah."

Seperti apakah pola pengasuhan yang tepat dari orang tua agar anak terhindar dari kenakalan remaja?

Pertama, harus dipahami bahwa parenting itu bukan berarti hanya mothering, tetapi juga fathering. Jadi, pola asuh harus melibatkan peran ibu sekaligus ayah itu penting sekali karena satu sama lain punya peran yang berbeda dan saling melengkapi.

Kedua, parenting berbicara tentang keseimbangan antara dukungan (support) dan tuntutan (demand). Pola asuh yang baik adalah yang seimbang atau model ini disebut autoritatif. Terlalu banyak tuntutan kurang dukungan jadinya otoriter. Terlalu banyak dukungan kurang tuntutan jadinya pemanjaan. Kurang tuntutan dan kurang dukungan jadinya pengabaian. Ketiganya yang tersebut akhir itu adalah bentuk parenting yang salah.

Bagaimana idealnya peran lembaga-lembaga pendidikan, termasuk sekolah, dalam mencegah kenakalan remaja?

Pertama, sekolah juga tidak beda dengan orang tua di rumah. Maka, harus seimbang antara tuntutan dan dukungan. Kedua, pahami setiap anak adalah istimewa dengan keunikan masing-masing. Jadi, dukung dan kembangkan potensi masing-masing siswa, beri ruang dan dukungan terkait hal itu misal dengan memperbanyak ekstra.

Ketiga, peka dengan siswa yang menunjukkan perilaku bermasalah, segera di-asesmen dan ditangani sebelum berkembang menjadi JD atau bahkan conduct disorder.

Bagaimana dengan perundungan (bullying)? Apakah itu termasuk bentuk kenakalan remaja?

Benar. Bullying termasuk perilaku kenakalan remaja atau JD. Faktor penyebabnya ada internal, seperti halnya endapan agresi yang besar, konsep diri yang negatif dan sebagainya. Ada juga faktor eksternal, seperti lingkungan sekolah yang tidak cukup ramah dengan anak dan mendukung potensi mereka; terlalu fokus pada tuntutan dan kurang memberi perhatian pada well-being siswa; dan juga sistem pengawasan yang kurang--misal sekitar sekolah tidak ada pengawasan.

Bagaimana Anda melihat fenomena perundungan oleh anak dan remaja?

Dalam sebuah penelitian, saya melihat kaitan antara bullying di kalangan remaja dan inferiority complex. Pelaku bullying, jika ia masih anak atau remaja, harus juga dilihat dalam perspektif bahwa ia pada dasarnya juga korban.

Salah satunya, anak-anak atau remaja-remaja itu tidak mampu menemukan atau mengenali potensi dirinya, kecerdasan yang unik dari dirinya. Sehingga, mereka merasa tidak cukup eksis dalam kelas maupun lingkungan sosial. Jika sudah begitu, mereka membentuk konsep diri yang rendah, penuh dengan rasa inferior. Sebagai mekanisme kompensasinya, mereka pun melakukan bullying untuk mendapatkan pengakuan sekaligus membangun rasa percaya diri.

Terakhir, bagaimana semestinya unsur-unsur negara berperan dalam kurangi kenakalan remaja? 

Negara harus membangun sistem pendidikan yang mewadahi kecerdasan jamak, bukan hanya soal tuntutan akademik, negara juga harus hadir dalam memastikan well-being anak atau remaja, misal penyediaan fasilitas-fasilitas sosial di mana mereka bisa melepas penat sekaligus mungkin mengembangkan diri. Itulah beberapa yang bisa dilakukan negara.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pengelola Zakat Diminta tak Terpengaruh Dinamika Politik

Pengelolaan zakat memerlukan harmonisasi pengaturan dan standardisasi sistem pengawasan

SELENGKAPNYA

Urgensi Literasi Digital Jelang Pemilu 2024

Media sosial itu menjadi mobilisasi politik untuk disinformasi dan misinformasi.

SELENGKAPNYA

Pengalihan Polis Jiwasraya Ditargetkan Tuntas Tahun Ini

Jumlah pembayaran klaim telah mencapai Rp 5,9 triliun.

SELENGKAPNYA