
Ekonomi
Beras Mahal Salah Siapa?
Perum Bulog diminta mawas diri soal sengkarut perberasan.
OLEH DEDY DARMAWAN NASUTION
Kenaikan harga beras masih terus terjadi belakangan. Beras impor yang didatangkan pemerintah tak kuasa menurunkan harga yang terlanjur merangkak naik di pasaran.
Pihak Perum Bulog sebagai distributor pelat merah komoditas tersebut menilai ada praktik mafia beras terkait kenaikan harga itu. kendati demikian, sejumlah pihak menilai kesalahan penyerapan oleh bulog sendiri juga jadi persoalan.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri meminta kepada Bulog untuk fokus pada tugas utama dari pemerintah dalam melakukan stabilisasi pasokan dan harga beras saat ini. "Alih-alih menyudutkan pihak lain, saya lebih mendorong Bulog untuk evaluasi diri atas kinerjanya," kata Mansuri kepada Republika, Sabtu (4/2).
Mansuri menuturkan, pihaknya kurang sepakat dengan istilah mafia yang digunakan oleh Bulog. Namun, lebih kepada pedagang besar di atas pasar eceran yang sebatas mengambil keuntungan lebih dalam menjual beras.

Hanya saja ia sepakat para pedagang besar harus ditertibkan agar stabilitas dapat dijaga. Itu merupakan tugas utama dari Satgas Pangan sekaligus Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam melakukan pengawasan dan penertiban praktik-praktik tersebut.
Sementara Bulog fokus untuk membanjiri pasar dengan cadangan beras yang dimiliki. "Kami setuju pihak yang bermain disitu harus diluruskan, ditegur," kata dia.
Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi menilai pangkal masalah yang berlarut ini karena kesalahan Bulog yang tidak optimal melakukan penyerapan beras pada musim panen tahun lalu. Itu menyebabkan Bulog kekurangan cadangan untuk stabilisasi harga.
"Ini jadi masalah sekarang sehingga mempengaruhi harga di pasaran. Walau sudah ada impor, tetapi proses berkurangnya beras di pasaran jadi persoalan," kata Reynaldi.

Ikappi mencatat, kenaikan harga beras, terutama jenis medium sudah terjadi lebih dari dua bulan hingga pemerintah memutuskan impor. Ia memprediksi, kenaikan harga beras ini kemungkinan masih akan terjadi hingga panen raya tiba.
Panel harga Badan Pangan Nasional mencatat rata-rata harga eceran beras medium sebesar Rp 11.640 per kg sedangkan HET medium sebesar Rp 9.450 per kg-Rp 10.250 per kg tergantung wilayah.
Oleh karena itu, Ikapi meminta Bulog sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam stabilisasi harga untuk lebih fokus menyelesaikan persoalan beras. "Faktanya saat ini Bulog tidak bisa menyelesaikan persoalan beras dengan baik. Fokus saja urus beras, tidak usah mengurus yang lain," ujarnya.
Bukan kali ini saja dugaan mafia beras diangkat ke publik oleh Bulog. Terutama saat ada persoalan kenaikan harga beras. Tapi tak jelas ujungnya, dugaan mafia beras selalu timbul tenggelam. Harga beras lantas turun dengan sendirinya ketika panen tiba.
Pengamat Pangan sekaligus Dosen Sekolah Vokasi IPB University, Prima Gandhi, menilai, ketimbang selalu menyalahkan mafia, lebih baik Bulog dan pemerintah melakukan langkah persuasif agar pasar perberasan dalam negeri kondusif.
"Sekarang begini, kalau menuduh orang, siapa sih yang mau disebut mafia? Itu kan psikologi. Ini lebih butuh pendekatan humanis," kata Prima kepada Republika, Sabtu (4/2).
Ia menilai, pendekatan yang dilakukan secara 'keras' oleh Bulog justru malah menimbulkan perlawanan dari pasar yang lebih menguasai beras. Stok Bulog yang selama ini berkisar 1 juta ton hingga 1,5 juta ton pun hanya sekitar empat persen dari rata-rata produksi nasional di atas 31 juta ton.
"Semisal saya pedagang besar ketika disebut mafia, saya akan melawan dan saya kesal. 'Ya, sudah biarkan saja (masalah beras)' seperti itu," katanya menambahkan.

Meski demikian, ia tak menampik kemungkinan pihak-pihak yang sengaja menahan harga tetap tinggi pasti ada. Namun, dalam konteks saat ini pokok persoalan ada pada beras impor Bulog yang dilakukan untuk operasi pasar.
Diketahui, beras impor yang baru saja tiba memiliki kualitas premium dengan kadar air 13,5 persen dan tingkat butir patah hanya lima persen. Namun, dijual oleh Bulog kepada para pedagang maupun distributor dengan harga medium. Itu memberi peluang beras dijual kepada konsumen dengan harga premium yang lebih tinggi.
Prima mengatakan, seharusnya Bulog memiliki kontrol penuh terhadap beras impor itu sendiri. "Dilihat dari rantai tata niaga beras di dalamnya ada beras impor. Kalau harganya bermasalah, ya bisa jadi oknum Bulog sendiri. Tapi kalau beras lokal, permainan mungkin di pedagang," katanya.
Lebih lanjut, ia menilai, pemberian hukum bagi mereka yang disebut sebagai mafia juga cukup sulit karena tidak bisa dibuktikan secara riil. Semestinya semua pihak fokus pada tujuan: bagaimana pasokan dan harga beras bisa stabil.

Ia menilai, pejabat publik, termasuk Presiden Joko Widodo ada perlunya sesekali mengumpulkan para pedagang besar beras. Termasuk perusahaan besar yang mereka memiliki ladang sawah sendiri. Dengan cara itu, akan lebih mudah bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas beras. Ketimbang pendekatan 'konflik' yang membuat saling curiga.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso dalam kesempatan berbeda pun telah mengultimatum seluruh jajaran dan karyawan Bulog di seluruh daerah. Ia menegaskan tak segan-segan untuk memecat bagi mereka yang kedapatan ikut bermain atau bahkan menjadi mafia beras.
Ia pun mengaku banyak karyawan Bulog yang tidak suka terhadap dirinya atas kebijakan-kebijakan selama menjabat. "Saya tahu permainan-permainan di Bulog. Saya tidak ada ragu-ragu untuk memecat yang bersangkutan. Seperti kasus di Sulawesi Selatan, beras hilang dipinjam, alasan apapun itu salah. Dipidana dan dipecat dulu saja," katanya.
Pada Jumat (3/2), Perum Bulog bersama Badan Pangan Nasional melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke kawasan pergudangan beras Pasar Induk Beras Cipinang. Ditemukan adanya dugaan pelanggaran berupa pengoplosan dan pengemasan ulang beras medium Bulog yang dijual dengan harga tinggi.

Dugaan pelanggaran ditemukan di gudang E10 dan D4. Di mana, terdapat ratusan karung kemasan 50 kg beras Bulog yang tertumpuk beserta kemasan karung beras jenis premium yang masih kosong. Selain itu ada pula beras Bulog yang disimpan bersamaan dengan beras premium. Itu menjadi dugaan awal adanya praktik oplos dan pengemasan ulang beras Bulog.
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso, menduga karung-karung kosong itu bisa digunakan untuk pengemasan ulang beras Bulog menjadi merk lain dengan kualitas premium. Sebelum dikemas ulang, ia menyebut besar kemungkinan pelaku usaha mengoplos beras terlebih dahulu agar lebih sulit dilacak.
"Peluang-peluang itu ada, kalau dia ubah dari merk Bulog ke merk lain itu pidana. Ada pemalsuan. Lalu kalau dia oplos dan dijual dengan harga komersial (premium), itu kena undang-undang konsumen," kata Budi kepada awak media usai melakukan sidak.
Sebagai informasi, harga jual beras medium yang digelontorkan Bulog untuk stabilisasi harga kepada para pedagang besar atau distributor sebesar Rp 8.300 per kg. Sementara, harga di tingkat pengecer kepada konsumen dipatok maksimal Rp 9.450 per kg.

Meski dijual dengan harga medium, kualitas beras Bulog setara dengan premium karena tingkat butir patah hanya 5 persen. Terutama beras impor yang baru saja tiba dari sejumlah negara. Itu sebabnya, kata Buwas, beras Bulog rawan diselewengkan pedagang besar untuk mendulang keuntungan pribadi.
"Kalau diubah jadi beras premium dia jual Rp 12 ribu per kg siapa yang tahu? Makanya temuan dugaan ini akan kita laporkan ke Satgas Pangan," katanya.
Modus-modus itu yang sejak awal menjadi kecurigaan Bulog. Sebab, seberapa pun besarnya beras yang digelontorkan, meski dengan harga murah, dampak terhadap penurunan harga tak akan terlihat. Praktik itu yang sejak awal disebut buwas sebagai mafia beras. Buwas lantas mengambil sejumlah sampel beras yang diduga dipalsukan maupun dioplos untuk dicek di laboratorium.
Pihaknya pun meminta kepada Food Station Tjipinang Jaya sebagai pengelola PIBC untuk mengawasi betul para pedagang pemilik gudang di PIBC.

Direktur Utama, Food Station, Pamrihadi Wiraryo, mengatakan, secara administratif pihaknya telah mengingatkan kepada para pedagang di PIBC. "Kita sudah briefing, tapi kalau ada satu, dua yang bandel ketahuan itu bisa ditindaklanjuti ke ranah pidana," katanya dalam kesempatan yang sama.
Selain itu ia juga mengingatkan para pemilik pergudangan beras di PIBC wajib menjual beras dalam kemasan 50 kg. Para pedagang tidak diperbolehkan menjual dengan kemasan eceran baik 5 kg maupun 10 kg dengan harga tingkat konsumen karena merupakan pasar induk yang menyalurkan pasokan kepada pedagang eceran.
Operasi pasar
Langkah operasi pasar beras Bulog yang mengandalkan beras impor telah mengecewakan para petani. Pasalnya, rencana impor beras semua ditujukan hanya untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog. Namun saat ini kegiatan operasi pasar hampir sepenuhnya mengandalkan impor.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia wilayah Jawa Barat, Entang Sastraatmadja menuturkan, pemerintah sejak awal sudah terlambat mengantisipasi masalah beras. Dengan kata lain, pemerintah masih sebatas menjadi 'pemadam kebakaran' dalam menangani persoalan pangan.

"Keinginan impor beras diharapkan agar cadangan beras pemerintah meningkat, apakah itu konsisten, kalau ujung-ujungnya beras impor (langsung) dipakai operasi pasar? Artinya ini sudah keluar dari khittahnya," kata Entang kepada Republika, Sabtu (4/2).
Menurut Entang sejak awal skenario pembangunan perberasan nasional tidak profesional. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyatakan Indonesia mencapai surplus beras tahun ini atau bisa disebut melimpah.
Sayangnya, keberadaan beras yang melimpah itu belum dapat dipastikan. "Apakah di petani, di penggilingan, atau di bandar? Yang jadi masalah kalau di bandar apalagi dia berani beli beras dengan harga lebih tinggi," ujarnya.
Hal itu pula yang masih menjadi masalah bagi Bulog untuk bisa mengamankan pasar. Sebab, wajar bila petani pun lebih memilih menjual beras kepada para pengepul yang menawar lebih mahal. Sementara Bulog terikat aturan harga pembelian pemerintah (HPP) yang lebih rendah.

Sebagai catatan, HPP gabah kering panen (GKP) dipatok sebesar Rp 4.200 per kg sementara rata-rata harga gabah saat ini sudah berkisar Rp 5.500 per kg- Rp 600 per kg. Rendahnya harga Bulog juga menjadi kendala menyerap lebih banyak produksi petani untuk dijadikan sebagai cadangan.
"Menurut saya kita tidak bisa juga menyalahkan Bulog karena dia bagian dari sistem. Oleh karena itu HPP gabah harus ditinjau ulang karena sudah tiga tahun tidak naik," katanya.
Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat total stok cadangan beras pemerintah di Bulog hanya tersisa 370 ribu ton. Itu pun sudah termasuk sekitar 300 ribu ton beras impor yang masuk sejak Desember 2022 lalu hingga awal Februari.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi sebelumnya memastikan beras impor itu tidak akan digunakan secara bebas sehingga tidak akan mengganggu harga beras lokal yang diproduksi petani. Stok beras impor tersebut hanya dipergunakan pada kondisi tertentu seperti, penanggulangan bencana, intervensi harga jika diperlukan dan beberapa kegiatan pemerintah lainnya.
NFA mencatat total stok cadangan beras pemerintah di Bulog hanya tersisa 370 ribu ton.
Menurut Arief, beras Bulog akan bertambah 200 ribu ton pada Februari. Itu karena beras impor akan datang. Sementara bulan Maret mendatang akan memasuki musim puncak panen raya.
"Artinya, satu hingga dua bulan kedepan ini stok beras di Bulog harus distribusikan dan dihabiskan, karena panen raya akan berlangsung pada akhir bulan Februari, Maret, dan April. Setelah ini dihabiskan, siap-siap perencanaan untuk penyerapan," katanya.
Mengembalikan Spirit Juang Lafran Pane
Manaqib Lafran laik dibacakan lagi pada mereka yang melenceng perjuangannya.
SELENGKAPNYATak Lagi Perlu Berlebihan Mengkhawatirkan Covid-19
Imunitas penduduk Indonesia terhadap Covid-19 mencapai 99 persen.
SELENGKAPNYANegara-Bangsa dalam Sejarah Islam
Kaum Muslimin di sepanjang histori mengalami berbagai bentuk pemerintahan.
SELENGKAPNYA