Asma Nadia | Daan Yahya/Republika

Resonansi

Kepada Putriku yang Sebentar Lagi Menjadi Ibu

Semoga kamu, putriku sayang, dan bayimu sehat sempurna, tanpa kurang suatu apa.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Kepada putriku tersayang, begitu cepat waktu bergulir. Tanpa terasa anak  yang 27 tahun lalu  bunda lahirkan kini sedang menanti kelahiran bayinya. Angan-angan bahagia di benak bunda berkelindan, di detik kami semua menerima kabar itu.

Insya Allah bunda akan memilliki seorang cucu, versi kecil dirimu. Kabar baik, karunia yang dua tahun ini kita nantikan diam-diam, sejak dirimu menikah.

Mempunyai cucu pastinya membahagiakan tetapi melihat bagaimana putri sulung bunda menyikapi kehamilan tak hanya melipatgandakan kebahagiaan, juga menorehkan kebanggaan.

Bagimu mungkin natural saja. Namun, ayah dan bunda diam-diam mencatat kesabaranmu yang seingat kami tidak pernah mengeluhkan berbagai situasi, perubahan selama kehamilan. Semua dijalani dengan ringan, penuh syukur.

 
Kamu, Nak sebagaimana ibu lain yang sedang mengandung terlihat sangat antusias dan menikmati perjalanan menjadi ibu.
 
 

 

Kamu, Nak sebagaimana ibu lain yang sedang mengandung terlihat sangat antusias dan menikmati perjalanan menjadi ibu. Bukan bunda yang mengajarimu bagaimana  menerjemahkan semua bawaan baby dengan cara positif. Lucunya suamimu pun mengamini.

Ketika menonton film thriller dan bayi tampak terus bergerak, kamu menyimpulkan si bayi tidak suka atau mungkin kekagetan sang ibu membuat bayi tidak nyaman. “Oh, dedek nggak suka ya, ya udah kita nonton yang kamu suka.”

Sejak itu ananda memutuskan hijrah dan belajar menikmati genre film lain, walaupun sebelumnya thriller merupakan favoritmu. Pun terkait selera makanan. Putri bunda mendadak lebih cermat melihat expired date berbagai cemilan juga isi kulkas.

Segalanya yang terbaik untuk jabang bayi. Beberapa makanan yang dulu disukai, walaupun sekarang masih boleh dimakan tetapi jika menurutmu tidak sehat dan tidak memberi kontribusi baik bagi janin, dengan ringan kamu tinggalkan.

 
Ini bunda pakai saja, karena kandungannya tidak bagus untuk ibu hamil
 
 

 

Bukan hanya makanan termasuk berbagai produk perawatan wajah. “Ini bunda pakai saja, karena kandungannya tidak bagus untuk ibu hamil,” tuturnya.

Ada lagi hal lain yang kemudian ditinggalkan. Bergabung dengan sepupu dalam berbagai kegiatan cosplay sebelumnya merupakan salah satu kegemaranmu. Dulu ananda rajin menyisihkan sebagian gaji untuk membeli kostum yang mungkin akan dipakai atau dipinjam para sepupu.

Kehamilan membuatmu tidak bisa lagi mengikuti berbagai kegiatan cosplay karena perut yang membesar hingga aneka kostum tidak lagi muat. Kamu senyum saja seraya melipat aneka kostum itu lalu menyimpannya dalam koper.

“Mengapa disingkirkan?” tanya saya awalnya tak mengerti. “Sebenarnya bisa saja tetap di lemari expose, Bun… tapi kasihan debay nanti karena beberapa outfit ada glitter, takut tidak aman.” Jadi sementara kegiatan berkostum tertunda? Bibir mungilmu mengembangkan senyum.

“Nanti saja,” katamu sambil mengelus perut, “Insya Allah, nanti kita pakai kostum seragaman ibu dan anak, ya de…” Walau kata nanti itu berarti masih beberapa tahun ke depan.

Kamu sempat mengalami sesak napas, karena kandungan semakin besar. Bahkan sempat sakit. Kamu melarikan kekhawatiran dalam doa agar semoga stamina maksimal, pulih  ketika tiba waktumu berjuang melahirkannya.

Beberapa bulan sejak perutmu semakin membuncit, kamu mengatakan sering kali bayi di dalam kandungan menendang keras dan mengakibatkan rasa sakit atau membuat tidak nyaman. Namun senyum dan sikapmu selalu ceria.

“Ah, dedek udah tidak sabar ketemu kita ya. Dikit lagi ya sayang.” Barangkali ungkapan itu sederhana. Tapi tahukah betapa haru hati bunda mendengarnya. Sebab melihat aura keibuan pada putri yang dulu bunda timang-timang penuh sayang ketika kecil.

 
Melihat aura keibuan pada putri yang dulu bunda timang-timang penuh sayang ketika kecil.
 
 

 

Sebentar lagi seseorang akan memanggilmu ibu atau bunda atau mama. Sebentar lagi kamu mengalami kebahagiaan, insya Allah, seperti yang bunda alami dulu saat menatapmu pertama kali.

Secara rutin kamu dan suami meluangkan waktu untuk pergi ke dokter kandungan, selalu bersama --tak sekali pun kamu berangkat sendiri. Walaupun kalian sama-sama sibuk bekerja di NGO regional atau internasional yang sedang menjalani banyak proyek di Indonesia.

Tidak ada keluhan, tidak ada keberatan. Semua dijalani dengan suka cita. Kamu mengatur waktu sedemikian rupa agar kegiatan dan tugas kantor bisa disesuaikan dengan jadwal pergi ke dokter bagi kalian berdua.

Bayimu suka beberapa gim daring. Setidaknya kamu merasakan sang bayi ikut antusias jika kamu dan suami main bersama. Jika kamu sulit tidur, suami tak segan menemani, seperti sebuah rutinitas keluarga kecil, kamu, suami dan jabang bayi bermain bersama.

Untuk menyambut kehadiran ananda, kalian mencicil satu persatu kebutuhan. Kamu membeli pakaian dan celana serta berbagai perlengkapan bayi. Membuat prioritas bertahap untuk keperluan bayi yang memerlukan dana lebih besar.

Semua dilakukan mandiri. Berusaha tidak merepotkan orang lain untuk memenuhi aneka kebutuhan si kecil. Mendekati tangan kelahiran, kandungan sudah sangat besar. Pastinya memengaruhi kenyamanan.

Namun, saya tak melihat ekspresi kekesalan muncul di wajahmu saat bercerita keaktifan dede bayi di dalam perut. “Mungkin dia memang sangat enerjik ya…”

Kali lain dirimu mengatakan beberapa kali calon bayi seolah merespons kalimatmu kepadanya. “Caca semangati biar dia bebas dari tali pusar, terus tadi ketika periksa sudah nggak terlilit lagi. Alhamdulillah.”

“Geraknya luar biasa aktif sekarang. Caca memang nggak bisa tidur sama sekali, tapi Caca merasa dia sedang berjuang untuk masuk ke panggul. Seperti obrolan kami sepulang dari dokter. Karena dokter bilang posisi bayi saat itu belum masuk panggul.”

Ketika saat-saat menjelang kelahiran tinggal dalam hitungan hari, sementara kontraksi masih jarang, putri saya menyampaikan isi hati.

“Sejujurnya aku sempat khawatir. Tapi kupikir tidak masalah bagaimana cara lahir nanti, dede bayi sudah berjuang. Yang terbaik bagi kepentingan dede bayi. Sekarang waktunya Caca berjuang.”

 
Semoga kedewasaan dan limpahan rasa syukur, juga upayamu menjaga ibadah lebih baik selama kehamilan, Allah balaskan kemudahan.
 
 

Alhamdulillah. Semoga kedewasaan dan limpahan rasa syukur, juga upayamu menjaga ibadah lebih baik selama kehamilan, Allah balaskan kemudahan. Kalimat penuh doa dan prasangka baik, terus mengalir.

Hubungan kita kian dekat, padahal sebelumnya sudah teramat dekat. Kamu semakin perhatian, terus menebar sebentuk cinta kepada pasangan, kedua orang tua, adik, pihak keluarga suami, juga sepupu, kakek nenek, dan keluarga besar.

Sebagai orang tua, bunda dan ayah berjaga, bersiaga untuk terus mengawal doa-doamu, Nak. Terus meminta kepada-Nya agar persalinan lancar. Semoga kamu, putriku sayang, dan bayimu sehat sempurna, tanpa kurang suatu apa.

Semoga kelak dia menjadi cahaya mata, ananda yang menyejukkan dan membanggakan sebab kebaikan akhlak dan upayanya menebar manfaat.

Seperti halnya kamu, bagi kami selama ini. Aamiin allahumma aamiin…

Menempel Foto di Alquran, Bolehkah?

Allah SWT memerintahkan untuk memuliakan Alquran dan larangan meremehkannya.

SELENGKAPNYA

Solo yang terus Bersolek

Dijuluki sebagai kota budaya tidak lantas menjadikan Kota Solo berpuas diri.

SELENGKAPNYA

Kekonyolan Berulang Candu Judi Daring

Jangan berharap menang di judi daring.

SELENGKAPNYA