Masjid Lhasa di Daerah Otonomi Tibet, Republik Rakyat Cina. | DOK WIKIPEDIA

Arsitektur

Masjid Agung Lhasa Pusat Syiar Islam di ‘Atap Dunia’

Masjid Agung Lhasa di Tibet dipandang sebagai salah satu masjid tertinggi di dunia.

Tibet merupakan sebuah dataran yang secara geopolitik sebagian besarnya dikendalikan Republik Rakyat Cina (RRC). Dengan rata-rata ketinggian yang mencapai 4.900 meter, kawasan ini disebut sebagai Atap Dunia.

Umumnya, penduduk Tibet memeluk agama Buddha. Bagaimanapun, komunitas Muslim tidak absen di sana. Umat Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial setempat.

Salah satu landmark keislaman di Tibet adalah Masjid Agung Lhasa. Tempat ibadah tersebut dikenal pula dengan nama Masjid Hebalin. Berada di atas lahan dengan ketinggian 3.650 meter, bangunan ini acap kali digolongkan sebagai masjid tertinggi di dunia.

Masjid ini dibangun pada tahun 1716. Bangunan cagar budaya ini mengalami beberapa kali renovasi. Adapun tampilannya kini merupakan hasil dari pemugaran yang dilakukan pada tahun 1959.

photo
Masjid Lhasa di Tibet, RRC, dipandang sebagai salah satu masjid dengan lokasi tertinggi sedunia. - (DOK WIKIPEDIA)

Dilansir dari laman About Islam, kompleks Masjid Agung Lhasa mencakup area seluas 2.600 meter persegi. Bangunan utamanya, seluas 1.300 meter persegi, dapat dimasuki melalui tiga pintu utama. Seperti masjid-masjid pada umumnya, terdapat berbagai fasilitas di sana, semisal tempat wudhu, perpustakaan, ruang shalat, dan madrasah. Namun, ada pula tempat perlindungan bawah tanah atau bunker.

Saat pertama kali dibangun, Masjid Agung Lhasa hanya menempati lahan dengan luas 200 meter persegi. Sejak tahun 1793, perluasan dilakukan seiring dengan kian banyaknya imigran Muslim yang datang ke Tibet.

Dilansir dari laman Alqabas, Imam Masjid Agung Lhasa Syekh Yaqub mengatakan, syiar Islam memasuki wilayah Tibet lebih dari seribu tahun silam. Para pendakwah mula-mula merupakan kalangan pedagang dari India dan Asia tengah. Mereka kemudian membentuk inti dari kebangsaan Muslim atau Salar, yakni salah satu dari 10 suku bangsa Tiongkok yang memeluk Islam.

Menurutnya, kaum Muslimin di Tibet dari dahulu kala hingga kini hidup penuh kerukunan dan memelihara toleransi. Antarumat beragama di daerah ini pun mengutamakan guyub.

Sebagai cotoh, lanjut sang syekh, Masjid Agung Lhasa berada di dekat kuil-kuil Budha. Ini membentuk pemandangan unik yang memukau pengunjung. Solidariras pemeluk agama di tengah masyarakat setempat cukup baik.

photo
Bagian muka Masjid Lhasa, Tibet. Masjid ini memiliki nilai fungsi dan sejarah tersendiri bagi masyarakat Muslim Hui, Cina. - (DOK WIKIPEDIA)

Arsitektur unik

Masjid Agung Lhasa menampilkan gaya arsitektur tradisional lokal dan elemen Tionghoa, yang disebut sebagai Zang. Perpaduan unsur-unsur budaya itu tampak, antara lain, pada lengkung gerbang dan menara. Pada permukaan dinding, terdapat motif-motif floral, yang biasa dijumpai pada masjid-masjid Asia tengah.

Masjid Agung Lhasa adalah satu dari total enam tempat ibadah Islam di Daerah Otonomi Tibet, RRC. Berbagai sumber mengungkapkan, persentase umat Islam di sana mencapai kira-kira tiga persen dari total populasi Cina. Adapun unsur-unsur demografis lainnya diisi para pemercaya spiritual Konfusianisme, Taoisme, Buddhisme Cina, dan ideologi rakyat Cina, serta ateisme.

Suku Muslim terbesar di Cina adalah Hui. Jumlah populasinya sekitar 9,8 juta jiwa pada tahun 2000. Itu diikuti oleh Dongxiang (514 ribu jiwa), Salar (105 ribu jiwa), dan Bonan (17 ribu jiwa). Komunitas-komunitas Islam di RRC itu belum termasuk kaum Muslim Uighur yang tinggal di Xinjiang, daerah yang termasuk bagian dari negara itu sejak 1949.

Persebaran syiar Islam, khususnya di Cina barat, tidak terlepas dari peran seorang tokoh bernama Qutaibah bin Muslim al-Bahli. Ia adalah penakluk wilayah Asia tengah dan berkontribusi besar dalam penyebaran Islam di Asia timur.

Menurut Philip K Hitti dalam History of the Arabs, Qutaibah memusatkan pemerintahannya di Khurasan. Ia mengendalikan 40 ribu pasukan Arab di Basrah, 7.000 pasukan di Kufah, dan 7.000 tentara bayaran. Dengan kekuatan militer demikian, sang jenderal berhasil melakukan beberapa ekspedisi di Transoxania, Asia tengah

Sejak tahun 705 M, Qutaibah menguasai Takaristan, Bukhara, Samarkand dan Khawarizm. Banyak orang, selama melakukan futuhat itu, kemudian memeluk Islam. Sebab, mereka mengagumi keberanian dan jihadnya. Dikisahkan pula bahwa ia tidak pernah kalah dalam banyak pertempuran.

Akhir Hidup yang Indah

Dahulu menyembah berhala, mualaf ini memperoleh akhir hidup yang indah.

SELENGKAPNYA

Mengenal Keluarga Imran

Keluarga Imran termasuk golongan yang dimuliakan oleh Allah.

SELENGKAPNYA

Indonesia Diyakini tak Terkena Resesi

Pemerintah diharapkan terus memperkuat UMKM.

SELENGKAPNYA