
Zakat
Satu Dekade Filantropi Islam
Lembaga zakat saat ini mempunyai beragam instrumen dalam menilai kualitas program pemberdayaan zakat yang dilakukan.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Dalam satu dekade terakhir, manfaat pendayagunaan zakat kian terasa. Hal itu seiring dengan menyebarnya program pendayagunaan hingga wilayah-wilayah pelosok.
Pengamat ekonomi syariah Irfan Syauqi Beik mengatakan, jika melihat perubahan program pendayagunaan zakat dalam satu dekade ini, banyak sekali hal yang telah diraih. Dia melihat terdapat cukup banyak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks pemberdayaan zakat.
“Yang mana ujung (dari program pendayagunaan)-nya adalah berupaya melakukan program pemberdayaan masyarakat yang bisa mentransfer masyarakat dari mustahik menjadi muzaki,” kata Irfan saat dihubungi Republika, Rabu (11/1/2023).
Berupaya melakukan program pemberdayaan masyarakat yang bisa mentransfer masyarakat dari mustahik menjadi muzaki.IRFAN SYAUQI BEIK
Adapun perubahan yang paling signifikan, Irfan melanjutkan, adalah institusi dan lembaga zakat saat ini mempunyai beragam instrumen dalam menilai kualitas program pemberdayaan zakat yang dilakukan. Hal tersebut antara lain tecermin dengan adanya sejumlah alat ukur yang digunakan oleh lembaga zakat dalam memberikan dampak positif kepada mustahik atau tidak.
Dia mencontohkan, adanya indeks kesejahteraan, indeks kemandirian, indeks pembangunan manusia. Dalam konteks pemberdayaan desa, Irfan mengatakan, terdapat juga indeks desa.
“Dalam konteks pendampingan, kita juga mengenal istilah indeks pendayagunaan zakat. Jadi, menurut saya yang paling signifikan adalah sistematika program dan memiliki alat ukur yang semakin beragam. Artinya, ukuran-ukuran itu lebih terarah dan sistematis saat ini,” kata dia.

Irfan menyampaikan bagaimana tantangan program pendayagunaan zakat di awal-awal. Melakukan sosialisasi dan menggerakkan program pendayagunaan zakat kala itu diakui bukanlah hal yang mudah atau sangat sulit.
Sebagai contoh, kisah tentang pendayagunaan zakat di suatu komunitas yang seandainya masyarakat di sana tahu bahwa program yang dijalankan menggunakan dana zakat, bukan hal yang tidak mungkin uang tersebut digunakan untuk keperluan yang sifatnya konsumtif, bukan produktif. “Sehingga mengubah cara pandang masyarakat kala itu adalah tantangan tersendiri bagi dunia zakat,” ujarnya.
Ada masa di mana kesadaran zakat belum seperti sekarang. Irfan mengatakan bahwa pada masa dulu paradigma masyarakat seakan-akan dana zakat itu tidak boleh digunakan untuk pendayagunaan. Sehingga mengubah paradigma masyarakat dari zakat konsumtif ke produktif merupakan salah satu tantangan yang besar. Belum lagi tantangan terhadap pendampingan.
Zakat di wilayah 3T
Program pendayagunaan zakat meski sudah tersebar luas, tapi diakui memang belum menyentuh seluruh wilayah Indonesia. Meski demikian, wilayah-wilayah terpencil, terluar, terbelakang (3T) sudah mulai menjadi titik fokus sejumlah lembaga filantropi.
CEO Laznas Baitul Maal Hidayatullah Supendi menjelaskan, butuh kreativitas dan inovasi LAZ terhadap tantangan masyarakat di 3T yang meningkat.
Pendayagunaan zakat di wilayah 3T memang tidak mudah. Diperlukan pendekatan yang tepat, identifikasi yang tepat.SUPENDI CEO Laznas Baitul Maal Hidayatullah
“Pendayagunaan zakat di wilayah 3T memang sesuatu yang sangat sulit dan tidak mudah. Diperlukan pendekatan yang tepat, identifikasi yang tepat," kata dia.
Supendik mengatakan, pada 2023 ini BMH melakukan program pemberdayaan ke 326 pesantren yang membina anak yatim dan dhuafa yang tersebar di 34 provinsi. “Adapun untuk program wilayah 3T, tahun ini BMH menguatkan kiprah dakwah pedalaman di antaranya pembinaan mualaf pedalaman,” ujarnya.
Pembinaan mualaf pedalaman itu antara lain suku pedalaman Mentawai (Sumatra Barat), suku Wana (Sulteng), mualaf eksodus Timor Timur (Sulbar), suku Baduy (Banten), suku Anak Dalam (Jambi), suku Tengger (Jawa Timur), dan suku Togutil (Malut).
Berdasarkan catatan BMH, program pemberdayaan zakat BMH dilakukan melalui empat pilar, yakni dakwah, pendidikan, sosial kemanusiaan, dan ekonomi. Adapun penerima manfaatnya di data 2022 mencapai 1,459,320 orang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Saat Nelayan Kehilangan Pencaharian
Puluhan kapal di Desa Karangsong tak lagi beroperasi.
SELENGKAPNYAFenomena 'Hamil Duluan' Bukan Hanya di Ponorogo
70 Persen disebabkan mereka telah hamil terlebih dahulu.
SELENGKAPNYAKolonialisme dan Jejak Islam yang ‘Hilang’ di Filipina
Hingga abad ke-16, Filipina adalah kumpulan kerajaan dan kesultanan Islam.
SELENGKAPNYA