
Dunia Islam
Telusur Sejarah Pembukuan Alquran
Pembukuan Alquran dimulai pada masa sahabat Nabi Muhammad SAW.
Alquran adalah kitab suci yang diturunkan dari sisi Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman, Kitabullah ini selalu dipelihara oleh-Nya. “Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Alquran, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya” (QS al-Hijr: 9).
Salah satu bukti pemeliharaan tersebut adalah, bahwa tidak ada perbedaan antara Alquran yang dijumpai pada masa kini dan masa Rasulullah SAW atau para sahabat beliau. Tidak ada satu huruf pun yang hilang atau berubah. Kenyataan ini berbeda, umpamanya, dengan kitab-kitab lain yang bahkan hadir dalam pelbagai versi.
Alquran diwahyukan kepada Nabi SAW dalam kurun waktu 23 tahun. Dalam jangka lebih dari dua dekade itu, beliau mengajarkan Kalamullah itu kepada para sahabatnya. Pada gilirannya, mereka pun menyebarkannya kepada seluas-luasnya masyarakat, baik Arab maupun non-Arab.
Wahyu yang pertama diturunkan pada tanggal 17 bulan Ramadhan tahun 610 M. Itu adalah surah al-Alaq ayat kesatu hingga kelima. Ketika menerima wahyu tersebut, Muhammad SAW sedang menyendiri di Gua Hira. Kemudian, Malaikat Jibril mengulang permintaan sebanyak tiga kali agar beliau membaca.
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَۚ
خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍۚ
اِقۡرَاۡ وَرَبُّكَ الۡاَكۡرَمُۙ
الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ
عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ
Artinya, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Hingga Rasulullah SAW wafat, Alquran belum dikumpulkan dalam satu wujud utuh, seperti buku. Ayat-ayat suci “bertebaran” dalam berbagai hal, semisal guratan di pelepah kurma, ukiran pada permukaan batu, dan hafalan para sahabat.
Bentuk yang terakhir itu lebih banyak terjadi. Sebab, Rasul SAW sering mendiktekan ayat-ayat Alquran kepada para sahabatnya, termasuk yang piawai literasi. Mereka pun sering mengulang-ulang hafalan. Salah satu pemicunya adalah shalat lima waktu. Dalam ibadah ini, terdapat bagian yang di dalamnya seseorang membaca surah-surah Alquran—minimal al-Fatihah.
Nabi SAW adalah seorang yang ummiy. Artinya, beliau tidak bisa membaca, dan tidak bisa pula menulis. Bagaimanapun, Rasulullah SAW telah memiliki dan menerapkan metode tertentu untuk memelihara ayat-ayat suci.
Nabi SAW mengarahkan bahwa keseluruhan Alquran dibagi ke dalam 114 surah. Masing-masing surah memiliki nama dan cenderung memiliki jumlah ayat yang beragam. Misalnya, ada sejumlah surah yang mencapai lebih dari 200 ayat. Ada pula yang hanya memuat tiga atau lima ayat. Jadi, sejak zaman Nabi SAW, siapapun yang mengutip Alquran akan menyebutkan, pada surah apa dan ayat ke berapa Kalamullah yang dinukilnya itu berasal.

Kompilasi dimulai
Sepeninggal Rasulullah SAW, barulah upaya untuk mengumpulkan tulisan-tulisan yang berisikan ayat-ayat Alquran mulai dilakukan. Hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar bin Khattab.
Dalam sejumlah riwayat, disebutkan bahwa pada awal kepemimpinannya, Abu Bakar dihadapkan pada peristiwa-peristiwa besar yang berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab.
Karena itu, ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Alquran. Dalam peperangan ini, 70 orang hafiz (penghafal Alquran) dari para sahabat gugur.
Melihat kenyataan ini, Umar bin Khattab merasa khawatir. Ia kemudian menghadap Abu Bakar dan memberi usul kepadanya agar segera mengumpulkan dan membukukan Alquran sebab peperangan Yamamah telah menyebabkan banyaknya penghafal Alquran yang gugur di medan perang. Ia juga khawatir jika peperangan di tempat lain akan menewaskan lebih banyak penghafal Alquran.
Peperangan Yamamah telah menyebabkan banyaknya penghafal Alquran yang gugur di medan perang.
Meski awalnya sempat ragu karena Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan pembukuan Alquran, demi kemaslahatan umat Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit (yang dikenal sebagai juru tulis Alquran di masa Rasulullah) untuk menuliskan dan mengumpulkan kembali naskah Alquran yang masih berserakan tersebut.
Zaid melakukan tugasnya ini dengan sangat teliti dan hati-hati. Maka itu, dia tidak hanya cukup mengandalkan hafalan yang ada dalam hati para hafiz tanpa disertai catatan yang ada pada para penulis.
Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa Zaid berkata, ''Maka, aku pun mulai mencari Alquran. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma, dari keping-kepingan batu, dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat Attaubah berada pada Abu Huzaimah Al-Anshari yang tidak kudapatkan pada orang lain."

Perkataan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan sehingga akhir surat Attaubah itu telah dihafal oleh banyak sahabat. Dan, mereka menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi, catatannya hanya terdapat pada Abu Huzaimah Al-Ansari.
Lembaran-lembaran yang dikumpulkan oleh Zaid tersebut kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga ia wafat. Sesudah itu, lembaran-lembaran pun berpindah ke tangan Umar sewaktu ia masih hidup dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar bin Khattab.
Baru pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, untuk pertama kali, Alquran ditulis dalam satu mushaf. Penulisan Alquran di masa Usman disesuaikan dengan tulisan aslinya yang terdapat pada Hafsah binti Umar. Usman memberikan tanggung jawab penulisan ini kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam.
Majelis Konsul NU di Batavia
Kiprah tokoh NU di Batavia berjasa meletakkan dasar kecintaan umat Islam kepada NU.
SELENGKAPNYA