
Internasional
India Abstain di Majelis Umum PBB Soal Aneksasi Israel
PBB membuat rancangan resolusi tentang praktik-praktik Israel yang mempengaruhi HAM rakyat Palestina.
NEW YORK -- India memutuskan abstain di Majelis Umum PBB atas resolusi yang meminta pendapat Mahkamah Internasional tentang konsekuensi hukum dari pendudukan berkepanjangan Israel dan aneksasi wilayah Palestina.
PBB membuat rancangan resolusi tentang praktik-praktik Israel yang mempengaruhi hak asasi manusia rakyat Palestina di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur. Dari rancangan resolusi itu kemudian dilakukan pemungutan suara pada Jumat (30/12/2022).
Dalam pemungutan suara, 87 suara mendukung, 26 menentang, dan 53 abstain, termasuk India. Resolusi tersebut memutuskan untuk meminta badan peradilan tertinggi PBB memberikan pendapat penasihat tentang konsekuensi hukum dari pelanggaran berkelanjutan oleh Israel terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, dari pendudukan berkepanjangan, penyelesaian, dan pencaplokan wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.
Dalam pemungutan suara, 87 suara mendukung, 26 menentang, dan 53 abstain, termasuk India.
Termasuk juga, langkah-langkah yang ditujukan untuk mengubah komposisi demografis, karakter dan status Kota Suci Yerusalem, dan dari penerapan undang-undang serta tindakan diskriminatif terkait.
Resolusi itu juga untuk meminta jawaban dari pengadilan tinggi PBB yang bermarkas di Den Haag, tentang bagaimana kebijakan dan praktik Israel, pengaruh status hukum pendudukan, dan apa konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB dari status tersebut.
Amerika Serikat (AS) dan Israel memberikan suara menentang resolusi tersebut. Sedangkan Brasil, Jepang, Myanmar, dan Prancis termasuk di antara mereka yang abstain.
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menyebut resolusi itu keterlaluan karena menurutnya menyerukan pendapat penasehat dari Mahkamah Internasional, adalah noda moral pada PBB dan setiap negara yang mendukungnya. Dia mengatakan, tidak ada badan internasional yang dapat memutuskan bahwa orang-orang Yahudi adalah penjajah di Tanah Air mereka sendiri.
Today the UN will vote on a resolution asking the ICJ to recommend steps against Israel. The Palestinians have rejected every peace initiative but instead of pushing them to change, the UN is helping them to harm the only vibrant democracy in the Middle … pic.twitter.com/exwSlTlBiy — גלעד ארדן ארכיון (@GiladErdanArch) December 30, 2022
Ia juga mengungkapkan, keputusan apa pun dari badan peradilan yang menerima mandatnya dari PBB yang rusak secara moral dan dipolitisasi, sama sekali tidak sah. Erdan menambahkan, keputusan untuk mengadakan pemungutan suara yang berurusan dengan Israel adalah contoh lain dari kerusakan moral PBB.
Pemungutan suara ini juga mencegah posisi Israel untuk didengar. Erdan pun menyinggung pernyataan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas pada Pekan Tingkat Tinggi Majelis Umum PBB September 2021.
Saat itu Abbas mengumumkan dalam sambutannya bahwa jika Israel tidak mundur ke garis 1967 dalam waktu satu tahun, Palestina akan beralih ke Den Haag. "Pemungutan suara hari ini adalah realisasi dari ultimatum Abbas," kata Erdan.
Brasil, Jepang, Myanmar, dan Prancis termasuk di antara mereka yang abstain.
Klaim Hak Eksklusif

Selama ini, Netanyahu memimpin pemerintahan yang terdiri dari partai ultranasionalis agama garis keras yang didominasi oleh pemukim Tepi Barat, dua partai ultra-Ortodoks, dan Partai Likud yang nasionalis.
Sekutu Netanyahu mendorong perubahan dramatis yang dapat mengasingkan sebagian besar masyarakat Israel. Termasuk, meningkatkan risiko konflik dengan Palestina, dan menempatkan Israel pada jalur yang bertentangan dengan beberapa pendukung terdekatnya, termasuk Amerika Serikat dan komunitas Yahudi Amerika.
Pemerintahan Netanyahu menyatakan bahwa orang-orang Yahudi memiliki hak eksklusif dan tak terbantahkan atas keseluruhan wilayah Israel dan Palestina. Orang-orang Yahudi juga akan memajukan pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat, serta melegalkan pemukiman Yahudi dan komitmen untuk mencaplok seluruh wilayah Palestina.
Pemerintahan Netanyahu menyatakan bahwa orang-orang Yahudi memiliki hak eksklusif dan tak terbantahkan atas keseluruhan wilayah Israel dan Palestina.
Pemerintahan Netanyahu sebelumnya telah menjadi pendukung kuat perusahaan di permukiman Israel di Tepi Barat. Hal itu diperkirakan akan meningkat pesat di bawah pemerintahan baru.
Israel merebut Tepi Barat pada 1967 bersama dengan Jalur Gaza dan Yerusalem timur. Ketiga wilayah ini diinginkan oleh Palestina untuk menjadi negara masa depan. Israel telah membangun puluhan permukiman Yahudi yang menampung sekitar 500.000 warga Israel yang tinggal berdampingan dengan sekitar 2,5 juta warga Palestina.
Sebagian besar komunitas internasional menganggap permukiman Israel di Tepi Barat adalah ilegal dan menjadi penghalang perdamaian dengan Palestina. AS telah memperingatkan pemerintahan baru Netanyahu agar tidak mengambil langkah-langkah yang dapat merusak harapan untuk negara Palestina merdeka.
Mantan Perdana Menteri Israel, Yair Lapid mengatakan kepada parlemen bahwa, dia menyerahkan kepada pemerintahan baru sebuah negara dalam kondisi sangat baik, ekonomi yang kuat, kemampuan pertahanan yang lebih baik dan pencegahan yang kuat. Lapid berpesan kepada Netanyahu agar tidak merusak tatanan negara Israel yang sudah baik.
"Ini salah satu dari klasemen internasional terbaik yang pernah ada. Cobalah untuk tidak menghancurkannya. Kami akan segera kembali," kata Lapid yang kini merupakan oposisi Netanyahu.
Masjid Pusat Moskow, Megah Berkubah Emas
Masjid Pusat Moskow hasil renovasi merupakan bangunan monumental nan indah.
SELENGKAPNYAMiliter Utsmani dan Perebutan Kekuasaan
Militer Utsmaniyah menghadapi persaingan dengan sesama daulah Muslim.
SELENGKAPNYASejarah Militer dan Sistem Ketentaraan Utsmani
Lini-lini militer yang efektif menjadi kunci kuatnya Daulah Turki Utsmaniyah.
SELENGKAPNYA