
Kabar Utama
192 Kasus Gangguan Ginjal Akut Tersebar di 20 Provinsi
Harapan anak dengan gangguan ginjal akut misterius untuk sembuh total cukup besar.
JAKARTA – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat sebanyak 192 kasus gangguan ginjal akut misterius yang dialami anak-anak. Jumlah tersebut merupakan akumulasi sejak Januari 2022 hingga Selasa (18/10) kemarin.
Seluruh kasus tersebut tersebar di 20 provinsi, sedangkan Jakarta merupakan daerah yang mencatatkan kasus paling banyak. “Komposisi pasien sebagian besar balita, kemudian gejala klinis juga sama memenuhi gangguan ginjal akut progresif cepat. Laporan ini kumulatif dari Januari sampai sore ini (kemarin—Red),” kata Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso, Selasa (18/10).
Piprim memerinci, dari 192 kasus, DKI Jakarta menyumbangkan 50 kasus, disusul Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing 24 kasus. Kemudian, Sumatra Barat sebanyak 21 kasus, Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus. “Laporan di Januari ada 2 kasus, kemudian Maret 2 kasus, Mei ada 6 kasus, Juni 3 kasus, Juli 9 kasus, dan meningkat di Agustus 37 kasus, dan puncaknya pada September 81 kasus,” ujar Piprim.
Data yang disampaikan IDAI tersebut di atas berasal dari laporan dokter anak di seluruh Indonesia. Dengan adanya lonjakan kasus ini, Piprim meminta orang tua untuk mewaspadai beberapa gejala gagal ginjal akut. Gejala umum penyakit ini yakni buang air kecil anak tidak lancar. Idealnya, anak-anak buang air kecil sebanyak 5-6 kali dalam sehari atau sekitar empat jam sekali.
Dari 192 kasus tersebut, DKI Jakarta menyumbangkan 50 kasus, disusul Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing 24 kasus.
Sebelum produksi urine yang menurun, anak juga umumnya dilaporkan mengalami beberapa gejala infeksi pada umumnya, di antaranya demam, diare, batuk, dan pilek. Gejala lebih parah akan muncul saat fungsi ginjal sudah menurun sekitar 50 persen.
Piprim mengatakan, setelah berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus gangguan ginjal akut akut misterius baru ditemukan di tiga negara. Tiga negara tersebut yakni Gambia, Indonesia, dan Bangladesh.
“Kemarin ada pertemuan dengan WHO, kami tanya juga ke mereka negara lain seperti apa. Mereka cari-cari juga laporan baru di Gambia dan kita ini. Ada juga laporan di Bangladesh terkait obat dari India itu, tapi tidak banyak. WHO kemarin bilang di tempat lain belum terdengar,” kata Piprim.
Dikaitkannya kasus gangguan ginjal misterius yang terjadi di Indonesia dengan kematian puluhan anak di Gambia akibat gagal ginjal akut karena kedua kasus tersebut mendadak muncul ke permukaan dalam waktu bersamaan. Keduanya juga sama-sama menyerang kelompok anak-anak. Di Gambia, penyebabnya diduga kuat berkaitan dengan sirup obat batuk produksi Maiden Pharmaceuticals yang berbasis di India.
Data IDAI sedikit berbeda dengan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Per Selasa (18/10), sebanyak 189 kasus telah dilaporkan atau berselisih tiga kasus dengan catatan IDAI. Kemenkes meminta orang tua untuk tidak panik, tapi selalu waspada, terutama apabila anak mengalami gejala gangguan ginjal akut.
“Pantau terus kesehatan anak-anak kita. Jika anak mengalami keluhan yang mengarah pada penyakit gagal ginjal akut, sebaiknya segera konsultasikan ke tenaga kesehatan, jangan ditunda atau mencari pengobatan sendiri,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Yanti Herman.
Polemik parasetamol
Dokter Piprim Basarah memastikan, dokter dan para ahli masih belum mengetahui penyebab pasti penyakit ini. IDAI sebelumnya sempat menduga penyakit ini berhubungan dengan MIS-C atau komplikasi akibat Covid-19. Namun, hasil penelusuran lebih lanjut tak membuktikannya. Tak semua pasien ditemukan memiliki antibodi Covid-19.
“Belajar dari Gambia dan kecurigaan dietilen glikol dan etilen glikol (penyebab gangguan ginjal akut), sebagai kewaspadaan dini, IDAI memberi rekomendasi untuk tidak menggunakan parasetamol sirup. Kami memberikan rekomendasi ini sebagai kewaspadaan dini,” ujar Piprim.
Pernyataan yang disampaikan pada Selasa sore itu lantas diklarifikasi Piprim pada Selasa petang. Piprim menyatakan tidak pernah melarang penggunaan parasetamol sirup untuk menurunkan panas yang dialami anak. Namun, ia meminta para orang tua tidak panik saat anak terserang demam dan batuk. Pemberian obat penurun panas ia sebut adalah pilihan terakhir yang bisa diambil.

“Batuk pilek itu sebenarnya tidak butuh obat, bisa sembuh sendiri, karena demam itu sebenarnya mekanisme pertahanan tubuh untuk mengusir virusnya. Bila anak demam, bisa dengan memakai kompres hangat, jangan buru-buru kasih obat. Kalau ada gejala demam, batuk, pilek, kami anjurkan cukup istirahat, banyak tidur, dan asupan cairan yang cukup (minum air putih),” kata Piprim.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan, penyelidikan kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak memerlukan upaya maksimal. Investigasi, kata Tjandra, perlu dilakukan agar penyebab hal yang misterius ini dapat segera diketahui dan cara penanggulangannya didapatkan.
“Untuk menangani kejadian ledakan penyakit maka sebenarnya WHO sudah mempunyai berbagai pedoman, antara lain dalam bentuk WHO Outbreak Toolkit,” kata Tjandra.
Bentuk investigasi yang dilakukan untuk mengetahui hal misterius ini dapat dimulai dengan menjawab enam pertanyaan, yang masing-masing diperinci lagi dalam dua atau tiga hal. Enam prinsip dasar tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisis gangguan ginjal yang kini cukup meresahkan masyarakat.
Pertama, siapa yang terserang penyakit? Untuk pertanyaan itu, ada tiga perincian, yakni umur dan jenis kelamin, paparan terperinci tentang gejala dan tanda penyakit pada masing-masing pasien, serta jumlah kasus dan kematian yang sebenarnya terjadi. “Bukan yang hanya terlaporkan saja,” ujar dia.
Bentuk investigasi yang dilakukan untuk mengetahui hal misterius ini dapat dimulai dengan menjawab enam pertanyaan, yang masing-masing diperinci lagi dalam dua atau tiga hal.
Lalu, pertanyaan kedua yang harus dijawab adalah tempat kejadian yang juga diperinci dalam tiga hal. Tiga hal itu yakni berkaitan dengan tempat terjadinya. Apakah di rumah sakit atau di klinik? Di daerah rural atau urban? Atau mungkin daerah pengungsian?
Lalu, gambaran epidemiologis tempat/area yang melaporkan kasus, seberapa luas area yang ada pasiennya, atau ke area mana saja perluasan kejadian penyakit terjadi.
Adapun terkait pertanyaan ketiga adalah “what” yang diperinci menjadi dua hal. Pertama, apa sebenarnya penyakitnya dan apa penyebab kematian? Kedua, apakah ada produk tertentu yang diduga menjadi penyebab penyakit atau barangkali ada kebiasaan tertentu dan juga kemungkinan pencemaran lingkungan?
“Pertanyaan selanjutnya adalah tentang kapasitas respons mengatasi keadaan, yang juga ada tiga hal. Pertama, bagaimana kemampuan laboratorium dan rumah sakit di berbagai daerah yang terkena? Kedua, sarana dan prasana apa yang pertama kali diperlukan? Dan ketiga, apakah ada upaya untuk mencegah penambahan kasus?” ujar dia.
Harapan Sembuh
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Eka Laksmi Hidayati mengatakan, harapan anak dengan gangguan ginjal akut misterius untuk sembuh total cukup besar. Menurut dia, beberapa pasien dengan gangguan ginjal akut di Jakarta sudah dinyatakan sembuh dengan ginjal yang kembali berfungsi normal.
“Jadi memang untuk data di Jakarta, ada yang sembuh dan tidak lagi membutuhkan cuci darah. Karena gangguan ginjal akut ini berbeda dengan gangguan ginjal kronik, gangguan ginjal akut terjadi mendadak dan umumnya pendek. Harapan kesembuhan ini tinggi,” kata Eka dalam konferensi pers secara daring, Selasa (18/10).
View this post on Instagram
Eka menerangkan, gangguan ginjal akut akan membutuhkan terapi hemodialisa atau cuci darah saat kerusakan fungsi ginjal sudah masuk dalam stadium tiga. Menurut Eka, perbaikan fungsi ginjal setelah terapi ini mayoritas pulih sempurna. Sementara gangguan ginjal kronik butuh cuci darah pada stadium lima.
“Pada stadium tiga untuk terapi memang butuh cuci darah, tetapi bisa lepas dari cuci darah ketika fungsi ginjal normal, yakni ketika ginjal sudah bisa mengeluarkan sisa-sisa sampah dari dalam tubuh. Namun, memang berisiko kalau terkena infeksi berat atau dehidrasi berat, pasien tersebut sangat berisiko akan kembali kena gangguan ginjal lagi,” ujar dia.
Berdasarkan data yang ada, 30 persen pasien yang pernah mengalami gangguan ginjal akut saat anak-anak, bisa mengalami penyakit gagal ginjal kronik saat usia dewasa muda. Namun, pasien ginjal kronik tidak harus melakukan cuci darah bila belum masuk stadium lima.
Oleh karena itu, ia meminta kepada para orang tua untuk mewaspadai gejala gangguan ginjal akut pada anak. Sebagian besar tanda gagal ginjal akut misterius yang dilaporkan oleh seluruh cabang IDAI adalah anak tidak bisa buang air kecil.
Selain itu, gejala awal gagal ginjal akut misterius pada anak yang dirawat di rumah sakit umumnya sama, yakni diawali batuk, pilek, diare, muntah, atau infeksi yang cenderung tidak berat. Menurut Eka, tanda-tanda ini secara teori bukan gejala yang mengarah pada kondisi gagal ginjal akut.
“Inilah yang membuat kami heran. Anak dengan AKI (acute kidney injury) hanya timbul (gejala) batuk pilek, diare, atau muntah selama beberapa hari. Dalam tiga sampai lima hari mendadak tidak ada urine, tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali,” ujar Eka.
Gejala gagal ginjal akut misterius pada anak ini hampir 100 persen mengalami penurunan jumlah volume buang air kecil atau sama sekali tidak kencing. Eka menyebut, pada kondisi gagal ginjal akut tersebut, organ ginjal sama sekali tidak memproduksi urine sehingga menyebabkan penderita tak bisa buang air kecil atau volume buang air kecil sangat sedikit.
Selain itu, sebagian besar pasien anak dengan gagal ginjal akut adalah anak-anak usia di bawah lima tahun. Namun, ada juga yang melaporkan anak berusia belasan tahun juga didiagnosis dengan kondisi serupa. “Disarankan jika ada tanda tersebut, orang tua dapat segera membawa anak ke rumah sakit untuk diperiksakan,” ujar Eka.
Anak Alami Ginjal Akut Kian Bertambah
Kasus anak meninggal akibat gangguan ginjal akut di DIY terkonfirmasi positif Covid-19.
SELENGKAPNYAJangan Sepelekan Gejala Ginjal Akut
Kemenkes masih menyelidiki penyakit gagal ginjal akut misterius.
SELENGKAPNYA152 Anak Alami Gangguan Ginjal Misterius
Gejala diawali demam, diare, muntah, batuk dan pilek, hingga frekuensi buang air kecil berkurang.
SELENGKAPNYA