Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Tholabi Kharlie | Dokpri

Khazanah

Prof Dr Tholabi Kharlie Jelaskan Koeksistensi Hukum Nasional

Prof Dr Tholabi Kharlie menjelaskan, hukum menjadi alat perekat bukan sebagai peretak.

Pluralitas hukum Indonesia menjadi fakta yang tidak bisa ditampik. Keberadaan pilar dalam hukum di Indonesia yakni hukum barat, hukum Islam dan hukum adat harus diharmonikan satu dengan lainnya. 

Kompetisi antar-pilar hukum harus diakhiri. Karena dalam kenyataannya pilar hukum tersebut telah membentuk hukum nasional yang telah diupayakan sejak republik ini diproklamasikan hingga kini. 

Ahmad Tholabi Kharlie, gurubesar Hukum Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menawarkan gagasan “Koeksistensi Hukum Nasional”. Gagasan ini lahir dari kegelisahan terhadap fakta masih terdapatnya disharmoni antar-pilar hukum di Indonesia. Situasi ini yang harus dicarikan titik temunya. 

Koeksistensi Hukum Nasional, dalam pandangan Tholabi, sebagai ikhtiar untuk mengkolaborasikan antar-pilar hukum. Tujuannya untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita hukum nasional sebagaimana amanat UUD 1945.  Secara operasional, koeksistensi hukum nasional tetap mengakui setiap pilar hukum yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dasar dalam bernegara, yakni Pancasila dan UUD 1945. “Antar-pilar hukum saling berdampingan dan berkolabroasi satu dengan lainnya,” sebut Tholabi.  

Dalam operasionalisasi koeksistensi hukum nasional dilakukan dengan cara komprehensif, holistik, dan sistemik. Tujuannya agar norma hukum dapat terlaksana dengan baik dan tujuan hukum, seperti keadilan, kesamaan, dan memberi aspek perlindungan terhadap warga negara dapat terwujud dengan optimal. 

Dalam operasionalsiasi koeksistensi hukum nasional dibutuhkan tiga langkah penting yakni: pertama, mengakui eksistensi masing-masing pilar hukum dengan tanpa mempertentangkan satu pilar dengan pilar lainnya. Antarpilar dapat berdampingan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dasar bernegara. Di titik yang lain, penyatuan materi hukum dari pelbagai pilar yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. 

Kedua, aturan, konsep atau institusi dari salah satu sistem secara eksplisit maupun implisit memengaruhi penyusunan, interpretasi, dan penerapan aturan, gagasan, dan institusi yang lain dari salah satu sistem dapat dimasukkan dalam sistem lainnya. Kondisi tersebut pada akhirnya akan melahirkan interaksi satu sistem dengan sistem lainnya.

Ketiga, kesadaran kolektif para pembentuk undang-undang, penafsir undang-undang, pelaksana undang-undang terhadap pentingnya koeksistensi hukum nasional melalui proses pembentukan, pengawasan, penafsiran, dan pelaksanaan sebuah norma peraturan perundang-undangan. 

photo
Dirjen Pendidikan Islam Prof Ali Ramdhani menyerahkan SK Guru Besar kepada Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah A THolabi Kharlie - (Erdy Nasrul/Republika)

Koeksistensi hukum nasional membutuhkan langkah simultan, komprehensif, dan berkesinambungan secara ajeg dan sistemik. Formulasi operasionalisasi koeksistensi hukum nasional dimaksudkan agar fungsi dan tujuan hukum dapat terwujud. Yakni menciptakan tertib sosial dan harmoni di tengah-tengah masyarakat. Dibutuhkan upaya sistemik dari hulu hingga hilir dalam mewujudkan koeksistensi hukum nasional.  

Secara khusus, Tholabi juga menegaskan posisi fikih yang kerap diadopsi dalam perumusan UU yang memiliki irisan dengan hukum Islam dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di DPR. Kondisi tersebut telah menjadikan fikih sebagai bahan penting baik dalam kedudukannya sebagai ilmu maupun doktrin dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. 

Dalam konteks tersebut, pikiran dan gagasan sejumlah tokoh penting dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia seperti Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dengan gagasan Fiqh Indonesia, Hazairin dengan gagasan Fiqh Mazhab Nasional, Munawir Sjadzali dengan gagasan Reaktualisasi Ajaran Islam, Masdar Farid Mas’udi dengan gagasan Agama Keadilan, KH Sahal Mahfudz dan KH Alie Yafie dengan gagasan Fiqh Sosial dapat dibaca sebagai bentuk tawaran hukum Islam agar menjadi bahan materiil dalam pembentukan hukum nasional di Indonesia. 

Gagasan koeksistensi hukum nasional secara filosofis bertujuan agar keragaman hukum yang dimiliki di Indonesia menjadi pemantik untuk merekatkan pelbagai pilar hukum. Keragaman hukum justru menjadi modal penting dalam membangun hukum nasional. Penekanan ini penting, karena hakikatnya hukum sebagai alat perekat, bukan sebagai peretak. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

AP II Dukung Penggunaan Kendaraan Listrik

Pada pengembangan tahap kedua, SPKLU di Terminal 3 dapat dioperasikan secara komersial.

SELENGKAPNYA

Sukacita Napoli dan Tradisi Die Bayern

Die Bayern memastikan satu tiket dari Grup C yang dilabeli grup neraka.

SELENGKAPNYA

'Tim CCTV KM 50 Terlibat Kasus Sambo'

AKBP Acay tetap lolos dalam kasus perintangan penyidikan.

SELENGKAPNYA