
Tokoh
Bung Hatta Menolak Uang Saku Perjalanan Dinas
Kejujuran Bung Hatta tidak diragukan lagi dan patut dijadikan teladan.
OLEH ALWI SHAHAB
Kasus korupsi, meski sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih tetap marak. Entah sudah berapa banyak pejabat negara dan anggota DPR yang telah dibui.
Bukan rahasia lagi di negeri ini, agar urusan dari yang kecil sampai besar bisa berjalan mulus, harus disertai uang pelicin, sebutan untuk memperhalus kata-kata suap dan sogok.
Dalam kaitan maraknya kasus korupsi, sebaiknya kita meneladani Bung Hatta yang kejujurannya tidak diragukan lagi dan patut dijadikan teladan. Mantan Wakil Presiden ini hatinya sangat peka terhadap penderitaan rakyat. Pribadinya bersih, jujur, dan taat kepada agama.
Begitu cintanya kepada Nusa dan Bangsa hingga seolah-olah dia bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Dia menikah dengan Ibu Rahmi, 18 November 1945 di Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Pernikahan ini tanpa pesta dan hanya dihadiri Bung Karno. Adapun mas kawinnya adalah buku karangannya sendiri berjudul Alam Pikiran Yunani, sampai-sampai keluarganya menjadi malu takut disangka pelit.
Ada peristiwa menarik saat terjadinya sanering pada 1950-an. Ketika itu, Ibu Rahmi Hatta ingin membeli mesin jahit. Untuk itu, dia dengan bersusah payah mengumpulkan uang. Ketika dia hendak membeli mesin jahit, terjadilah pengguntingan uang itu. Ibu Rahmi pun bertanya pada suaminya, apakah dia tahu akan ada sanering?

Dijawab, “Tahu.”
“Kok, kenapa tidak kasih tahu?” kata Ibu Rahmi.
Lalu Hatta mengatakan, “Itu rahasia negara. Saya tidak boleh membocorkannya sekalipun terhadap istri saya.”
"Rumahnya di Jalan Diponegoro 57, Jakarta Pusat, dibeli melalui kawannya Djohan Djohor dengan cara mengangsur dari honor buku-buku yang ditulisnya," tulis Solichin Salam dalam buku Soekarno-Hatta.
Menyinggung soal teks proklamasi, Bung Hatta menceritakan, sebetulnya naskah yang kemudian dikenal sebagai Mukadimah UUD 1945 akan dipakai sebagai teks Proklamasi. Tetapi, karena kalimatnya panjang dan tidak hafal, Bung Hatta mendiktekan kepada Bung Karno yang menulis konsep teks Proklamasi.
Sebenarnya, Bung Hatta minta semua yang hadir ikut menandatangani, tapi ditolak, dan kemudian ditandatangani Soekarno-Hatta sesuai permintaan hadirin.
Setelah berhenti sebagai Wakil Presiden, Bung Hatta setiap 17 Agustus diundang untuk menghadiri Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka. Bung Hatta memilih seperti tamu-tamu undangan lainnya. Mobilnya berhenti di pintu gerbang kemudian ia berjalan kaki. Demikian pula pulangnya.
Bung Hatta memilih seperti tamu-tamu undangan lainnya. Mobilnya berhenti di pintu gerbang kemudian ia berjalan kaki. Demikian pula pulangnya.
Bung Hatta pernah menceritakan kepada Solichin Salam, ketika sidang Konstituante, ia pernah memanggil Prawoto Mangunsasmito selaku tokoh Masyumi dan wakil ketua konstituante. “Saya katakan pada Prawoto,” ujar Bung Hatta, “buat apa memperjuangkan negara Islam? Bukankah hasil Pemilu (1955) sudah dapat diketahui? Tidak mungkin cita-cita Negara Islam diperjuangkan dalam Konstituante.”
Dijawab oleh Prawoto, “Soalnya bukan bisa atau tidak bisa. Akan tetapi, kita sudah telanjur janji kepada umat dalam kampanye pemilu, kita akan memperjuangkan negara Islam.”
Terhadap PRRI, Hatta menyatakan, dia sampai empat kali berusaha untuk menghalangi pemberontakan, tapi tidak berhasil.
Dalam kaitan maraknya korupsi, kejujuran, dan hidup sederhana, Bung Hatta patut menjadi contoh. Bung Hatta, menurut sekretaris pribadinya, I Wangsa Widjaja, selalu mengembalikan kelebihan uang negara yang diberikan sebagai anggarannya.
Dia menceritakan kisah menarik pada 1970-an setelah tidak lagi menjadi Wapres. Kala itu Pemerintahan Soeharto mengundangnya ke Irian (kini Papua) untuk mengunjungi tempat dia dibuang pada masa kolonial Belanda. Bung Hatta menolak ketika ia disodori amplop sebagai uang saku setelah dia dan rombongan tiba di Papua.
Ketika amplop itu disodorkan kepadanya, Bung Hatta spontan bertanya, “Surat apa ini?”
Soemarno yang mengatur perjalanan menjawab, “Bukan surat, Bung. Uang… Uang saku untuk perjalanan Bung Hatta di sini.”

“Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi Irian saya sudah harus bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi ini?”
“Loh, Bung. Ini uang dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan," Soemarno coba meyakinkan Bung Hatta.
“Tidak. Itu uang rakyat. Saya tidak mau terima. Kembalikan,” ujar Bung Hatta menolak amplop yang disodorkan kepadanya.
Rupanya Soemarno ingin meyakinkan Bung Hatta bahwa dia dan rombongan ke Papua dianggap sebagai pejabat dan menurut kebiasaan diberikan anggaran perjalanan, termasuk uang saku. Tidak mungkin dikembalikan lagi.
Rupanya Soemarno ingin meyakinkan Bung Hatta bahwa dia dan rombongan ke Papua dianggap sebagai pejabat dan menurut kebiasaan diberikan anggaran perjalanan.
Setelah diam sebentar, Bung Hatta berkata, “Maaf Saudara, saya tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya ingatkan, bagaimana pun itu uang rakyat, harus dikembalikan kepada rakyat.”
Kemudian ketika mengunjungi Tanah Merah tempat dia diasingkan Belanda pada masa penjajahan, setelah memberikan wejangan kepada masyarakat Digul, Bung Hatta memanggil Soemarno.
“Amplop yang berisi uang tempo hari apa Saudara simpan?” tanya Bung Hatta.
Dijawab, "Masih, Bung."
Lalu, oleh Bung Hatta amplop dan seluruh isinya diserahkan kepada pemuka masyarakat Digul. “Ini uang berasal dari rakyat dan telah kembali ke tangan rakyat,” tegas Bung Hatta.
Disadur dari Harian Republika Edisi Senin, 17 September 2012. Alwi Shahab adalah wartawan Republika sepanjang zaman yang wafat pada 2020.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Al Qanun Fit-Tibb, Karya Ibnu Sina yang Jadi Rujukan Dunia
Buku Ibnu Sina ini merupakan salah satu buku teks kedokteran yang paling populer yang pernah ada
SELENGKAPNYAMuslimah Merancap, Bolehkah?
Ulama berbeda pendapat mengenai apakah Muslimah boleh masturbasi.
SELENGKAPNYADivergensi Sufi Sunni dan Sufi Falsafi
Dari empat periode perkembangan tasawuf, dapat dirumuskan dua aliran utama tasawuf.
SELENGKAPNYA