Ilustrasi peretasan | Pixabay

Tajuk

Berkilah, Berkelit, dan Berdalih Soal Peretasan

Selain ada persoalan teknis pengamanan data dan jaringan secara nasional, persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan kepercayaan publik.

Pemerintah akhirnya mengakui menjadi korban peretasan. Ini untuk pertama kalinya pemerintah dengan tegas mengungkap datanya ada yang diretas. Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan hal tersebut kemarin. Mahfud mengomentari pertanyaan pers perihal peretas dengan nama akun bjorka di salah satu forum yang mengeklaim meretas data Presiden Joko Widodo.

Pengakuan Mahfud ini berbeda dengan sikap pemerintah sebelumnya. Dalam berbagai kasus dugaan peretasan, pemerintah justru mengambil sikap defensif. Menolak berkomentar lebih lanjut. Cenderung berkilah, berkelit, atau berdalih. Biasanya hanya menyatakan tengah menyelidiki dan berkoordinasi dengan Mabes Polri serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Menkominfo Johnny Plate dan jajarannya tercatat paling sering melakukan hal ini.

Sebelum kisruh Bjorka ini, salah satu kasus peretasan terbesar yang sempat dikomentari agak berupa pengakuan adalah soal data jutaan anggota BPJS Kesehatan. Pada awal-awal pemerintah tetap menolak mengakui ada peretasan. Namun, setelah kasusnya masuk ke Mabes Polri, dan dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, diketahui bahwa peretasan bukan dari pihak Kemenkes dan BPJS Kesehatan. Polisi memeriksa vendor yang mengurus server dan data di dua instansi kesehatan itu.

 
Sebelum kisruh Bjorka ini, salah satu kasus peretasan terbesar yang sempat dikomentari agak berupa pengakuan adalah soal data jutaan anggota BPJS Kesehatan.
 
 

Memang ada persoalan keterbukaan dari pemerintah dan aparat hukum dalam kasus-kasus peretasan ini. Sampai kini pun Mabes Polri tidak pernah mengungkap kelanjutan kasus penyelidikan dugaan peretasan yang ramai di media sosial. Pada akhirnya, masyarakat menjadi kehilangan kepercayaan atas pemerintah, dalam hal ini BSSN, Kemenkominfo, soal keamanan data mereka.

Ini menjadi permasalahan serius. Karena kini publik cenderung memercayai klaim peretas ketimbang pernyataan pemerintah. Padahal, keduanya sama-sama tidak memberi bukti. Secara hierarki informasi, seharusnya pemerintah adalah sumber tepercaya bagi publik. Bukannya akun tidak bernama di salah satu forum.

Klaim dari peretas pun sebetulnya tidak bisa dipercayai. Karena itu, umumnya hanya berupa foto tangkapan layar dari sebuah akun, sebuah pernyataan bahwa dia memiliki data dan bermaksud menjual. Dalam berbagai kasus peretasan, tidak ada satu pun sampel data yang diklaim diretas itu bisa dilihat langsung oleh publik. Ini berbeda dengan kasus Wikileaks misalnya, yang dengan gamblang bisa diakses siapa pun.

Analogi sederhananya, seperti seorang pencuri tiba-tiba muncul di media sosial. Mengaku mencuri satu dua barang dari sebuah rumah dan ingin menjualnya. Si pemilik rumah kemudian muncul, lalu mengaku sudah memeriksa dan tidak ada barang apa pun yang dicuri. Baik si pencuri maupun pemilik rumah sama sekali tidak menunjukkan di medsos barang apa itu yang dicuri atau hilang. Tapi, publik tetap percaya betul ada barang yang hilang, dan menghakimi si pemilik rumah.

 
Selain ada persoalan teknis pengamanan data dan jaringan secara nasional, persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan kepercayaan publik.
 
 

Jadi, selain ada persoalan teknis pengamanan data dan jaringan secara nasional, persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan kepercayaan publik. Publik harusnya merasa aman data mereka diurus pemerintah. Hentikan model komunikasi berkilah, berkelit, berdalih mengeles bila muncul kasus peretasan. Kemenkominfo, BSSN, dan instansi terkait harus mempererat koordinasi dan kerja samanya. Memiliki satu langkah terpadu, jangan malah saling lempar tanggung jawab. Berikan jawaban yang tegas sekaligus jernih. Paparkan langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan. Instansi mana saja yang tengah diperiksa jejaring datanya. Lalu jelaskan sejauh mana kasus ini bisa masuk ke ranah hukum.

Pada tahun ini saja, sudah ada lebih dari 20 klaim peretasan dan penjualan data di forum-forum internet. Seluruhnya sudah ditanggapi oleh pemerintah, tetapi tidak ada kejelasan kasusnya. Dari 20 itu mana yang benar-benar diretas, mana yang hanya klaim, pemeriksaan sudah sejauh mana. Gelap sekali informasi mengenai perkembangan kasus-kasus peretasan ini.

Bagi sebagian pihak, maraknya peretasan bisa diatasi dengan segera diketoknya RUU Perlindungan Data Publik (PDP) oleh DPR. Rencananya, memang pekan ini. Tapi patut diingat, RUU PDP justru bukan jaminan akan menghilangkan peretasan sama sekali. Yang ingin publik lihat adalah langkah nyata pembenahan di Kemenkominfo dan BSSN. Apakah memang ada persoalan kepemimpinan, rencana kerja, aturan yang belum cukup, atau anggaran. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

'RUU Sisdiknas Tunggu Keputusan DPR'

Proses penyusunan RUU Sisdiknas masih berada di tahap perencanaan.

SELENGKAPNYA

JNE Jamin Ganti Rugi Semua yang Terbakar

Pihak Eiger memutuskan menutup sementara akun mereka di Shopee dan Tiktok Shop.

SELENGKAPNYA