Wajib pajak mengisi formulir saat akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di KPP Pratama Pondok Aren, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (31/3/2022). | ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Ekonomi

Kemenkeu Naikkan Target Rasio Pajak

Penerimaan negara tahun ini diperkirakan tumbuh 15,3 persen.

JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan rasio perpajakan atau tax ratio pada tahun depan mencapai 9,3 persen sampai 10 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Target tersebut telah disepakati antara Kemenkeu dan Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam Rapat Panja terkait RAPBN 2023.

Rentang target tersebut meningkat dari Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) 2023 yang diajukan Kemenkeu sebelumnya, yakni sebesar 9,3 persen sampai 9,59 persen. “Ini sekaligus menjadi cerminan betapa kita semua, Komisi XI dan Banggar bisa melihat secara jeli adanya ketidakpastian,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (13/6).

Febrio menjelaskan, disepakatinya batas bawah ratio perpajakan sebesar 9,3 persen mencerminkan masih adanya ketidakpastian dan dinamika global. Sementara itu, disepakatinya batas atas rasio perpajakan sebesar 10 persen mencerminkan efektivitas Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan optimisme pemerintah.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Kebijakan Fiskal (bkfkemenkeu)

Febrio menjelaskan, penetapan target rasio perpajakan 2023 tak lepas dari besarnya penerimaan negara tahun ini yang diperkirakan tumbuh 15,3 persen (yoy) atau mencapai Rp 1.784 triliun. Prediksi itu melampaui target penerimaan perpajakan dalam APBN 2022 yang hanya sebesar Rp 1.510 triliun.

Dia memerinci, perkiraan penerimaan Rp 1.784 triliun meliputi penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 299 triliun yang lebih tinggi dari target dalam APBN sebesar Rp 245 triliun. Kemudian, hal itu juga meliputi penerimaan pajak sebesar Rp 1.485 triliun yang lebih tinggi dari target APBN sebesar Rp 1.265 triliun.

Target rasio perpajakan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi rasio perpajakan pada 2017 hingga 2021 kecuali 2018. Pada 2018, rasio perpajakan sempat melonjak menjadi 10,24 persen karena didukung peningkatan harga komoditas.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Kebijakan Fiskal (bkfkemenkeu)

Sementara itu, pada 2019, harga komoditas mulai normal sehingga rasionya turun menjadi 9,77 persen dan pada 2020 kembali turun menjadi 8,32 persen karena penerimaan pajak terkontraksi 16,8 persen akibat pandemi Covid-19.

"Walau perekonomian kita baru tumbuh 3,7 persen pada 2021, namun rasio pajak meningkat cukup tajam dari 8,32 menjadi 9,12," ujarnya.

Untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, pemerintah juga berupaya melakukan ekstensifikasi. Saat ini, Febrio menyampaikan, pemerintah tengah merencanakan pengenaan bea materai pada transaksi belanja di niaga daring yang melebihi Rp 5 juta.

Febrio mengatakan, landasan hukum mengenai bea materai digital ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai. Dalam beleid tersebut, transaksi digital yang dikenakan bea materai memiliki nilai di atas Rp 5 juta.

“Saat ini kita sedang kaji harusnya belanja besar saja,” ujarnya.

photo
Petugas membantu wajib pajak yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di KPP Pratama Pondok Aren, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (31/3/2022). Direktorat Jenderal Pajak melaporkan sekitar 10,7 juta wajib pajak (WP) sudah menyampaikan SPT pada hari terakhir pelaporan Kamis (31/3/2022). - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Menurut Febrio, pengenaan bea materai senilai Rp 10 ribu tidak akan berdampak signifikan terhadap minat belanja masyarakat. Dia menekankan, pengenaan bea materai akan meningkatan formalitas transaksi terutama yang bernilai relatif besar.

Febrio juga mengungkapkan, pemerintah sedang mengkaji pengenaan cukai ban karet, BBM, dan deterjen. Dia menjelaskan, pengenaan cukai untuk komoditas tersebut bertujuan mengendalikan tingkat konsumsi masyarakat. Meski begitu, dia menekankan, kebijakan itu baru bisa dilaksanakan paling cepat pada lima tahun mendatang atau pada 2027.

Sementara itu, pemerintah berupaya tetap memperkuat kondisi fiskal dan menjaga stabilitas sistem keuangan dengan pelaksanaan skema //burden sharing// dengan Bank Indonesia. Hal ini membuat Indonesia tidak mengalami gangguan stabilitas sistem keuangan selama periode pemulihan ekonomi.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, salah satu poin penting dalam upaya pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19, yakni stabilitas sistem keuangan. Skema ini memberikan jaminan kebutuhan pembiayaan selama pemulihan.

"Kami mencapai kesepakatan dengan Bank Indonesia untuk menjalankan skema burden sharing. Ini adalah suatu bentuk membangun stabilitas keuangan negara khususnya dari sisi pembiayaan," ujar Suahasil. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Tawa Mega di Sarinah

Mega mengucap syukur melihat relief Sarinah telah dipugar kembali oleh Kementerian BUMN.

SELENGKAPNYA

Badan Pangan Siapkan Intervensi Harga

Distribusi gratis dilakukan dengan bersinergi bersama Kementan hingga asosiasi.   

SELENGKAPNYA

‘Jangan Gegabah Menangani Pengalihan Honorer’

Penghapusan tenaga honorer di instansi pemda tidak bisa dilakukan secepatnya pada 2023 dan diseragamkan waktunya.

SELENGKAPNYA