Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tausiyah

Meng-upgrade Kesadaran Diri

Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dicapai, semakin tinggi pula ia merasakan kualitas hidup.

Oleh Kontemplasi Ramadhan (13)

PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Kesadaran manusia bertingkat-tingkat. Setiap orang diharapkan meningkatkan kesadarannya hingga ke tingkat puncak, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat:

"Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” (QS al-Fathir [35]: 32). 

Nabi juga pernah menegaskan kepada umatnya untuk selalu meningkatkan atau memperbarui kesadaran dan keimanannya: “Senantiasalah memperbaharui keimanannya dengan terus-menerus mengikrarkan ‘Lailaha Illa Allah.’” 

Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dicapai, semakin tinggi pula ia merasakan kualitas hidup. Kesadaran dan keyakinan kuat (state of being aware) terhadap suatu objek akan semakin menyadarkan orang itu kepada Tuhannya.

Setiap orang diharapkan untuk meningkatkan kesadarannya sehingga ia merasa betul-betul berada dalam suasana new-consciousness, sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengontrol segenap sistem kesadaran dalam dirinya (executive control system of the mind).

 
Semakin tinggi tingkat kesadaran yang dicapai, semakin tinggi pula ia merasakan kualitas hidup.
 
 

Untuk mencapai new-consciousness diperlukan proses pembiasaan diri kepada hal-hal sebagai berikut, yaitu memulai segala sesuatu dengan ikhlas dan dengan niat baik (husnuzhan atau positive thinking), belajar memercayai diri sendiri seiring dengan kepercayaan kita kepada orang lain, bersikaplah baik, sopan, dan menghargai orang lain. 

Hargailah perbedaan orang lain dan pandanglah perbedaan itu sebagai keuntungan besar. Kita harus mampu mengubah diri sebelum mengubah orang lain, termasuk mengubah paradigma dengan memperluas dan memperdalam wawasan dan cakrawala pandang. Bicaralah dengan perbuatan, bukan sekadar kata-kata. 

Luangkanlah waktu untuk membantu mereka yang kurang beruntung jika dibandingkan dengan diri kita, terutama bagi mereka yang mengalami nasib nahas. Dalam bulan puasa, kita diminta betul-betul untuk mencontoh sifat-sfat Allah SWT, sebagaimana diserukan Nabi:

Takhallaqu bi akhlak Allah” (berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah), “Huwa yuth’im wa la yuth’am” (Allah SWT memberi makan dan tidak diberi makan, QS al-An’am [6]: 14), dan “Lam takun lahu shahibah" (Tuhan tidak memiliki pasangan, QS al-An’am [6]: 101). 

Tancapkan ikrar misi pribadi dengan penanaman tekad kita sebagai hamba (‘abid) dan sebagai representatif Allah SWT (khalifah) di dunia ini selalu harus dicamkan. Ingat selalu pertanyaan Tuhan dalam surah al-Takwir: “Fa aina tadzhabun?” (Kalian sesungguhnya mau ke mana?)

 
Tancapkan ikrar misi pribadi dengan penanaman tekad kita sebagai hamba (‘abid) dan sebagai representatif Allah SWT (khalifah) di dunia ini selalu harus dicamkan. 
 
 

Apa yang menjadi obsesi utama kita hidup di dunia ini, terutama dalam mengemban dua kapasitas tadi. Ikrar misi pribadi dapat diekspresikan ke dalam berbagai ikhtiar dan keputusan. 

Kita perlu menetapkan sasaran-sasaran yang bisa dicapai, kalau perlu memilah sasaran jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Jangan pernah kita melupakan sasaran-sasaran tersebut. 

Jangan juga memandang enteng hal-hal yang sederhana di dalam hidup ini. Jangan malu bertanya kepada siapa pun yang dianggap tahu terhadap suatu persoalan.

Modal utama di dalam sebuah pergaulan ialah berangkat dengan positive thinking, mengedepankan principle of identity daripada principle of negation, ciptakan kondisi batin: Allah memihak kepada saya atau kami, jangan pernah kita mengesampingkan kejujuran. Kejujuran tidak pernah terkubur.

Kita perlu menjadi pendengar aktif terhadap pendapat orang lain, biasakan mengingat dan membela orang lain yang tidak hadir dalam sebuah pertemuan, pertahankan rasa humor dan keramahan, tulus tetapi tegas. Jangan membiasakan diri kita menunda urusan yang bisa diselesaikan sekarang, bereskan terlebih dahulu masalah yang ada di rumah atau lingkungan keluarga, beri apresiasi keberhasilan bawahan atau kawan, jadilah pendengar aktif dua kali lebih banyak daripada berbicara, kerjakanlah dengan konsentrasi dan tuntaskan.

Jangan membiasakan diri untuk berutang, meminjam, dan meminta. Dandani bibir dan hatinya dengan kalimah thayyibah. Usahakan “menang tanpa perang”, jangan gampang mengatakan “ia”, dan tangkaplah peluang dengan tawadhu dan low profile.

Jika kita sudah berangkat dari niat baik lalu bekerja dengan tulus dan profesional, lalu segalanya kita serahkan kepada Tuhan (tawakal) maka go ahead, jangan takut salah atau gagal, la tahdzan innallah ma’ana (jangan khawatir Allah SWT bersama kita). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Lepas Subuh, Israel Kembali Serang Al-Aqsa

Sedikitnya 90 warga Palestina luka-luka akibat serangan militer Israel ke Masjid al-Aqsa.

SELENGKAPNYA

Tol Japek Krusial Hadapi Puncak Arus Mudik Lebaran

Tol Japek dan penyeberangan Merak-Bakauheni diprediksi padat signifikan saat puncak arus mudik.

SELENGKAPNYA

Rusia: Serangan Kiev Kian Gencar

Kapal berpandu rudal milik Rusia, Moskva, dilaporkan tenggelam, Kamis (14/4).

SELENGKAPNYA