
Sirah
Hamnah binti Jahsy, Perawat Para Mujahid
Hamnah berada di barisan belakang saat Perang Uhud untuk memberi minum dan mengobati Muslim yang terluka.
Di belakang tangan perkasa tentaratentara Islam yang menegakkan panji agama di tengah peperangan, tampil tangan-tangan lembut yang memberikan sentuhan berarti bagi para pejuang.
Kehadiran mereka, bukan hanya memberikan dukungan moril, melainkan juga terlibat langsung dalam membantu perjuangan para mujahid. Salah satunya ialah Hamnah binti Jahsy. Dengan keberaniannya, ia berada di barisan belakang saat Perang Uhud untuk memberi minum dan mengobati Muslim yang terluka.
Kesaksian datang dari berbagai pihak soal keterlibatannya dalam peperangan. Adalah Mu’awiyah bin Ubaidillah bin Abi Ahmad, ia pernah mengatakan, “Saya melihat dengan kedua mata saya, Hamnah binti Jahsy memberi minum kepada orang-orang yang kehausan dan mengobati orang-orang yang terluka.”
Perempuan mulia itu bernama Hamnah binti Jahsy. Ia berasal dari golongan Bani Asad bin Khuzaimah. Ia bersaudara dengan Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah SAW.
Hamnah juga memiliki hubungan saudara dengan Ummu Habibah, istri Abdurrahman bin ‘Auf, salah seorang sahabat yang tergolong assabiqunal awwalun, sahabat Nabi Muhammad yang pertama kali masuk Islam.
Dengan Rasulullah SAW, Hamnah memiliki ikatan saudara, sepupu. Ibunda Hamnah, Umaimah binti Abdul Muththalib, adalah bibi dari Nabi Muhammad SAW. Kedekatan ini pula yang menyebabkan Hamnah termasuk satu di antara perempuan-perempuan yang berbaiat kepada Rasulullah SAW.
Hamnah dipersunting seorang pemuda pemberani, cerdas, dan berbudi luhur, Mush’ab bin ‘Umair.
Hamnah dipersunting seorang pemuda pemberani, cerdas, dan berbudi luhur, Mush’ab bin ‘Umair. Suami Hamnah mengemban tugas mulia. Pemuda yang tergolong sahabat Nabi SAW nan harum namanya itu didaulat sebagai duta Islam pertama ke Yatsrib (Madinah).
Ia merupakan tokoh di balik hijrahnya Rasulullah SAW bersama para sahabat. Buah pernikahan mereka dikarunia seorang anak perempuan.
Keluarga ikut berperang
Setahun lebih seminggu sejak kemenangan Perang Badar, umat Muslim bersiap angkat senjata menghadapi kafir Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan. Peperangan kali ini berlangsung di Bukit Uhud, sekitar empat mil dari Masjid Nabawi Madinah. Tepatnya, 7 Syawal tahun ketiga Hijriah.
Di antara kaum Muslimin yang maju ke peperangan di Bukit Uhud, tampil sepasang suami istri. Mereka adalah pasangan Mush’ab bin Umair RA dan istrinya, Hamnah binti Jahsy.
Mereka memiliki tugas berbeda, tapi tujuan sama, yaitu menegakkan panji Islam. Mush’a bin Umair mengangkat senjata, sedangkan Hamnah bersama 13 perempuan lainnya bertugas di belakang pasukan Islam.
Tugas mereka tidak kalah penting, yakni memberi air bagi yang haus, membawa yang terluka keluar dari pertempuran, lalu mengobati luka tersebut. Selain Hamnah, dari 14 perempuan tersebut di antaranya ialah putri Rasulullah SAW, Fatimah, istri Ali bin Abi Thalib.
Iring-iringan pasukan kaum Mus limin dipimpin Rasulullah SAW menuju Bukit Uhud. Tampak pula saudara laki-laki Hamnah, Abdullah binti Jahsy, dan pamannya, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib. Ketika perang mulai berkecamuk, korban luka pun mulai berjatuhan dari kedua belah pihak. Hamnah binti Jahsy bersama relawan perempuan sibuk melakukan tugasnya.
Ketika perang mulai berkecamuk, korban luka pun mulai berjatuhan dari kedua belah pihak. Hamnah binti Jahsy bersama relawan perempuan sibuk melakukan tugasnya.
Kehilangan orang tercinta
Berbeda dengan Perang Badar, Perang Uhud berakhir duka. Pasukan Islam kalah. Rasulullah SAW mengalami cedera luka parah. Tak sedikit sahabat yang gugur syahid.
Menurut sejumlah riwayat, dari sembilan sahabat Nabi Muhammad SAW, tujuh orang mati syahid. Dalam Bukhari disebutkan, yang tersisa hanya Talhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash.
Peristiwa Uhud menyisakan kepedihan tersendiri di hati Hamnah. Konon, sesampainya Rasulullah SAW di Madinah, para keluarga berdatangan untuk mengetahui nasib saudara-saudaranya yang ikut berperang. Tampak Hamnah binti Jahsy menemui Rasulullah.
Nabi SAW berkata, “Wahai Hamnah, harapkanlah pahala bagi saudaramu, Abdullah bin Jahsy.”
Mendapat kabar duka tersebut, Hamnah mengucapkan, “Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji’un,” (Semoga Allah merahmatinya dan mengampuni dosanya). Jasad Abdullah ditemukan dengan bagian tubuh yang tak utuh.
Rasul kemudian berkata lagi, “Wahai Hamnah, harapkanlah pahala bagi pamanmu, Hamzah bin ‘Abdil Muththalib.”
Hamnah kembali memanjatkan doa, kali ini untuk pamannya. Tidak berbeda dengan saudaranya, kondisi jenazah Hamzah saat ditemukan sangat mengenaskan, tubuhnya tercabik-cabik.
Lalu, Rasulullah kembali berkata pada Hamnah, “Wahai Hamnah, harapkanlah pahala bagi suamimu, Mush’ab bin Umair.” Kali ini Hamnah tidak dapat menahan kepedihan hatinya, sang suami gugur sebagai syahid di medang perang.
Terbayang putrinya kini menjadi yatim. Ketika ditemukan, kondisi jenazah suaminya lebih mengenaskan, kedua tangannya dipotong.
Keimananlah yang membuat Hamnah ikhlas melepaskan orang-orang yang dicintai meninggal dalam waktu bersamaan.
Sebagai pembawa bendera perang, Mush’ab bin Umair menggenggamnya di tangan kanan. Ketika perang berkecamuk, tangan kanannya terpotong, bendera dialihkan ke tangan kiri. Ketika musuh menyabet tangan kiri, ia berlutut dan menjepit bendera dengan dada dan dagunya. Ia tetap dalam posisi itu hingga ditemukan jenazahnya.
Diriwayatkan, Mush’ab mirip dengan Nabi Muhammad SAW. Kafir Quraisy sempat mengira jasad itu ialah Rasulullah. Spontan, mereka mengumumkan meninggalnya Rasulullah. Hal ini membuat kendur semangat berperang kaum Muslimin saat itu.
Keimananlah yang membuat Hamnah ikhlas melepaskan orang-orang yang dicintai meninggal dalam waktu bersamaan. Ia memahami bahwa anggota badan yang hilang dan tubuh yang tercabik nanti akan menjadi saksi kesungguhan iman dari suami, saudara, serta paman di hadapan Allah SWT kelak.
Keyakinan dan keikhlasan Hamnah merupakan jalan bagi perempuan yang ingin menjadi pilihan Allah.
Disadur dari Harian Republika edisi 17 Februari 2012
Mutiara Ramadhan
Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896
HIKMAH RAMADHAN

Memahami Makna Ramadhan
Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.