Lagu K-Pop | Pusat Data Republika

Geni

Menelisik Pangkal K-Pop Lewat Dokumenter

Ingin pelajari sejarah K-pop, saksikan dokumenter “Suatu Debut, Musisi Pengubah Era” produksi KBS.

OLEH GUMANTI AWALIYAH

Kepopuleran musik K-pop tidak dibangun dari proses bermusik yang instan. K-pop lahir dari metamorfosis musik pop Korea yang telah eksis sejak hampir 100 tahun lalu. 

Apabila ingin mempelajari lebih jauh mengenai sejarah panjang dan lahirnya musik K-pop, para penggemar bisa menyaksikannya di serial dokumenter “Suatu Debut, Musisi Pengubah Era” produksi KBS. Dokumenter yang tayang pertama di Korea pada 2021 itu terdiri atas empat episode, yakni “Kelahiran Musik Pop”, dilanjutkan dengan “Lagu, Sayap dari Kebebasan”, “Pas Sesuai Selera”, dan “Kelahiran Generasi Baru”.

Ini adalah sebuah arsip dan dokumentasi musik yang berisi wawancara dengan artis-artis utama Korea mengenai momen-momen penting dalam 100 tahun sejarah musik pop Korea.

Korean Culture and Information Service (KOCIS), Korean Cultural Center (KCC) Indonesia, Korea Creative Content Agency (KOCCA) Indonesia Business Center, dan Korea Tourism Organization (KTO) berkolaborasi menayangkan tayangan tersebut di berbagai kota di Indonesia. Kota-kota tersebut, yakni Bandung pada 4-5 Maret, Yogyakarta pada 12 Maret, Surabaya 19 Maret, Jakarta 25-27 Maret, dan terakhir di Medan pada 2 April.

Republika berkesempatan menyaksikan dokumenter “Suatu Debut, Musisi Pengubah Era” di CGV Grand Indonesia pada Ahad (27/3). Di awal episode, penonton diperkenalkan pada sosok Lee Nan-young, seorang penyanyi yang paling terkenal dengan lagu trot hit tahun 1935, “Tears of Mokpo”, yang terjual 50 ribu kopi. Dia debut sebagai aktris pada 1930. Sekitar dua tahun kemudian, dia beralih menjadi penyanyi di bawah naungan OK Records.

Pada era ini, genre musik pop Jepang ikut memengaruhi unsur-unsur musik pop di Korea. Hal itu tak lepas dari penjajahan Jepang atas Korea yang berlangsung sejak 1910 hingga 1945. Pada 1950-an, ketika konflik antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) berkecamuk, militer AS sebagai sekutu Korea Selatan mulai datang dan membangun pangkalan militer.

Meski perang Korea berakhir pada 1953, masih banyak tentara AS yang tetap berada di pangkalan militer Korsel. Di tempat yang akhirnya dinamai klub US 8th Army Show itu, musisi lokal tampil dan mendapat bayaran tinggi. Tak semua musisi bisa tampil di sana. Hanya musisi dengan gaya panggung khas Barat yang berpotensi besar dipilih. 

Patti Kim adalah satu penyanyi yang terpilih. Panggung US 8th Army sekaligus menjadi debutnya di dunia musik. Selain itu, kejayaan musik-musik jaz dan rock ala Barat juga cukup mewabah di kalangan anak muda Korsel kala itu.

Pada 1957 gitaris rock Shin Jung-hyeon memulai debutnya di pangkalan militer AS. Shin yang kemudian dikenal sebagai “Godfather of Rock” Korsel menyebut bahwa rock Korea lahir di pangkalan militer AS. Satu girl grup bernama The Kim Sisters juga memulai debutnya di panggung US 8th Army Show.

Beralih ke era 1992, debut boy grup Seo Taiji and Boys menandakan awal mula musik pop modern di Korsel yang memberi warna baru dengan saluran musik rap, rock, dan tekno Amerika. Kemunculan Seo Taiji and Boys direspons dengan sangat antusias oleh anak muda Korea kala itu. 

Seperti ditampilkan dalam dokumenter, mereka menganggap gaya musik Seo Taiji dan Boys sangat mewakilkan karakter anak-anak muda Korea. Meski akhirnya pensiun pada 1996, Seo Taiji and Boys berhasil mengawali musik pop modern saat ini.

Pada periode tahun yang sama, Lee Soo-man dengan label rekamannya, SM Entertainment, mengadakan audisi boy group besar-besaran di AS. Lee merasa perlu ada penyegaran dan musik korea harus mau menerima perubahan agar bisa mendunia. 

Hal itu terlihat dari debut H.O.T atau Highfive of Teenagers pada 1996. Boy group beranggotakan Moon Hee-joon, Jang Woo-hyuk, Tony An, Kangta, dan Lee Jae-won ini dianggap sebagai idol grup K-pop pertama dan formula sukses mereka menjadi model untuk banyak grup K-pop selanjutnya.

H.O.T berhasil menjual lebih dari 6,4 juta kopi album di Korsel selama karier mereka. Keberhasilan H.O.T diikuti oleh banyak grup lain seperti CLON, S.E.S, hingga Sechs Kies.

Panggung K-pop terus bermetamorfosis mengikuti selera musik dan budaya kalangan muda serta musik global secara umum. Sekarang, gelombang K-pop dirajai oleh BTS di bawah naungan Big Hit Entertainment.

Penayangan dokumenter ini disambut antusias oleh penggemar Hallyu di Indonesia. Menurut staf KCC, Nining, antusiasme masyarakat menonton dokumenter ini sangatlah tinggi.

Untuk penayangan di Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya ditonton oleh sekitar 1.500 orang. Di Jakarta, jumlah pendaftar mencapai 1.600 orang sehingga jumlah kuota yang semula hanya 600 dinaikkan dan diberi 1.000 kuota tambahan untuk mengakomodasi tingginya permintaan.

“Di Jakarta ini yang paling membeludak selama tiga hari. Ini juga sudah dibatasi karena bioskop belum boleh full,” kata Nining.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat