Hasib Qarizada, seorang mahasiswa dari Afghanistan keluar dari toko di pengungsian Krnjaca di Belgrade, Serbia, Kamis (24/3/2022). | AP Photo/Darko Vojinovic

Kisah Mancanegara

Nasib Pengungsi Qarizada di Hungaria Ternyata Berbeda

Pengusiran Qarizada menggambarkan perbedaan mencolok Ukraina dan zona perang non-Eropa.

OLEH DWINA AGUSTIN

Ketika Rusia melancarkan serangan ke Ukraina, Hungaria membuka perbatasannya bagi puluhan ribu pengungsi yang melarikan diri. Mereka diterima dengan tangan terbuka. Hanya saja, pengungsi lainnya dibiarkan tanpa bantuan.

Namun, pintu Hungaria seakan tertutup bagi Hasib Qarizada. Setelah belajar di Hungaria selama tiga tahun, Qarizada mencari suaka di sana setelah negara asalnya, Afghanistan, hancur dalam kekacauan perpindahan kekuasaan pada Agustus 2021.

Alih-alih menerima perlindungan, pihak berwenang Hungaria membawa Qarizada melewati perbatasan pada enam bulan lalu ke negara tetangga Serbia, menendangnya dari negara yang selama beberapa tahun telah dia tempati.

"Polisi baru saja datang dan memborgol saya. Mereka mengatakan kepada saya 'Jangan mencoba melarikan diri, jangan mencoba melawan kami, jangan lakukan hal bodoh'," kata Qarizada di Beograd, ibu kota Serbia seperti dilansir Associated Press, Ahad (27/3).

Ditinggal sendirian di sebuah ladang di Serbia tanpa seorang pun yang terlihat sejauh berkilo-kilometer, pria berusia 25 tahun ini tidak tahu berada di mana dan harus pergi atau apa yang harus berbuat sesuatu.

"Saya adalah seorang mahasiswa, dan mereka memberikan hidup saya perubahan sangat berbeda. Mereka tidak memberi saya kesempatan untuk mengambil pakaian saya, pengisi daya (ponsel) saya atau laptop atau apa pun yang penting bagi keperluan bepergian," ujarnya mengingat peristiwa pada September tahun lalu itu.

photo
Hasib Qarizada, seorang mahasiswa dari Afghanistan, di pengungsian Krnjaca di Belgrade, Serbia, Kamis (24/3/2022). - (AP Photo/Darko Vojinovic)

Hungaria telah terkenal sebagai negara yang memiliki catatan buruk dalam memperlakukan para migran yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan. Aktivis hak di wilayah tersebut menggugat kasus pertama pada 2017.

Gugatan ini mewakili seorang Kurdi berusia 16 tahun dari Irak yang dideportasi ke Serbia dari Hongaria. Dia awalnya memasuki Hongaria dari Rumania dan berhasil mencapai Austria sebelum dikirim kembali.

Baru-baru ini, seorang perempuan asal Kamerun yang masuk Hungaria dari Rumania dikirim ke Serbia Desember lalu. Seorang perempuan Afrika lain yang terbang dari Dubai, Uni Emirat Arab, setahun lalu, juga berakhir di sebuah ladang di Serbia.

"Ini adalah sesuatu yang sayangnya telah menjadi normal, biasa, dan sesuatu yang tidak dapat dianggap tidak biasa," kata pengacara hak asasi Serbia Nikola Kovacevic.

Pengusiran Qarizada menggambarkan perbedaan mencolok dalam perlakuan terhadap orang-orang dari Ukraina dan orang-orang dari zona perang non-Eropa. Pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban ini pun tidak jauh beda dengan Kroasia, yang menerima pengungsi Ukraina tetapi memiliki tuduhan menggunakan kekerasan terhadap migran.

Aktivis memuji sikap kedua negara dalam menerima imigran dari Ukraina. Namun juga memperingatkan diskriminasi terhadap pengungsi dan migran dari Timur Tengah dan Afrika. Kelompok ini selama bertahun-tahun menghadapi bahaya dan tekanan di perbatasan Hongaria, Kroasia, dan negara-negara Eropa lainnya.

"Bagi kita yang mengikuti masalah ini, sulit untuk melewatkan kontras yang mencolok dari beberapa minggu terakhir dengan tanggapan keras Eropa terhadap orang-orang yang melarikan diri dari perang dan krisis lain,” kata Judith Sunderland dari Human Rights Watch.

Zsolt Szekeres dari Komite Helsinki Hungaria mencatat bahwa pemerintah sedang mencoba yang terbaik untuk menjelaskan mengapa orang Ukraina adalah pencari suaka yang baik dan yang lainnya adalah migran yang buruk. Juru bicara pemerintah Zoltan Kovacs menepis laporan bahwa pihak berwenang melakukan diskriminasi, bahkan di antara para pengungsi yang datang dari Ukraina.

photo
Relawan dari Moldova membagikan makanan bagi pengungsi Ukraina yang menuju Rumania di pos perbatasan di Palanca, Moldova, Kamis (17/3/2022). - (AP/Sergei Grits)

Kasus deportasi Qarizada menjadi sorotan akibat keputusan drastis karena seorang mahasiswa yang membiayai sendiri apartemen dan memiliki kehidupan mapan di Budapest. Dia mencari suaka karena gejolak di Afghanistan akibat keluarganya tidak bisa lagi membayar biaya kuliah dan tidak dapat memperbarui izin tinggalnya.

Dalam menolak permohonan suaka, menurut para aktivis, pihak berwenang Hungaria mengabaikan fakta bahwa tanah air Qarizada tidak dapat dianggap aman karena Taliban kembali berkuasa. Pengacara Komite Helsinki telah membawa kasus Qarizada ke pengadilan di Hongaria dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, karena pengusirannya yang melanggar hukum bertentangan dengan Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa.

Sebuah pengadilan Hungaria telah memutuskan mendukung Qarizada, tetapi para pengacara sekarang melancarkan pertempuran hukum lain. Mereka ingin memaksa pihak berwenang Hungaria untuk menerapkan keputusan dan mengizinkan dia untuk kembali.

Szekeres mengatakan penerimaan pengungsi dari Ukraina menunjukkan bahwa solidaritas sesama manusia, terutama yang membutuhkan tetap kuat di antara warga Hungaria. Meskipun dia tidak menampik ada agenda anti-imigrasi pemerintah selama bertahun-tahun.

"Tidak ada perbedaan antara orang tua Ukraina yang melarikan diri dengan anak-anak mereka dan orang tua Afghanistan yang melarikan diri dengan anak-anak mereka. Ini adalah pengingat yang baik untuk semua orang bahwa pencari suaka, dari mana pun mereka berasal, membutuhkan perlindungan," ujar Szekeres. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Perang Rusia-Ukraina, Anda Pro Siapa?

Pemihakan Anda dan saya tak berpengaruh pada jalannya perang Rusia-Ukraina..

SELENGKAPNYA

Kisruh Wadas Muncul Dalam Soal Ujian Sekolah

Komnas HAM menilai siswa tak perlu dipengaruhi atas insiden kekerasan di Wadas.

SELENGKAPNYA

Turki Dorong Pembicaraan dengan Rusia

Luhansk berencana menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia.

SELENGKAPNYA