Ilustrasi Hikmah Hari ini | Republika

Hikmah

Memurnikan Motif Amal

Motif duniawi atau keuntungan materi acap kali membuat kita tak ikhlas dalam beramal.

Oleh FAJAR KURNIANTO

OLEH FAJAR KURNIANTO

Ada dua hal yang menjadi kunci utama Allah menerima amal kita. Pertama, sesuai dengan petunjuk-Nya dan Rasul-Nya. Kedua, ikhlas semata-mata karena Allah.

Tentang ikhlas, Allah berfirman dalam Alquran, “Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istiqamah), melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).” (QS al-Bayyinah [98]: 5).

Menurut Imam Izzuddin Abdussalam, ikhlas artinya melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah tanpa berharap puji-pujian dan penghormatan dari manusia, tidak pula karena berharap manfaat atau menolak bahaya dari manusia. Jadi, sesuai dengan salah satu arti ikhlas secara kebahasaan, dari kata khalasha, berarti murni. Maksudnya, murni dari motif-motif selain Allah.

Sedikit saja orang keluar dari keikhlasan atau kemurnian motif yang hanya untuk Allah, dia berarti telah jatuh dalam riya (pamer) yang menurut Rasulullah disebut sebagai syirik terkecil, Mahmud bin Labid menceritakan, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik terkecil (ashghar).” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik terkecil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya.” (HR Ahmad).

Motif-motif duniawi atau keuntungan materi acap kali membuat kita tak ikhlas dalam beramal. Kita, misalnya, beribadah bukan karena kesadaran dari lubuk hati terdalam atau kesadaran bahwa ibadah itu adalah kebutuhan hakiki kita kepada Allah, melainkan karena terpaksa atau sekadar formalitas, supaya orang lain melihat kita sebagai orang religius. Atau, misalnya, karena alasan tidak enak dengan orang-orang terdekat, keluarga, atau teman kita.

Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah mengatakan, amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkan, tetapi tidak bermanfaat.

Sementara itu, Fudhail bin Iyadh mengatakan, meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedangkan beramal karena manusia adalah syirik. Sementara ikhlas akan menyelamatkan kita dari kedua penyakit tersebut.

Ibadah yang murni semata-mata karena motif mengharapkan keridhaan dan pahala Allah selain akan menjauhkan seseorang dari riya dan ketergantungan kepada makhluk, juga akan semakin mendekatkan diri kepada Allah, karena di hatinya hanya ada Allah.

Jadi, seluruh amal ibadah hanyalah karena dan untuk Allah. Inilah inti keimanan kepada Allah, manifestasi dari tauhid la ilaha illallah, yang bermakna tidak hanya kesadaran bahwa tidak ada tuhan selain Dia, tetapi juga kesadaran bahwa seluruh motivasi amal adalah semata-mata karena Allah.

Saking pentingnya pemurnian amal, para ulama saleh sangat perhatian terhadap hal ini, khawatir akan tergelincir pada motif-motif selain Allah, karena hati yang merupakan tempat keikhlasan, dapat berubah-ubah.

Dalam kitab Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam disebutkan, Sufyan ats-Tsauri mengatakan, “Tidaklah aku bersungguh-sungguh mengobati sesuatu melebihi kesungguhanku dalam menjaga hatiku karena ia selalu berubah-ubah.”

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat