Sejumlah menteri negara berfoto bersama dengan pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). | Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO

Nasional

Ada Typo di UU yang Sudah Diteken Presiden? Nggak Masalah

Fraksi PKS tetap menolak penambahan ayat baru dalam Pasal 73 yang mengizinkan adanya perbaikan salah ketik.

OLEH NAWIR ARSYAD AKBAR

Masih ingatkah Anda peristiwa salah ketik (saltik) alias typo UU Cipta Kerja meski sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir 2020 lalu? Saat itu, polemik terjadi atas bagaimana bisa sebuah produk undang-undang yang disusun dan dibahas secara seksama oleh DPR dan pemerintah kemudian masih terdapat kesalahan ketik, bahkan ada substansi pasal yang hilang pada draf yang sudah ditandatangani Presiden.

Seperti belajar dari pengalaman hebohnya fenomena typo UU Ciptaker, DPR kini ‘mengakalinya’ dengan cara merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Dalam draf yang diterima Republika, terdapat pasal yang mengatur bahwa pemerintah dibolehkan untuk memperbaiki kesalahan teknis dalam RUU yang sudah disahkan menjadu undang-undang.

Dalam Pasal 72 Ayat 1 dijelaskan, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Selanjutnya dalam Ayat 2 menjelaskan, jika masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR dan pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas RUU tersebut.

Pasal 72 Ayat 4 berbunyi, "Perbaikan dan penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan bersama".

Badan Legislasi (Baleg) juga sepakat untuk menambah satu ayat pada Pasal 73 RUU PPP. Dalam Ayat 1 Pasal 73 menjelaskan, pemerintah dibolehkan melakukan perbaikan terhadap kesalahan teknis penulisan dalam RUU yang sudah disahkan menjadi undang-undang.

Bunyi Pasal 73 Ayat 1 adalah "Dalam hal rancangan undang-undang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 masih ditemukan kesalahan teknis, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas rancangan undang-undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas rancangan undang-undang tersebut".

photo
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersiap memberikan keterangan pers terkait tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujuan formil UU Cipta Kerja di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (29/11/2021). - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.)

Meski draf revisi UU PPP sudah disetujui oleh DPR dan pemerintah, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR tetap menolak penambahan ayat baru dalam Pasal 73 yang mengizinkan adanya perbaikan salah ketik setelah RUU disahkan menjadi undang-undang. Penambahan ayat di Pasal 73 karena hal tersebut justru membenarkan praktik legislasi yang tidak baik.

"Revisi ini jangan sekadar dijadikan stempel bagi disahkannya UU Cipta Kerja, tapi sebagai upaya memperkuat sistem pembentukan perundang-undangan yang kredibel, akuntabel dan akseptabel," ujar anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi PKS Mulyanto saat dihubungi, Rabu (9/2).

Meskipun hanya meliputi perbaikan salah ketik, tetapi pada praktiknya ketentuan dalam Pasa 73 rawan untuk disalahgunakan. Seperti yang terjadi pada saat pengesahan RUU Cipta Kerja, di mana terdapat perubahan materi muatan secara substansial pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden yang tidak sekedar bersifat teknis penulisan.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus juga mengkritik poin revisi dalam UU PPP yang mengizinkan adanya perbaikan salah ketik undang-undang yang sudah disahkan. Penambahan ayat baru pada Pasal 73 yang mengizinkan perbaikan salah ketik dinilainya tak patut dibuat.

"Apa gunanya Sekretariat Jenderal, jika untuk urusan membenarkan salah ketik saja tak bisa dilakukan sebelum RUU disahkan? Ini kan seperti menghina begitu banyak ASN di Sekjen DPR yang seolah-olah tak terampil," ujar Lucius.

Menurutnya, peluang penyimpangan dapat terjadi dengan adanya ayat tersebut. Hal tersebut akan menjadi pintu masuk bagi munculnya penyalahgunaan untuk memasukkan pasal selundupan dalam pembahasan RUU.

"Dengan potret elite dan parpol beserta kepentingan mereka yang beragam, maka selalu mungkin peluang kecil yang disediakan melalui UU PPP bisa dimanfaatkan untuk mengubah substansi yang sudah disetujui," ujar Lucius. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat