Sejumlah warga mengurus proses perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Meski Islam tidak mengharamkan perceraian, tapi tindakan yang dibenci Allah. | Republika/Prayogi

Fikih Muslimah

Selama Iddah, Apakah Istri Dapat Nafkah dan Tempat Tinggal?

Ulama saling berselisih mengenai tiga pendapat soal tempat tinggal dan nafkah bagi istri yang ditalak bain.

 

OLEH IMAS DAMAYANTI 

Para ulama bersepakat bahwa istri yang menjalani masa iddah (waktu menunggu bagi perempuan setelah diceraikan, baik cerai hidup, cerai gugat, ataupun cerai mati) dari talak raj’i (talak yang dijatuhkan suami dan boleh dirujuk kembali sebelum masa iddah berakhir) masih memperoleh nafkah dan tempat tinggal.

Begitu pula halnya wanita yang sedang hamil. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah at-Thalaq ayat 6 yang bekenaan dengan istri-istri yang ditalak raj’i dan istri-istri yang ditalak dalam keadaan hamil.

Allah berfirman, “Askinuuhunna min haitsu sakantum min wujdikum.” Yang artinya, “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.”

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan bahwa meski bersepakat, para ulama saling berselisih mengenai tiga pendapat soal tempat tinggal dan nafkah bagi istri yang ditalak bain (talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami).

Pendapat pertama, ia berhak memperoleh tempat tinggal dan nafkah sebagaimana yang disampaikan oleh ulama-ulama Kufah. Pendapat kedua, ia tidak memperoleh tempat tinggal maupun nafkah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ahmad, Imam Dawud, Abu Tsaur, Ishaq, dan beberapa ulama lainnya.

Adapun pendapat ketiga, ia hanya memperoleh tempat tinggal, bukan nafkah. Ini pendapat yang disampaikan oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan para ulama lainnya. Menurut Abu Hanifah dan murid-muridnya, ia mendapatkan tempat tinggal dan nafkah.

Silang pendapat ini karena adanya perbedaan riwayat tentang hadis Fatimah binti Qais dan adanya pertentangan antara hadis tersebut dengan lahiriah ayat Alquran. Para ulama yang tidak menetapkan tempat tinggal dan nafkah bagi istri tersebut, mereka merujuk pada hadis Fatimah binti Qais.

 
Silang pendapat ini karena adanya perbedaan riwayat tentang hadis Fatimah binti Qais dan adanya pertentangan antara hadis tersebut dengan lahiriah ayat Alquran.
 
 

Ia berkata, “Di zaman Rasulullah SAW, aku diceraikan tiga kali oleh suamiku. Lalu, aku menemui Rasulullah. Beliau tidak menetapkan aku berhak akan tempat tinggal dan nafkah.” (HR Muslim).

Para ulama yang menetapkan tempat tinggal tanpa nafkah bagi istri yang ditalak bain dan tidak hamil. Mereka berlandasan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya, al-Muwatha, tentang Fatimah binti Qais yang antara lain disebutkan sebagai berikut.

Nabi bersabda, “Laysa laki alaihi nafaqatun, wa amaraha an ta’tadda fii baiti-bni ummi Maktum.” Yang artinya, “Kamu tidak punya hak mendapatkan nafkah padanya.” Kemudian beliau memerintahkan Fatimah binti Qais untuk menjalani masa iddahnya di rumah Ibnu Ummi Maktum. Riwayat ini tidak menyebutkan adanya penghapusan tempat tinggal.

photo
Ulama saling berselisih mengenai tiga pendapat soal tempat tinggal dan nafkah bagi istri yang ditalak bain. - (Republika/Prayogi)

Itulah sebabnya, mereka tetap berpegang pada dalil umum firman Allah dalam Alquran surah at-Thalaq ayat 6. Dia pun berpedoman pada perintah beliau kepada Fatimah binti Qais untuk menjalani iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum. Alasannya karena omongan wanita ini terkenal jelek.

Sedangkan, para ulama yang menetapkan tempat tinggal dan nafkah, mereka juga berpedoman pada dalil umum surah at-Thalaq ayat 6 tadi. Sementara itu, untuk kewajiban nafkah, mereka menyebut bahwa nafkah kewajiban penyediaan tempat tinggal pada talak raj’i atas istri yang sedang hamil dan pada kewajiban suami istri itu sendiri. Alhasil, jika tempat tinggal diwajibkan berdasarkan ketentuan syariat maka nafkah pun menjadi wajib.

Ibnu Umar mengomentari hadis Fatimah binti Qais tadi, dia berkata, “Kami tidak akan meninggalkan kitab dan sunah Nabi hanya karena ucapan seorang perempuan.”

Yang dimaksud dengan kitab Nabi adalah firman Allah surah at-Thalaq ayat 6. Selain itu, sunah nabi yang terkenal mewajibkan nafkah yang ikut pada kewajiban tempat tinggal.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat