Ahmad Syafii Maarif | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Jenderal Soedirman yang Legendaris (I)

Siapa tak akan bergetar hatinya membaca perjalanan militer heroik dari seorang Jenderal Soediman.

Oleh AHMAD SYAFII MAARIF

 

OLEH AHMAD SYAFII MAARIF

Bagi saya, Januari adalah bulan Soedirman. Di bulan inilah, tokoh legendaris ini lahir dan di bulan ini pulalah dia wafat. Dalam artikel ini, legendaris berarti menakjubkan, istimewa, dan mengundang rasa hormat mendalam.

Siapa tak akan bergetar hatinya membaca perjalanan militer heroik dari seorang Jenderal Soediman (24 Januari 1916--29 Januari 1950) selama perang mempertahankan kemerdekaan bangsa yang sedang diancam musuh?

Sosok yang pernah dilatih dalam kepanduan Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah, baik masih di Cilacap maupun saat melanjutkan sekolah di HIK (Hollandse Indische Kweekschool/Sekolah Guru Bantu) Muhammadiyah Solo ini memang manusia langka.

Dengan pangkat tinggi yang disandangnya, hidupnya tetap sederhana. Soedirman adalah manusia teladan dalam makna sebenarnya. Sekolah HIK tak sempat diselesaikannya karena kesulitan ekonomi. Kemudian, Soedirman kembali ke Cilacap untuk jadi guru SR Muhammadiyah.

Jalan hidupnya yang lurus, disiplin yang tinggi, keberanian, dan kecermatan membaca peta medan perang adalah di antara kualitas yang menyatu dengan pribadi Soedirman, sosok kelahiran Purbalingga ini.

 
Jalan hidupnya yang lurus, disiplin yang tinggi, keberanian, dan kecermatan membaca peta medan perang adalah di antara kualitas yang menyatu dengan pribadi Soedirman.
 
 

Kemenangan dalam pertempuran di Palagan, Ambarawa, mengangkat nama Kol Soedirman ke langit tinggi perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Untuk sekadar menyegarkan ingatan kita tentang pertempuran Palagan ini, sketsa ringkas berikut ini mungkin bisa menolong kita berdasarkan sumber http://id.m.wikipedia.org.

Jika pihak sekutu menaati janji dengan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro untuk tidak mengganggu RI, pertempuran Palagan tidak perlu meledak.

Kejadiannya begini. Pada 20 Oktober 1945, pasukan sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang untuk mengurus tawanan tentara Jepang di Jawa Tengah.

Entah ada perjanjian atau tidak, tiba-tiba pasukan NICA (Netherland Indies Civil Administration) memboncengi tentara sekutu dengan maksud melumpuhkan hak hidup Indonesia merdeka.

Kelicikan mereka terlihat saat pasukan sekutu dan NICA sampai di Ambarawa dan Magelang dalam rangka membebaskan tawanan tentara Belanda, justru yang berlaku adalah para tawanan itu dipersenjatai.

Ini jelas perbuatan gila. TKR (Tentara Keamanan Rakyat) menjadi marah, maka terjadilah kontak senjata semula di Magelang, kemudian meluas ke kota-kota lain. Di Magelang, pihak sekutu jelas sekali berpihak pada Belanda dengan mencoba melucuti TKR di bawah komandan Letkol M Sarbini.

Pasukan Sarbini membalas provokasi tersebut melalui pengepungan pasukan sekutu dari segala penjuru. Hanyalah berkat campur tangan Presiden Sukarno untuk menenangkan situasi, sehingga tentara sekutu bisa meninggalkan Magelang menuju ke benteng Ambarawa.

Letkol Sarbini terus mengejar mereka yang tertahan di Desa Jambu karena diadang pasukan Angkatan Muda pimpinan Oni Sastrodihardjo. Tentara sekutu kembali diadang Batalyon I pimpinan Letkol Soejosoempeno di Desa Ngipik.

Saat mundur ini, pasukan sekutu menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. TKR di bawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan dua desa ini tetapi perwira ini gugur dalam menjalankan tugasnya.

 
Mengetahui perwira andalan ini telah tewas, Kol Soedirman, komandan Divisi V Banyumas cepat bergerak ke Ambarawa.
 
 

Mengetahui perwira andalan ini telah tewas, Kol Soedirman, komandan Divisi V Banyumas cepat bergerak ke Ambarawa. Kedatangan Soedirman ini memberikan semangat baru kepada tentara Indonesia. Segera dilakukan koordinasi.

Bala bantuan juga berdatangan dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan kota lain. Karena merasa semakin terdesak, pasukan sekutu malah mengerahkan tawanan-tawanan Jepang untuk menggempur TKR yang kemudian harus pindah ke Bedono.

Situasi medan selama berpekan-pekan panas dan kritikal sekali. Pada 11 Desember 1945 Kol Soedirman mengatur strategi perang bersama para komandan sektor TKR dan kelompok-kelompok laskar. Pada 12 Desember 1945, pukul 04.30 Subuh serangan mulai dilancarkan.

Maka berkobarlah pertempuran sengit di Ambarawa yang langsung dipimpin Kol Soedirman. Musuh terjepit. Setelah bertempur selama empat hari, pada 15 Desember 1945 perang berhenti dan pasukan Soedirman berhasil merebut Ambarawa, musuh mundur ke Semarang.

Selama pertempuran ini, korban di pihak Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000 tewas, pihak sekutu 100 tewas dan 75 dieksekusi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat