Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko memberikan keterangan pers usai menghadiri pelantikan Dewan Pengarah BRIN di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Presiden Joko Widodo melantik 10 pejabat Dewan Pengar | ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Nasional

'Kita Bingung, Mau Kerja Lagi Mentok di Umur'

Syarat diterima BRIN sebagai ASN atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) adalah lulusan S3.

Mantan Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena kontrak kerjanya diberhentikan setelah BPPT bergabung ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mantan PPNPN BPPT yang tergabung dalam Paguyuban PPNPN BPPT itu berharap dapat kembali dipekerjakan. "Kita di masa pandemi seperti ini tentunya sangat keberatan sekali dengan adanya pemutusan kontrak kerja kita," tutur salah satu mantan PPNPN BPPT, Rudi Jaya (45 tahun), di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Rabu (5/1).

Ia mengaku merasa kesulitan dan kebingungan ketika terjadi pemutusan kontrak kerja di tengah kondisi pandemi Covid-19. Rudi menuturkan, tak mudah mendapatkan pekerjaan di saat pandemi dengan umur yang juga sudah di 40-an tahun.

"Kita bingung sekarang mau seperti apa. Kita mau usaha juga dalam masa pandemi. Kita mau kerja lagi juga mentok di umur. Akhirnya pilihan kita hanya menuntut dikaryakan kembali," katanya.

Rudi merupakan lulusan SMA, sedangkan syarat diterima BRIN sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) adalah lulusan S3. Sedangkan, pegawai negeri sipil (PNS) di BPPT dilanjutkan menjadi PNS BRIN.

Paguyuban PPNPN BPPT yang datang ke Komnas HAM diwakili sejumlah orang, antara lain, Juru Bicara Paguyuban PPNPN BPPT Andika (37 tahun) dan Sekretaris Paguyuban PPNPN BPPT Rudi Jaya.

Rudi sudah bekerja di BPPT selama 16 tahun, dan Andika sudah bekerja selama tujuh tahun. Saat mengalami pemberhentian kontrak kerja, Rudi bekerja di Balai Bioteknologi BPPT, sedangkan Andika bekerja sebagai teknisi sarana dan prasarana di Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) BPPT.

Juru Bicara Paguyuban PPNPN BPPT Andika mengatakan, ada 38 kru Kapal Baruna Jaya yang dinonaktifkan setelah penggabungan BPPT ke BRIN. "Di antara mereka sudah ada yang bekerja selama 19 tahun lebih, yang 10 dan 15 tahun," tutur Andika.

Selain 38 kru kapal tersebut, ada 12 PPNPN yang juga terkena penonaktifan. Para PPNPN itu merupakan teknisi dan pendukung menajemen di Kapal Baruna Jaya.

Dia mengaku, tidak ada penawaran opsi-opsi kepadanya sebagaimana yang dilakukan kepada pegawai honorer Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. "Tidak sama sekali penawaran atau pemberitahuan ini sebagai informasi," jelas dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by BRIN Indonesia (@brin_indonesia)

Sosialisasi 

Anggota Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, Paguyuban PPNPN BPPT merasa tidak ada sosialisasi yang cukup baik kepada karyawan yang berstatus PPNPN di BPPT mengenai kelanjutan pekerjaan mereka setelah integrasi BPPT ke BRIN.

Komnas HAM menegaskan, akan menindaklanjuti pengaduan tersebut dan meminta mereka untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan, seperti surat kontrak tiap pegawai, daftar riwayat pengabdian dari awal kerja sampai akhir, dan surat kronologis.

"Mereka baru sebagian yang mewakili karena masih ada ratusan orang yang bernasib sama berstatus sama karena integrasi ke BRIN ini," ujarnya.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan, pihaknya tidak bisa merekrut kembali seluruh tenaga honorer yang diberhentikan pada akhir tahun anggaran 2021. Sebab, pengintegrasian lima entitas lembaga penelitian sudah dilaksanakan dan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan sendiri-sendiri oleh lima tim sudah dijadikan satu tim.

Dia juga menerangkan, pada 2023 nanti lembaga pemerintah tidak lagi diperkenankan untuk menggunakan sistem PPNPN. Karena itu, Handoko menerangkan, pihaknya sudah beralih ke penggunaan sistem alih daya atau outsourcing.

Menurut Handoko, para mantan tenaga honorer bisa saja kembali bertugas di BRIN dengan mendaftar ke mitra-mitra operator yang akan bekerja sama dengan BRIN ke depan. "Bisa saja (kembali bertugas bersama BRIN), tergantung operator. Kalau yang benar-benar ahli kemungkinan bisa diterima karena operator pasti masih memerlukan," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat