Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep N Mulyana memberikan keterangan pers usai sidang lanjutan kasus pemerkosaan terhadap 13 santri dengan terdakwa Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Nasional

JPU: Herry Wirawan Lakukan Kejahatan Luar Biasa

Istri Herry juga merasakan dampak berat psikologis akibat perbuatan terdakwa.

BANDUNG – Sidang lanjutan kasus dugaan asusila terhadap belasan santriwati dengan terdakwa Herry Wirawan berlangsung di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat (Jabar), Kamis (30/12). Berdasarkan keterangan saksi pada sidang kemarin, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menyimpulkan Herry melakukan tindak kejahatan luar biasa dan terencana.

"Pemeriksaan hari ini kami, pertama, tentu semua keterangan mendukung proses pembuktian, mendukung pasal pembuktian. Kami dapat simpulkan dari pemeriksaan hari ini, persidangan hari ini, bahwa ini kejahatan sangat luar biasa," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar Asep N Mulyana seusai persidangan, Kamis.

Asep dalam perkara ini juga bertindak sebagai jaksa penuntut umum. Pada sidang kemarin, JPU menghadirkan tiga saksi dan dua ahli. Dua saksi dari Kementerian Agama terkait, satu saksi yakni istri Herry, dan dua ahli (pidana dan psikologi).

Berdasarkan keterangan dari para saksi dan ahli, menurut Asep, kasus terdakwa Herry Wirawan tidak hanya berdampak kepada korban. Kasus tersebut juga berdampak lebih luas kepada masyarakat, yaitu menyebabkan keresahan sosial.

photo
Petugas berjaga di depan ruang sidang anak saat sidang lanjutan kasus pemerkosaan terhadap 13 santri dengan terdakwa Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (21/12/2021). - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Asep melanjutkan, terdakwa pun melakukan ancaman psikis kepada korban hingga korban dengan sukarela melakukan apa pun yang diminta pelaku. "Perbuatan terdakwa ini termasuk dalam kategori dengan ancaman psikis, yaitu membekukan otak korban sehingga secara sukarela mau melakukan apa pun yang diminta oleh pelaku," katanya.

Adapun aksi bejat Herry terhadap santriwati, kata Asep, dilakukan secara bertahap dan terencana. Korban maupun istri Herry sendiri pun akhirnya melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku.

"Jadi, bukan hanya trauma saja, tadi ada psikolog sudah didalami secara luas, bahkan kami dapat pembelajaran lebih bagaimana kemudian perbuatan yang dilakukan secara bertahap dan berencana untuk bagaimana ada keinginan terdakwa diikuti oleh si korban, termasuk istrinya," katanya.

Asep menjelaskan, bentuk cuci otak yang dilakukan Herry kepada korban yaitu memberikan iming-iming kemudahan dan fasilitas. Seiring waktu, pelaku berhasil memengaruhi korban dan meminta apa yang diinginkan pelaku.

"Itu tadi cuci otak dalam arti psikologi, dia memberikan iming-iming, memberikan kesenangan, kemudahan fasilitas, yang katakan dia tidak dapatkan sebelumnya diberikan itu sehingga pelan-pelan pelaku memengaruhi korban. Saya kan sudah berikan kamu ini, tolong dong, kasarnya begitu. Kamu juga memahami kebutuhan saya, tentang keinginan saya," katanya.

Istri Herry pun, Asep melanjutkan, mengalami dampak kerusakan secara psikologis. "Jadi, kalau teman-teman bertanya, kenapa ini baru terungkap sekarang? Kenapa istrinya tidak mau melapor? Di dalam istilah psikolog ada dampak-dampak dirusak fungsi otak sehingga orang tidak bisa membedakan mana itu benar dan salah," ujar Asep.

Menurut Asep, istri terdakwa tidak berdaya saat pelaku melakukan aksi asusila kepada korban. Bahkan, saat memergoki aksi Herry menyetubuhi korban, sang istri dalam kondisi tak berdaya secara psikologis.

"Boro-boro melapor (ke polisi), istrinya pun tidak berdaya. Jadi, dia disuruh, ‘Ibu tinggal di sini.’ Bahkan, mohon maaf, ketika istri pelaku mendapati suaminya kemudian pada saat malam, tidur malam, naik ke atas dan mendapati pelaku melakukan perbuatan tidak senonoh pada korban, dia tidak bisa apa-apa," katanya.

Salah satu dampak hebat psikologis yang dialami istri Herry salah satunya seusai terdakwa melakukan kejahatan terhadap sepupu sang istri. Sepupu istri terdakwa itu bahkan sampai hamil.

"Jadi, kenapa kejahatan serius? Si pelaku ini termasuk melakukan hal itu ke sepupunya istrinya. Sepupu terdakwa dilakukan saat istri pelaku hamil besar. Ada dampak psikologis bagi istri tersebut luar biasa," ujarnya.

photo
Petugas berjaga di depan ruang sidang anak saat sidang lanjutan kasus pemerkosaan terhadap 13 santri dengan terdakwa Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (21/12/2021).  - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Hingga kemarin, persidangan Herry Wirawan masih berlangsung secara hibrida, yaitu Herry menjalani sidang secara daring dari Rutan Kebonwaru. Kepada majelis hakim, JPU meminta terdakwa dihadirkan di muka persidangan untuk jadwal sidang selanjutnya.

"Terdakwa akan dilakukan pemeriksaan, kita ke majelis hakim bagaimana terdakwa hadir di persidangan dengan protokol kesehatan dijaga sehingga bisa optimal. Kalau hybrid, hambatan teknis jaringan sinyal turun-naik," ujar Asep.

Sebelumnya, kuasa hukum 11 santriwati yang menjadi korban terdakwa, Yudi Kurnia, mencurigai keberadaan sindikat dalam kejahatan yang dilakukan Herry Wirawan. Yudi menduga istri terdakwa mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh suaminya, tapi dia tidak melapor ke polisi.

"Setelah dia (korban) di pesantren atau boarding school dan dia hamil, nah, istri pelaku ini kan tahu. Kenapa tidak melaporkan, tidak memberi tahu kepada orang tua? Kenapa enggak ke aparat kepolisian menyampaikan kalaupun ada yang memerkosa?" kata Yudi, Selasa (21/12).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat