Sejumlah massa buruh saat melaksanakan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, Senin (29/11). Aksi tersebut bertujuan untuk menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta yang hanya naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen dibandingkan tahun lalu. Rep | Republika/Putra M. Akbar

Jakarta

Wagub Akui Revisi UMP Belum Sesuai Regulasi

Fraksi PDIP menuding keputusan Anies merevisi UMP DKI 2022 membuat kegaduhan.

JAKARTA -- Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengakui, keputusan revisi upah minimum provinsi (UMP) 2022 menjadi 5,1 persen belum sesuai dengan regulasi pengupahan. Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, harusnya kenaikan UMP DKI 2022 hanya sebanyak 37 ribu atau sekitar 0,85 persen.

"Memang ini (penyesuaian UMP 5,1 persen) belum sesuai dengan PP 36," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (22/12).

UMP DKI 2021 ditetapkan sebesar Rp 4.453.935. Dengan tambahan kenaikan Rp 225 ribu, maka UMP DKI pada tahun depan menjadi Rp 4,67 juta. PP 36 Tahun 2021 mengatur formula penyesuaian UMP dengan menggunakan inflasi atau nilai pertumbuhan ekonomi provinsi berdasarkan data lembaga bidang statistik.

Hanya saja, menurut Riza, formula UMP merujuk PP Pengupahan tidak sesuai dengan kondisi di Jakarta, yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah, sambung dia, Jakarta memilih menaikkan UMP berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi 2022.

Riza menjelaskan, di daerah lain apabila penyesuaian UMP lebih kecil di tingkat provinsi maka di tingkat kabupaten/kota bisa dinaikkan. Lagi-lagi aturan otonomi daerah membolehkan hal itu.

"DKI ini kota administratif semua ada di provinsi, jadi kalau kebijakan di provinsi semuanya mengikuti formula yang lama, itu naiknya kecil sekali, bayangkan masa naiknya Rp 37 ribu atau 0,8 persen? Tidak sampai satu persen, kan belum memenuhi rasa keadilan," kata ketua DPD Partai Gerindra DKI tersebut.

Gubernur Anies Rasyid Baswedan merevisi penetapan UMP 2022 dengan menggunakan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Nomor 1395 Tahun 2021 tentang UMP 2022 pada 21 November 2021. Dia menaikkan UMP DKI 2022 dari 0,8 persen sesuai aturan pusat menjadi 5,1 persen atau naik enam kali lipat lebih. Dia beralasan, revisi tersebut berdasarkan kajian Bank Indonesia yang memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 4,7-5,5 persen. Kemudian, inflasi diproyeksi terkendali pada rentang 2-4 persen.

Begitu juga kajian Institute For Development of Economics and Finance (Indef) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,3 persen, menjadi pertimbangan Pemprov DKI menaikkan UMP. Hingga saat ini, Anies belum menerbitkan keputusan gubernur (kepgub) sebagai dasar menaikkan UMP DKI 2021. Padahal, dalam Pasal 29 PP Pengupahan, penetapan UMP ditetapkan melalui kepgub.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, mengkritik langkah Anies menaikkan UMP DKI dari 37 ribu menjadi 225 ribu. Dia menyebut, Pemprov DKI jika memang ingin merevisi UMP sebaiknya memiliki dasar hukum yang kuat, bukan dengan membuat perubahan sepihak.

"Saya kemarin itu telepon Dinas Tenaga Kerja, malah akan ada revisi lagi. Jadi, tidak ada kepastian hukum. Jadi, saya pikir Anies ini mau menciptakan kegaduhan terhadap rakyatnya," kata Gembong di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Selasa.

Menurut Gembong, langkah Anies itu berpotensi menciptakan suasana tidak kondusif antara pengusaha dan buruh. Meski begitu, sambung dia, ketetapan UMP DKI itu bisa tetap didukung para pengusaha yang mau tidak mau mengikuti ketentuan yang ada.

"Tapi, bagaimana dengan pengusaha yang tidak mampu? Kan dasar pergub ini kan buat semua tenaga kerja," ujar Gembong.

Dengan dasar itu, dia menuding, Anies telah menciptakaan kegaduhan yang tidak perlu. Gembong menilai, langkah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang siap membawa revisi UMP DKI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menjadi bukti keputusan Anies belum bisa diterima semua pihak.

"Jadi, kepercayaan buruh ke pengusaha tidak kondusif lagi. Jadi, nanti kami Komisi B bakal panggil lagi untuk tanya dasar revisinya," kata Gembong.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat