Pengungsi Afghanistan menerima bantuan makanan di Kabul, Afghanistan, Rabu (27/10/2021). | EPA-EFE/STRINGER

Kabar Utama

OKI Sepakat Bantu Afghanistan

Indonesia menagih inklusivitas yang dijanjikan Taliban. 

KARACHI — Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengumumkan dan menyarankan serangkaian langkah untuk mengurangi krisis kemanusiaan parah di Afghanistan. Salah satunya adalah dengan membuat Humanitarian Trust Fund alias Dana Perwalian Kemanusiaan. 

"Pertemuan darurat OKI hari ini menghasilkan dua dokumen, yakni resolusi situasi kemanusiaan di Afghanistan, dan kedua, Deklarasi Islamabad Atas Masalah di Palestina dan al-Quds al-Sharif," ujar Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam pengarahan virtual, Ahad (19/12) malam. 

Inti dari Resolusi Situasi Kemanusiaan di Afghanistan, antara lain, mendorong badan PBB yang relevan bekerja sama dengan OKI dalam penyaluran bantuan kemanusiaan ke Afghanistan. OKI juga akan memperkuat kantor mereka di Kabul, Afghanistan yang bertujuan memfasilitasi penyaluran bantuan kepada rakyat di sana. 

OKI juga menetapkan sekretaris jenderal mereka agar bisa berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengamankan pasokan vaksin dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, OKI sepakat membentuk Humanitarian Trust Fund untuk Afghanistan di bawah naungan Bank Pembangunan Islam (IDB). 

OKI menekankan bahwa sanksi internasional dan Dewan Keamanan PBB seharusnya tidak menghalangi penyediaan bantuan kemanusiaan. OKI juga menyerukan untuk membuka saluran keuangan dan perbankan untuk Afghanistan. 

Pertemuan di Islamabad dihadiri menteri luar negeri dari 57 anggota OKI. Amerika Serikat, Rusia, Cina, dan Uni Eropa mengirim perwakilan khusus mereka di Afghanistan. Menteri Luar Negeri Afghanistan yang ditunjuk Taliban Amir Khan Muttaqi juga menghadiri konferensi tersebut. 

Di sela pertemuan luar biasa tingkat menteri OKI, Retno Marsudi melakukan pertemuan khusus dengan Amir Khan Muttaqi. "Secara konsisten pesan yang saya sampaikan dalam pertemuan tersebut, antara lain, Indonesia berharap agar janji Taliban yang disampaikan pada 16 Agustus dapat dilakukan dan dapat alami kemajuan yang signifikan," ujar Retno. 

Di antara janji itu adalah membentuk pemerintahan inklusif, menghormati hak asasi manusia, termasuk hak perempuan serta anak perempuan, dan tidak menjadikan Afghanistan sebagai sarang terorisme. "Saya tekankan bahwa semua inisiatif OKI akan sulit diimplementasikan tanpa adanya kemajuan signifikan dari Taliban untuk memenuhi janji-janjinya," kata Retno. 

Menlu juga menyampaikan, Indonesia siap berkontribusi mengatasi krisis kemanusiaan di Afghanistan.“Indonesia saat ini sedang menyiapkan bantuan makanan, berkoordinasi dengan badan PBB yang berada di lapangan," kata Retno.  

Afghanistan telah didera konflik sejak akhir 1980-an dan diperparah invasi Amerika Serikat pada 2001. Pada Agustus 2021 lalu, Taliban yang disingkirkan melalui invasi itu kembali merebut kekuasaan dari pemerintah yang didukung AS. 

Seturut perebutan kekuasaan itu, AS membekukan setidaknya 9,5 miliar dolar AS aset Bank Sentral Afghanistan. Hal itu membuat Taliban tak memiliki dana mengelola negara dan memicu krisis ekonomi. 

Program Pangan Dunia mencatat, lebih dari setengah populasi Afghanistan menghadapi kekurangan pangan akut. Sementara jutaan anak-anak dan 700 ribu wanita hamil dan menyusui berisiko mengalami kekurangan gizi akut. 

Menurut Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi, sekitar 665 ribu orang telah mengungsi di Afghanistan antara Januari hingga September 2021. Di samping itu, 2,9 juta orang yang sudah mengungsi secara internal akibat konflik di Afghanistan.

Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengatakan, pertemuan OKI itu bukan merupakan pengakuan resmi terhadap rezim Taliban. Namun, merupakan penegasan seruan untuk membantu Afghanistan.

"Tolong jangan tinggalkan Afghanistan. Silakan berinteraksi. Kami berbicara untuk orang-orang Afghanistan. Kami tidak berbicara tentang kelompok tertentu," kata Qureshi dalam siaran resmi. 

Pada sesi pembukaan konferensi OKI, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan memperingatkan bahwa Afghanistan berpotensi menjadi krisis buatan manusia terbesar jika dunia tidak mengambil langkah-langkah untuk menahan tragedi itu. 

Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal bin Farhan Al Saud, juga mengatakan kekhawatirannya bahwa krisis ekonomi yang memanas dapat memicu krisis kemanusiaan. Hal itu bisa akan menyebabkan ketidakstabilan lebih lanjut, dan berdampak pada perdamaian regional dan internasional. 

Aset Afghanistan

Pemerintah Taliban mendesak negara-negara Islam agar mendorong Amerika Serikat membatalkan sanksi yang dijatuhkan di Afghanistan. Mereka mengatakan, tindakan itu memperburuk krisis pengungsi dan melukai rakyatnya.

Pihak Taliban bersikeras, pembekuan aset Afghanistan yang dilakukan oleh AS merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Menteri luar negeri Afghanistan yang ditunjuk Taliban, Amir Khan Muttaqi, menyebut penangguhan bantuan pembangunan oleh Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, telah memengaruhi layanan kesehatan, pendidikan, dan sosial.

photo
Perempuan Afghanistan mengenakan keluar dari toko kecil di Kabul, Ahad (5/12/2021). - (AP/Petros Giannakouris)

Hal ini ia sampaikan dalam sesi khusus Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja sama Islam (OKI), yang berlangsung di Pakistan. "Kami mendesak para peserta pertemuan besar ini untuk mengingatkan para pejabat AS, penganiayaan terhadap warga Afghanistan dan melemahnya pemerintah Afghanistan bukanlah kepentingan siapa pun," kata Muttaqi dikutip di The News Tribune, Senin (20/12).

Agustus lalu, AS membekukan hampir 9,5 miliar dolar AS, yang merupakan aset milik bank sentral Afghanistan. Mereka juga menghentikan pengiriman uang tunai ke negara itu. Seorang pejabat AS saat itu mengatakan, aset bank sentral yang dimiliki pemerintah Afghanistan di AS tidak akan tersedia untuk Taliban, yang tetap berada dalam daftar sanksi Departemen Keuangan.

Di sisi lain, Taliban yang menguasai Afghanistan pada Agustus, belum secara substansial mengatasi keprihatinan internasional atas perlakuan terhadap perempuan dan minoritas. Para pemimpinnya telah berupaya mencari bantuan untuk mengatasi dampak dari krisis kemanusiaan yang mendalam di Afghanistan.

Wakil Menteri Luar Negeri Afghanistan, Sher Mohammad Abbas Stanikzai, juga sebelumnya mengatakan, AS bertanggung jawab atas krisis yang ada di Afghanistan. Ia menegaskan bahwa AS harus memainkan peran aktif dalam ekonomi Afghanistan karena ekonomi Afghanistan telah rusak selama 20 tahun terakhir.

Hal itu diungkapkan Stanikzai di acara yang diadakan dalam rangka menandai Hari Migran Internasional di Kabul. Peringatan itu yang dihadiri para pejabat tinggi, termasuk Menteri Pengungsi dan Repatriasi, Khalil Rahman Haqqani.

"Adalah tugas dunia, terutama AS, untuk berperan aktif dalam pembangunan Afghanistan, karena telah merusak ekonomi kami dalam 20 tahun terakhir. Sekarang adalah tanggung jawab mereka untuk datang dan membangun kembali ekonomi Afghanistan," kata Stanikzai, dilansir Tolonews, Ahad (19/12).

Menurut Stanikzai, AS berjanji selama pembicaraan Doha bahwa mereka akan mengakui sistem Islam berikutnya di negara itu dan tetap membuka kedutaan di Kabul. "Dalam perjanjian Doha, AS berjanji bahwa setelah penarikan pasukannya, mereka akan mengakui sistem berikutnya dan membuka kedutaannya," ujarnya.

Sementara itu, penjabat Menteri Pengungsi dan Repatriasi, Haqqani, meminta negara-negara kawasan untuk memperlakukan para pengungsi Afghanistan dengan kemanusiaan, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam dan norma-norma internasional.

Wakil Menteri Penerangan dan Kebudayaan, Zabiullah Mujahid, juga menyampaikan terima kasih kepada negara-negara kawasan karena telah menampung para migran Afghanistan.

"Kami meminta dunia untuk bersabar, sehingga kami dapat memfasilitasi pekerjaan dan menciptakan ekonomi yang baik, serta warga Afghanistan dapat kembali ke rumah mereka," katanya.

Taliban mulai mengambil alih kekuasaan di Afghanistan sejak Agustus 2021. Kelompok itu kemudian mendirikan Imarah Islam. Ketika Imarah Islam di bawah kepemimpinan Taliban ini berkuasa, ribuan warga negara Afghanistan meninggalkan negara itu karena masalah ekonomi dan keamanan. 

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari setengah dari hampir 40 juta orang di negara itu menghadapi kelaparan akut. Satu juta anak-anak bisa meninggal dunia saat musim dingin yang keras dimulai.

PBB juga mengatakan, sebanyak 97 persen orang Afghanistan bisa hidup dalam kemiskinan pada pertengahan 2022, yang mengalami kenaikan dari sekitar 72 persen pada 2020.

Program pembangunan milik PBB bulan lalu telah memperingatkan, sektor perbankan negara itu berisiko runtuh karena memburuknya masalah likuiditas dan peningkatan pinjaman bermasalah, yang berpotensi menambah krisis kemanusiaan yang berkembang.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat