Warga menggunakan kendaraan roda dua melintas di jembatan yang dibangun melalui Dana Desa di Desa Bungur Mekar, Lebak, Banten, Jumat (26/3/2021). | MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO

Tajuk

Dana Desa di Atas Kertas

Sepertinya, ada sesuatu yang terputus antara anggaran Dana Desa dan kesejahteraan di desa.

Di pengujung 2021, Presiden Joko Widodo menyentil kembali soal Dana Desa. Secara khusus, Presiden meminta semua pihak untuk berhati-hati mengelola Dana Desa, yang jumlahnya puluhan triliun rupiah per tahun.

Ini disampaikan Presiden dalam acara Peluncuran Sertifikat Badan Usaha Milik Desa dan Rapat Koordinasi Nasional BUM Desa, Senin (20/12). Dana Desa memang program unggulan Presiden Jokowi sejak berkuasa pada 2015.

Total Dana Desa yang sudah dikucurkan pemerintahan Presiden Jokowi sampai dengan tahun ini mencapai Rp 400,1 triliun. Dana tersebut dibagi-bagikan ke lebih dari 83 ribu desa di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Tidak semua desa mendapat bagian yang sama.

“Hati-hati pengelolaan Dana Desa yang tidak sedikit,” kata Presiden mewanti-wanti. Dalam catatan media, kasus hukum penyelewengan Dana Desa memang terjadi di mana-mana. Umumnya, yang berkomplot adalah oknum kepala desa dan kepala daerahnya. Alhamdulillah, jumlah kasus yang mencuat minim, di bawah 10 persen dari total desa yang mendapat kucuran. Ini berarti pemerintahan desa dan warganya bisa menjaga amanah anggaran tersebut.

 
Di atas kertas, dana yang dikucurkan ini memang besar. Anggarannya saban tahun pun terus meningkat.
 
 

Di atas kertas, dana yang dikucurkan ini memang besar. Anggarannya saban tahun pun terus meningkat. Bila pada 2015, anggaran Dana Desa mencapai Rp 20,8 triliun, pada tahun ini sudah naik lebih dari tiga kali lipat menjadi Rp 72 triliun.

Dana tersebut bisa digunakan warga desa dan badan usaha milik desa (BUMdes) untuk membangun infrastruktur, seperti jalan, jembatan, irigasi, dan lainnya, juga untuk memperbaiki sarana dan prasarana umum.

Salah satu tujuan utama Dana Desa memang untuk menggerakkan aktivitas perekonomian di desa lewat beragam proyek pembangunan. Dengan proyek itu, warga desa belajar membuat anggaran desanya sendiri, lalu memutuskan proyek strategis apa yang harus mereka lakukan selama setahun ke depan, lalu membuat rencana proyek, eksekusi proyek, hingga pencatatan administrasi proyek. Semuanya dilakukan oleh warga desa untuk warga desa.

Persoalannya kemudian adalah kualitas pembangunan dari Dana Desa tersebut. Besaran Dana Desa yang dihabiskan ke desa harusnya memperlihatkan dampak pergerakan ekonomi dan sosial yang juga besar. Tingkat pertumbuhan Dana Desa per tahun bisa disandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan rasio gini di desa-kota.

Badan Pusat Statistik (BPS) saban tahun merilis jumlah orang miskin di kota dan desa. Ini adalah salah satu indikator terpenting untuk menilai efektif tidaknya Dana Desa itu. Poin pertamanya adalah seharusnya, jumlah penduduk miskin di desa akan terus berkurang. Poin keduanya, laju pengurangan jumlah penduduk miskin itu setidaknya menggambarkan besaran pertumbuhan Dana Desa per tahun.

Dengan pertumbuhan Dana Desa per tahun 20-30 persen, penurunan angka penduduk miskin di desa juga bisa 10-30 persen, atau pertumbuhan ekonomi di desa pada kisaran itu juga.

 
Badan Pusat Statistik (BPS) saban tahun merilis jumlah orang miskin di kota dan desa. Ini adalah salah satu indikator terpenting untuk menilai efektif tidaknya Dana Desa itu.
 
 

Poin ketiga yang harus dicermati: Apakah hal di atas itu terjadi? Jawabannya, ya dan tidak. Ya, betul jumlah penduduk miskin di desa turun. Tidak, dalam artian percepatan penurunan angka kemiskinan di desa tidak secepat yang diperkirakan. Malah dalam lima tahun pertama pengucuran Dana Desa, jumlah penduduk miskin di desa yang turun cenderung melambat.

Pertumbuhan kesejahteraan di desa juga tidak memperlihatkan hal serupa. Rasio gini Indonesia tidak bergerak dalam lonjakan yang signifikan ada perbaikan. Sepertinya, ada sesuatu yang terputus antara anggaran Dana Desa dan kesejahteraan di desa.

Apakah Dana Desa harus dihentikan? Tentu tidak. Namun, sudah saatnya pemerintah mengkaji lagi dengan lebih serius persoalan dampak dari Dana Desa ini. Mengapa anggaran Dana Desa tidak berdampak amat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, atau bagi perbaikan kesejahteraan kawula di desa?

Persoalan utamanya jelas bukan dana. Persoalan utamanya berarti ada di pemanfaatan Dana Desa tersebut, yang seharusnya memberikan indikator perbaikan kesejahteraan di desa. Di sinilah yang harusnya mendapat sorotan lebih mendalam lagi oleh Presiden dan para pembantunya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat