Pegawai Bank Syariah Indonesia (BSI) menjelaskan fitur gadai dan cicil emas di BSI Mobile Banking kepada nasabah pemilik toko emas pada kegiatan Grebek Pasar BSI di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Rabu (15/12/2012). | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.

Opini

Karpet Merah Perbankan Syariah

Sesaat lagi, perbankan syariah di Indonesia memasuki milestone baru pada 2022.

Oleh BAMBANG RIANTO RUSTAM

BAMBANG RIANTO RUSTAM, Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Sesaat lagi, perbankan syariah di Indonesia memasuki milestone baru pada 2022. Tahun ini, titik penting dan strategis karena industri perbankan syariah  memasuki dekade ketiga dalam perkembangannya.

Sebagaimana manusia, 30 tahun merupakan usia krusial bagi perjalanan perbankan syariah berikutnya.

Sampai hari ini, seiring merger Bank Syariah Indonesia sebagai bank syariah terbesar, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan telah beroperasi 12 bank umum syariah (BUS), 21 unit usaha syariah (UUS), dan 165 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Perjalanan perbankan syariah saat pandemi hingga September 2021 menunjukkan hal positif. Dibandingkan akhir Desember 2020, aset industri perbankan syariah tumbuh 12 persen di akhir September 2021 dengan angka Rp 646 triliun.

 
Mengapa masih belum bisa tembus dan melebihi 10 persen sebagaimana negara tetangga, Malaysia? Salah satu faktor penting yang memengaruhinya adalah kebijakan dan strategi OJK mengakselerasi perbankan syariah.
 
 

Dana pihak ketiga Rp 504 triliun dan masih bisa tumbuh sembilan persen. Pembiayaan Rp 413 triliun dan tumbuh tujuh persen. Sebanyak 12 BUS berkontribusi sekitar 65 persen dengan total sumbangan aset Rp 419 triliun dari 2.028 kantor.

Sedangkan 21 UUS yang terdiri atas UUS Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan UUS Bank Umum Swasta Nasioal (BUSN) dengan 409 kantor, berkontribusi aset Rp 212 triliun, setara 33 persen dari aset industri.

Berbeda dari tahun sebelumnya, industri perbankan syariah mendapatkan tambahan pemain baru dari konversi UUS BPD melalui Bank NTB Syariah dan Bank Aceh Syariah. Pada 2021 belum ada tambahan baru pelaku bank umum syariah dari jalur konversi UUS.

Tak heran, market share masih 6,52 persen. Mengapa masih belum bisa tembus dan melebihi 10 persen sebagaimana negara tetangga, Malaysia? Salah satu faktor penting yang memengaruhinya adalah kebijakan dan strategi OJK mengakselerasi perbankan syariah.

Sebuah pertanyaan penting, apakah market share perbankan syariah jadi key performance indicator keberhasilan tugas OJK? Jika iya, dalam hal ini Direktorat Perbankan Syariah, penulis yakin market share segera meninggalkan angka 10 persen.

 
Sudah saatnya, kedua lembaga menghilangkan ego sektoral agar proses konversi bank syariah tak bertele-tele dengan alasan kehati-hatian. Saatnya registrasi di Kemendagri dipermudah pada 2022 dengan dukungan OJK.
 
 

Mengapa? Tahun ini, beberapa bank sepertinya masih menunggu lampu hijau OJK untuk izin beroperasi sebagai bank syariah, yakni Bank Riau Kepri, Bank Nagari, dan Bank Bengkulu. Kebetulan ketiganya dari bank daerah.

Apa yang patut diperbaiki pada 2022 untuk memudahkan bank yang ingin menjadi BUS, agar market share perbankan syariah naik?

Beberapa hal yang patut dibantu berbagai pemangku kepentingan, adalah dukungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang perubahan badan hukum bank daerah syariah serta harmonisasi antara Kemendagri dan OJK soal isu tersebut.

Sudah saatnya, kedua lembaga menghilangkan ego sektoral agar proses konversi bank syariah tak bertele-tele dengan alasan kehati-hatian. Saatnya registrasi di Kemendagri dipermudah pada 2022 dengan dukungan OJK.

Selain itu, isu permodalan bank umum syariah yang akan konversi, kejelasan tahapan teknis dan evaluasi, serta  kesiapan teknologi dan SDM menjadi BUS.

Ini pekerjaan rumah bagi Direktorat Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah untuk dapat dipermudah dan disederhanakan dengan tidak meninggalkan niat baik peningkatan kualitas bank syariah yang akan dikonversi.

Konversi: wajib atau sukarela ?

UU Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah menyebutkan, bank umum konvensional yang punya UUS, pada 2023 wajib memisahkan UUS-nya jadi BUS. Jika tidak spin off, bank induknya wajib menutup layanan syariah.

 
Melalui kerja sama dengan induk, biaya operasional UUS lebih efisien dan penyaluran pembiayaan lebih besar. Dua hal ini menimbulkan keraguan dan risiko hukum bagi 21 UUS yang ada.
 
 

Amanah UU ini jelas, pada 2023 nanti 21 UUS wajib menentukan pilihan antara spin off atau konversi. Apapun pilihannya, belajar dari konversi Bank NTB Syariah, akan memakan waktu sekitar satu tahun. Maka, harus diputuskan sejak tahun ini.

Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah belum lama ini mengusulkan penghapusan kewajiban spin off UUS ke Kementrian Keuangan yang tengah menyusun RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Direncanakan, spin off bisa dilakukan sukarela, memperhatikan kesiapan bank. Jadi sifatnya bukan wajib. Pertimbangan OJK karena kinerja UUS selama ini cukup baik dan dapat memanfaatkan sinergi dengan induk secara penuh karena masih dalam satu entitas.

Melalui kerja sama dengan induk, biaya operasional UUS lebih efisien dan penyaluran pembiayaan lebih besar. Dua hal ini menimbulkan keraguan dan risiko hukum bagi 21 UUS yang ada.

Semoga secara arif para pemangku kepentingan terkait memberikan payung hukum yang penting bagi proses konversi UUS ini apakah wajib atau sukarela.

Namun satu hal yang patut diingat, hingga kini sesuai UU Perbankan Syariah pada tahun 2023 UUS wajib telah memilih apakah spin off ataupun konversi. Mengapa? Karena pilihan manapun akan memakan waktu pelaksanaan kurang lebih dua tahun.

Jika tidak, UUS terlambat mempersiapkan spin off atau konversi. OJK diharapkan memberikan karpet merah dalam mengakselerasi proses bagi UUS yang akan konversi menjadi BUS karena output ini akan menambah market share industri perbankan syariah.

Setelah konversi, OJK bisa membina BUS agar senantiasa tumbuh dan berkembang sesuai prinsip syariah.  Semoga.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat