Cover Dialog Jumat edisi 17 Desember 2021. Jangan Stigma Pesantren. | Dialog Jumat/Republika

Laporan Utama

Jangan Stigma Pesantren

Terlalu berlebihan menggeneralisasi satu kasus pesantren tersebut.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

Viralnya kasus pelecehan seksual di sekolah berasrama di Bandung terus disorot. Perilaku bejat oknum pengasuh sekolah yang berada di Bandung ini kerap diasosiasikan dengan pendidikan berasrama di pesantren. Padahal, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam khas Nusantara yang sudah melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Memang kolaborasi dan evaluasi dari berbagai pihak dibutuhkan agar kasus ini menjadi yang terakhir. Hanya saja, jangan sampai perlaku oknum menjadi stigma negatif bagi pesantren.

 

Deretan kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lembaga pendidikan berasrama ikut menyeret pesantren. Terlebih, kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru boarding school di Kota Bandung berinisial HW terungkap. Sebanyak 12 santri perempuan menjadi korban kebejatan sang predator seksual sejak 2016. Meski sekolah berasrama tersebut bukan merupakan pesantren dan tak memiliki izin operasional.

Kementerian Agama pun langsung merespons munculnya beberapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lembaga pendidikan agama. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahkan telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah agar kasus kekerasan dan pelecehan seksual tidak kembali terjadi di lingkungan lembaga pendidikan tersebut.

Menag mengatakan, pihaknya akan melakukan investigasi terhadap lembaga pendidikan keagamaan yang bermasalah. "Kasus ini sangat tidak baik bagi anak bangsa dan juga tentu agama. Karena ini mengatasnamakan agama semua lembaga pendidikannya,” kata Menag usai meresmikan Program Studi Siber Pendidikan Agama Islam (PAI) di kampus IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, Selasa (14/12).

Pihaknya, kata Menag, menjalin kerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), aparat kepolisian, dan pihak terkait lainnya dalam penanganan masalah tersebut, termasuk dalam proses investigasi. Menag mengaku khawatir kasus pelecehan seksual yang belakangan mencuat di lembaga pendidikan itu merupakan fenomena gunung es.

”Proses investigasi sudah mulai berjalan. Saya minta seluruh jajaran untuk secepatnya melaporkan kepada saya temuannya, supaya bisa segera diambil langkah,” lanjutnya.

Selain itu, Menag mengatakan pihaknya akan memperbaiki prosedur pemberian izin operasional lembaga pendidikan agama dan keagamaan. Menag menggarisbawahi pentingnya pengetatan pelaksanan verifikasi dan validasi sebelum menerbitkan rekomendasi. “Petugasnya  harus datang melihat, menyaksikan, baru mengeluarkan rekomendasi izin. Saya sudah minta Dirjen Pendidikan Islam untuk mengawal hal ini,” katanya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Prof Waryono Abdul Ghofur meminta agar setiap pihak tidak menggeneralisir pesantren karena kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di beberapa pesantren. Menurut dia, pesantren justru menjadi tempat yang paling aman bagi para pencari ilmu.

"Nature pesantren itu niat tulus kiai mencerdaskan anak bangsa, enggak ada niat kiai merusak anak bangsa. Dari data, jumlah pesantren itu 35 ribu yang berizin. Bahwa ada satu yang bermasalah itu tidak bisa dijadikan standar semuanya seperti itu. Terlalu berlebihan menggeneralisasi bahwa ada satu kasus, jangan digoreng terus. Jadi saya ingin menegaskan bahwa pesantren itu tempat yang aman," kata Prof Waryono saat mengisi Webinar di Pesantren Nurul Jadid Probolinggo.

Pengamat pendidikan Islam, Dr Adian Husaini berpendapat, kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di beberapa boarding school dan pesantren belakangan ini harus diletakkan secara proporsional sebagai kasus kriminal. Karena itu, kasus ini jangan sampai memberi gambaran buruk pada pesantren.

“Kita sepakat pelakunya dihukum seberat-beratnya, dan masa depan korban ditanggulangi, dibantu semaksimal mungkin. Jadi harus diletakkan sebagai kasus. Jangan kemudian memicu atau membuat gambaran yang keliru, seolah-olah gambaran pesantren itu buruk," kata Adian.

 
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di beberapa boarding school dan pesantren belakangan ini harus diletakkan secara proporsional sebagai kasus kriminal.
 
 

Menurut Adian, pada umumnya pesantren telah memiliki aturan tersendiri sebagai upaya preventif agar tidak terjadi pelecehan seksual di lingkungan pesantren. Banyak pesantren bahkan memisahkan lokasi pendidikan santri putri dan putra.

Menurut Adian, pesantren adalah lembaga pendidikan terbaik, terlebih dalam menanamkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Dia pun melihat banyak kejanggalan terhadap sejumlah lembaga pendidikan yang ditemukan kasus kekerasan seksual seperti di Bandung, Jawa Barat. Sebab, menurutnya, selain tidak ada aktivitas kepesantrenan, juga tidak ada pembimbing perempuan dalam pesantren tersebut.

"Di tempatnya HW itu kan nggak jelas, sepertinya hanya dia saja gurunya. Tidak ada guru perempuannya, padahal santrinya perempuan. Tidak boleh itu sebenarnya," kata dia.

Adian mengingatkan kepada masyarakat agar terlebih dulu mempelajari latar belakang pesantren atau sekolah berasrama lainya serta pengasuhnya sebelum memasukkan anaknya. Menurut dia, orang tua dapat menempatkan anaknya ke pesantren yang telah banyak dikenal masyarakat dan berkualitas pendidikan baik. Selain itu dengan melihat tokoh-tokoh pesantren dan guru-guru yang mengajarnya.

photo
Sejumlah santri antre untuk mengikuti vaksinasi Covid-19 di Pondok Pesantren Daarur Rasul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/11/2021). Pemerintah terus memfokuskan upaya dalam mencapai target vaksinasi sebesar 70 persen dari populasi penduduk menerima vaksin dosis pertama, yang diharapkan tercapai pada akhir Desember 2021 mendatang.  - (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.)

Disiplin Superketat Hingga CCTV

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan Islam dinilai tidak akan terjadi jika ada upaya preventif dari semua stakeholder. Khususnya dari pengelola lembaga tersebut.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor Ustaz Adib Fuadi Nuriz menjelaskan, Gontor sudah melakukan upaya tersebut lewat penerapan kedisiplinan superketat sehingga guru dan santri yang melanggar akan ketahuan.

Dia menjelaskan, Gontor juga melakukan pemisahan antara asrama laki-laki dan perempuan dengan jarak yang jauh. Santri laki-laki pun hanya diajar guru laki-laki, demikian dengan santri perempuan. Meski ada guru laki-laki yang mengajar santriwati, Ustaz Adib menegaskan, yang bersangkutan harus sudah berkeluarga.

Selain itu, pelaksanaan pengajaran dilakukan dengan disiplin dan aturan pesantren yang ketat. Pesantren Gontor juga lebih memperbanyak kegiatan positif bagi santri.

"Dengan memperbanyak kegiatan santri, menjalankan disiplin dan sistem kontrol yang ketat juga dapat menghindarkan dari terjadinya bentuk tindakan pelecehan seksual. Semakin banyak aktivitas santri akan semakin sibuk memikirkan kegiatan-kegiatan positif yang membentuk karakter kepribadian mereka," kata dia.

photo
Sejumlah santri melaksanakan apel sebelum pembentangan bendera Merah Putih di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kebon Jeruk, Jakarta, Jumat (22/10). Bendera Merah Putih sepanjang 200 meter tersebut dibentangkan mengelilingi lapangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dalam rangka memeriahkan Hari Santri Nasional 2021 yang bertemakan Santri Siaga Jiwa dan Raga. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Pimpinan Pondok Pesantren Husnul Khotimah Kuningan (HK) Jawa Barat KH Mulyadin menjelaskan, pihaknya terus berupaya menjadi teladan bagi banyak pesantren di Tanah Air untuk mewujudkan lingkungan pembelajaran yang aman dari kekerasan dan pelecehan seksual. Menurut dia, Husnul Khatimah terus meningkatkan upaya pencegahan agar tidak terjadi pelecehan seksual di lingkungan pesantren.

Kiai Mulyadin menjelaskan, salah satu ikhtiar yang dilakukan adalah dengan melibatkan stakeholder dalam upaya peningkatan kualitas proses pendidikan, kegiatan harian dan pembinaan rutin para guru atau ustaz juga evaluasi amal harian.

Pesantren HK juga memisahkan pengasuh putra dan putri, di mana santri putri diasuh dan dikelola oleh para ustazah atau guru putri. Sementara itu, santri putra dikelola oleh pengasuh putra.

Pemisahan kelas putra dan putri pun dilakukan lewat pengetatan, pendampingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan termasuk pemasangan CCTV di berbagai tempat yang luput dari jangkauan mata.

photo
Sejumlah santriwati mengikuti simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) di Pondok Pesantren Nurul Iman, Cibaduyut, Kota Bandung, Jumat (3/9). Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Reaksi keras

Kasus pelecehan seksual yang terjadi turut dikecam Ustaz Adib Fuadi. Kekerasan dan pelecehan seksual adalah tindakan pelanggaran terhadap syariat Islam. Pelakunya pun harus  harus mendapatkan hukuman berat.

Ustaz Adib menyayangkan adanya oknum yang mencoreng nama baik lembaga pendidikan berbasis asrama dan pesantren. Sebab, pesantren sejatinya tempat untuk mendidik dan menjaga para santri sehingga menjadi orang yang menjalankan norma agama.

"Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan manapun harusnya tidak boleh terjadi. Pesantren mendidik para santri dengan baik, dijaga, dikawal, diawasi agar selalu menjaga dan menjalankan norma-norma agama dengan baik dan benar. Pesantren atau lembaga pendidikan apapun hendaknya memperkuat disiplin santri dan guru. Disiplin dengan pengawalan dan kontrol yang ketat akan meminimalisasi terjadinya hal-hal negatif atau pelanggaran disiplin santri maupun guru," kata Ustaz Adib kepada Republika beberapa waktu lalu.

 
Disiplin dengan pengawalan dan kontrol yang ketat akan meminimalisasi terjadinya hal-hal negatif atau pelanggaran disiplin santri maupun guru.
 
 

Senada dengan Ustaz Adib, KH Mulyadin menegaskan, perbuatan oknum guru di sekolah berasrama tersebut telah mencemarkan dunia pendidikan. Dia pun mengutuk oknum guru tersebut yang biadab dan tidak bermoral sehingga tak mencerminkan kepribadian pengasuh dan pendidikan. ”Semoga pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal," kata kiai Mulyadin.

Kendati demikian, deretan kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan lembaga pendidikan agama berbasis asrama dan pesantren telah memberi pelajaran berharga bagi setiap masyarakat. Adanya kasus tersebut menunjukkan bahwa status ustaz atau pendidik tidak ada jaminan terbebas dari perilaku menyimpang seperti kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan HW beberapa waktu lalu.

*Pondok pesantren bulan tempat laundry. Kita serahkan anak kita sepenuhnya. Kita bayar setelah itu kita berharap anak kita keluar bisa saleh, cerdas, dan memiliki skill yang kita inginkan. Tapi pesantren tempat berkolaborasi orang tua dan para pendidik untuk menyukseskan pendidikan anak-anak kita," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat