Pegawai bank syariah menerangkan fitur wakaf sukuk CWLS Aceh pada kepada nasabah, di Jakarta, beberapa waktu lalu. | Yogi Ardhi/Republika

Opini

Menanti Sukuk Daerah

Praktik penerbitan sukuk daerah telah dilakukan Malaysia dan Jerman.

Oleh BAZARI AZHAR AZIZI

BAZARI AZHAR AZIZI; Analis Tingkat I Pasar Modal Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah

Baru-baru ini, DPR menetapkan RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) menjadi UU. Melalui UU ini, diharapkan ada peningkatan kemandirian bagi daerah dalam mengelola pendapatan dan pengeluarannya.

Selain itu, dalam UU HKPD kini dimungkinkan inovasi dalam memperoleh sumber pendanaan pembangunan daerah, salah satunya melalui penerbitan sukuk daerah. Hadirnya UU HKPD ini menjadi tonggak penting hadirnya sukuk daerah.

Sebab, pengaturan mengenai sukuk daerah sebelumnya tak tercantum dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, hanya memuat tentang obligasi daerah.

Dengan begitu, sebelum era UU HKPD, pemerintah daerah (pemda) yang berkeinginan untuk menerbitkan instrumen pembiayaan daerah berbasis syariah tak dapat mewujudkannya karena kendala regulasi yang cukup mendasar.

 
Karena itu, aturan yang mendasari penerbitan sukuk daerah sebetulnya sudah cukup lengkap, minus peraturan pemerintah sebagai peraturan turunan UU HKPD yang perlu diterbitkan dalam waktu dekat.
 
 

Sebetulnya, aturan soal sukuk daerah tercantum dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 176 ayat 7. Pada omnibus law itu, kepala daerah dapat menerbitkan sukuk untuk membiayai infrastruktur atau investasi yang jadi urusan pemda.

Namun, ketentuan itu bersifat umum dan singkat sehingga UU HKPD menjadi pelengkap peraturan penerbitan sukuk daerah. Selain peraturan pada level UU, sebelumnya OJK mendorong terbitnya sukuk daerah.

Hal ini diwujudkan melalui penerbitan beberapa Peraturan OJK (POJK) terkait sukuk daerah, yaitu POJK 61, 62, dan 63 pada 2017. POJK itu hadir sebagai landasan dan panduan pemda yang akan menerbitkan sukuk daerah.

Karena itu, aturan yang mendasari penerbitan sukuk daerah sebetulnya sudah cukup lengkap, minus peraturan pemerintah sebagai peraturan turunan UU HKPD yang perlu diterbitkan dalam waktu dekat.

Potensi sukuk daerah

Pemda perlu menangkap momentum hadirnya UU HKPD, dengan melihat bagaimana potensi keuangan syariah di Indonesia.

Pertama, keuangan syariah memiliki ruang untuk tumbuh dengan total asetnya Rp 1.993 triliun, setara 10,2 persen dari total aset keuangan nasional pada September 2021 (OJK).

Kedua, sektor pasar modal syariah kontributor terbesar dari aset industri keuangan syariah dengan outstanding Rp 1.229 triliun.

Di samping total aset yang besar, instrumen pasar modal syariah cukup bervariasi mulai dari saham syariah, reksadana syariah, hingga sukuk negara dan korporasi. Maka itu, sukuk daerah akan menjadi instrumen pelengkap di pasar modal syariah Indonesia.

Ketiga, hadirnya investor institusi yang memiliki preferensi terhadap instrumen keuangan syariah. Seperti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), unit investasi syariah pada PT Taspen, hingga BP Jamsostek yang baru-baru ini meluncurkan layanan syariah ketenagakerjaan.

 
Berkaca pada kelima aspek ini, sukuk daerah mestinya sangat potensial diterbitkan dan mendukung pendanaan pembangunan.
 
 

Mereka memerlukan variasi produk dalam portofolionya sehingga sukuk daerah bisa menjadi pilihan menarik. Keempat, meningkatnya minat masyarakat, khususnya milenial pada instrumen investasi syariah seiring maraknya tren hijrah finansial di kalangan anak muda.

Ini bisa dicermati saat penerbitan Sukuk Tabungan ST008 yang mencapai 14 ribu investor ritel, didominasi generasi milenial, yaitu 44 persen. Maka, sukuk daerah dapat mengikuti sukses  ST008 dengan menerbitkan sukuk daerah ritel.

Kelima, praktik penerbitan sukuk daerah telah dilakukan Malaysia dan Jerman, yakni Pemerintah Kota Pasir Gudang dan Negara Bagian Saxony-Anhalt, yang terhitung sukses. Pendanaan yang diraih mencapai 80 juta ringgit dan 100 juta euro.

Berkaca pada kelima aspek ini, sukuk daerah mestinya sangat potensial diterbitkan dan mendukung pendanaan pembangunan.

Tantangan

Meski begitu, beberapa tantangan perlu dicermati. Pertama, penyesuaian kapasitas fiskal setiap daerah sebagai dampak pandemi Covid-19. Sebab, instrumen ini perlu dukungan fiskal, khususnya untuk membayar imbal hasil kepada investor pemegang sukuk.

 
Maka itu, saat akan menerbitkan sukuk, pemda perlu membentuk investment management office sebagai unit satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khusus, berikut SDM yang dapat mengelolanya.
 
 

Kedua, SDM yang memiliki pengetahuan cukup tentang mekanisme obligasi atau sukuk daerah masih terbatas.

Maka itu, saat akan menerbitkan sukuk, pemda perlu membentuk investment management office sebagai unit satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khusus, berikut SDM yang dapat mengelolanya.

Ketiga, dukungan dan political will kepala daerah dan parlemen menjadi unsur vital sebelum menerbitan sukuk daerah. Tanpa sinergi eksekutif dan legislatif daerah, sukuk daerah tak dapat diterbitkan.

Terakhir, harmonisasi regulasi teknis penerbitan sukuk daerah di level kementerian, baik di Kementerian Keuangan atau Kementerian Dalam Negeri menjadi pamungkas untuk melengkapi kompilasi pengaturan sukuk daerah.

Tantangan tersebut perlu dihadapi pemda ataupun pemangku kepentingan terkait. Sehingga, terbitnya sukuk daerah menjadi kenyataan, bukan sekadar wacana. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat