
Nasional
Kemenkes Sebut Belum Ada Juknis Kebiri
Efek kebiri kimia ini tidaklah permanen.
JAKARTA—Kementerian Kesehatan mengaku sampai sata ini belum ada petunjuk teknis (juknis) untuk eksekusi hukuman kebiri bagi predator seksual. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengaku, bukan hanya soal petunjuk teknis, kebijakan terkait hukuman kebiri juga belum ada kesepakatan.
Menurutnya, kesiapan dokter dari RS Polri untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri bisa didiskusikan dengan para pihak. Ia mengaku, perlu ada diskusi lebih lanjut soal kemungkinan eksekutor hukuman kebiri dilakukan dokter dari satuan tentara atau polisi.
"Ini harus dibahas dulu dengan berbagai pihak baik lintas sektor dan ahlinya juga dari sisi hukum," ujar Nadia saat dihubungi Republika, Kamis (16/12).
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sendiri mengeklaim pembahasan soal siapa eksekutor hukuman kebiri di Indonesia belum selesai antarpihak. Anggota Dewan Pakar PB IDI Danardi Sosrosumihardjo menuturkan, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI masih membicarakan masalah ini.
"Dari rapat terakhir dengan MKEK PB IDI, masih berembuk dan mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya, bagaimana agar tidak ada pelanggaran etika kedokteran," ujar Danardi, Kamis.
Ia menambahkan, pihak IDI dengan pemerintah atau siapa yang memungkinkan menjadi eksekutor belum ada kesamaan pendapat tentang siapa yang akan melakukannya. Sebab, dia melanjutkan, kalau dokter diminta sebagai eksekutor, maka akan bertentangan dengan etika dan sumpah dokter, dimana dokter itu harus bertindak untuk sesuatu yang bermanfaat bagi kesehatan pasiennya (azas beneficience dan non-maleficence).
Ia menambahkan, dalam sumpah dokter dikatakan bahwa dokter akan menghormati setiap hidup insani sejak pembuahan. "Sedangkan tindakan hukuman kebiri kimia adalah bersifat merusak," katanya.
Kendati demikian, dia menegaskan, efek kebiri kimia ini tidaklah permanen. Semua itu bergantung pada berapa lama dihukum. Misalnya jika dihukum 3 tahun maka selama 3 tahun akan mendapat suntikan secara regular agar kadar testosteronnya rendah. Setelah itu bisa pulih kembali.
Sebelumnya, Tim dokter Rumah Sakit (RS) Polri Sukanto, bisa menjadi pelaksana eksekusi suntik kebiri terhadap terpidana pelaku kejahatan seksual, dan asusila. Kepala RS Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Asep Hendradana mengatakan, tim dokternya, tak cuma terikat dengan sumpah profesi sebagai dokter medis dan kesehatan, namun juga, terikat dengan sumpahnya sebagai anggota kepolisian, selaku pelaksana undang-undang (UU).
Asep mengatakan, tim dokter di RS Polri terbagi menjadi beberapa kategori. Dokter yang berasal dari anggota Polri, dan juga tenaga medis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri. Mereka yang berprofesi sebagai dokter di RS Polri, tapi dari kalangan sipil, pun juga terikat sumpah Korps Bhayangkara. “Setiap anggota Polri itu, sekalipun dia melaksanakan sumpah kedokteran, sumpah jabatannya juga harus dilaksanakan,” tegas Asep.
Dorongan penerapan hukuam kebiri ini disuarakan setelah munculnya kasus predator seksual di Bandung, Jawa Barat. Tersangka diduga memperkosa 12 peserta didik hingga sebagian korban hamil dan melahirkan anak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.