Kendaraan bermotor melintas di bawah alat Sistem Jalan Berbayar Elektronik (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (2/3/2020). Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menargetkan sistem jalan berbayar elektronik atau | ANTARA FOTO

Jakarta

Jalan Berbayar Diminta Segera Diterapkan

BPTJ mempertanyakan progress kebijakan jalan berbayar di DKI lamban.

JAKARTA — Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Haris Muhammadun, mengatakan, pihaknya telah melakukan survei kepada 1.730 responden soal percepatan penerapan jalan berbayar elektronik (JBE) di DKI Jakarta. Menurut dia, mayoritas dari responden itu berharap kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mempercepat implementasi JBE pada 2022.

“Paling penting, dari semua yang disurvei, sekitar 53,9 persen responden meminta JBE dibelakukan pada 2022,” kata Haris dalam diskusi daring yang diadakan DTKJ, Rabu (15/12).

Oleh sebab itu, kata dia, pada akhir 2021 ini dinilai menjadi waktu paling tepat bagi pemangku kepentingan untuk merespon harapan dari warga pengguna transportasi di DKI tersebut. Tak hanya itu, dari 63,64 persen responden, sanksi tilang elektronik juga nyatanya menjadi pilihan para responden.

Kebijakan ini, kata dia, bisa mengurangi kemacetan dan penambahan pendapatan lebih bagi Pemprov DKI agar layanan transportasi umum massal bisa makin membaik. Dia mengatakan, dari jumlah responden, sekitar 1.092 orang merupakan pengguna kendaraan pribadi.

Jumlah itu, menjadi yang paling banyak dibanding pengguna moda transportasi lainnya. Dia memerinci, jumlah pengguna angkutan daring mencapai 21,46 persen, dan 21,42 persen lainnya memilih transportasi umum.

Berdasarkan survei DTKJ, lanjut Haris, usulan lokasi JBE yang perlu diprioritaskan yaitu Jalan Jenderal Sudirman dengan urutan pertama, kemudian Jalan MH Thamrin dan disusul Jalan HR Rasuna Said. “Dari 56,44 persen responden menginginkan JBE agar diberlakukan pada hari kerja, sebagaimana gage (ganjil-genap) diberlakukan,” ujar dia.

Sementara sisanya, lanjut Haris, sekitar 36,95 persen responden meminta agar JBE diberlakukan pada waktu yang mendesak. Khusus 35,75 persen lainnya, disebut dia meminta JBE diberlakukan pada waktu sibuk atau macet.

Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Sigit Irfansyah, menyambut baik desakan penerapan JBE di DKI Jakarta dari masyarakat sesuai survei DTKJ. Menurut dia, hal itu merupakan bukti kesadaran masyarakat untuk beralih moda transportasi ke arah umum massal terintegrasi.

“Tetapi, masalahnya apa? Kok pemberlakuan JBE di DKI Jakarta lambat sekali?” kata Sigit.

Dia tak menampik, keterbatasan regulasi memang bisa menjadi salah satu kendala pemberlakuan JBE di jalan nasional. Namun, dia menegaskan, banyak negara maju seperti Inggris, Denmark, hingga Singapura juga telah menerapkan JBE di banyak lokasi sibuk.

“Tetap bisa dilakukan, walaupun tetap ada kendala dari regulasi nasional. Tapi intinya, pemberlakuan di area sibuk, bahkan di banyak negara, tetap dilakukan. Tantangannya dari regulasi memang ada,” kata dia.

Dia berharap dengan adanya pemberlakuan JBE dalam waktu dekat, bisa mengubah kebergantungan masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi. Khususnya, ketika upaya itu sejalan dengan BPTJ dalam mengintegrasikan kendaraan umum massal di Jabodetabek.

“Artinya secara teknologi sudah ada banyak dan di pasaran sudah luas juga, tinggal mau pakai yang mana untuk urusan itu. Kami BPTJ sangat support untuk ini,” kata dia.

 
Secara teknologi sudah ada banyak dan di pasaran sudah luas juga, tinggal mau pakai yang mana untuk urusan itu. Kami BPTJ sangat support.
 
 

Sementara, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengatakan, pihaknya sejauh ini telah mengimplementasikan kebijakan push and pull transportasi dalam wujud penanganan angkutan massal sejak 1936 lalu. Bahkan, menurut dia, implementasi itu dibuahkan melalui transportasi yang diwadahi Jak Lingko.

“Ini juga ditindaklanjuti dengan berbagai strategi dan program yang terimplementasi dalam satu program di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namanya program Jak Lingko,” kata Syafrin.

Dia menyebut, dalam empat tahun terakhir, DKI memang mengalami perubahan paradigma penanganan permasalahan transportasi. Terutama, ketika sebelumnya berorientasi pada kendaraan pribadi, menjadi ke umum massal terintegrasi.

Perubahan itu, kata dia, diimplementasikan melalui berbagai strategi Pemprov DKI untuk terus meningkatkan pelayanan transportasi umum massal. DKI Jakarta sudah memiliki KRL yang saat ini panjangnya mencapai 481 kilometer dan melayani wilayah Jabodetabek.

“Kemudian ditambah BRT biar kita memiliki 250-an km panjangnya. Ada juga MRT, memang baru, sepanjang 16 kilometer, dan juga ada layanan LRT sepanjang lebih kurang 6 kilometer, yang keseluruhannya ini dalam program jaklingko,” ujar dia.

Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik Dishub DKI, Zulkifli, mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan kesadaran umum dengan cara mengintegrasikan transportasi. Dia menegaskan, cara itu akan bermanfaat secara umum dan meningkatkan kualitas lingkungan dengan menurunkan gas efek rumah kaca.

“Dengan adanya balancing, kualitas udara kita meningkat. Secara dasar hukum, kita juga sudah lengkap dari UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hingga perda dan Ingub 66/2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara,” kata Zulkifli.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat