Presiden Joko Widodo meninjau sebuah kendaraan listrik dan alat pengisi daya baterainya saat meresmikan peletakan batu pertama (groundbreaking) yang menandai pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9/2021). Proyek pemban | ANTARA FOTO/Biro Pers Media Setpres/Agus Supa

Ekonomi

Kendaraan Listrik Dapat Tekan Defisit Neraca Keuangan Negara

Kendaraan listrik merupakan solusi untuk bisa menekan emisi karbon.

JAKARTA -- Penggunaan kendaraan listrik dalam beberapa tahun ke depan merupakan hal yang harus menjadi prioritas. Sebab, kendaraan listrik bisa menekan emisi karbon dan juga menekan defisit neraca keuangan negara. 

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan kendaraan listrik merupakan solusi untuk bisa menekan emisi karbon. Perhitungannya didapat dari jumlah karbon emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan konvensional 1 liter bensin adalah sebesar 2,45 kg.

“Sedangkan, kendaraan listrik tidak mengeluarkan emisi sama sekali. Lalu, timbul pertanyaan soal sumber energi listrik yang juga masih mengeluarkan emisi," kata Bob dalam sebuah diskusi, Senin (13/12).

Menurut Bob, andai saja seluruh sumber kelistrikan berasal dari PLTU, tetap saja kendaraan listrik ini lebih bisa menekan emisi karbon. Sebab, perhitungan 1 kwh listrik yang dihasilkan dari PLTU hanya mengeluarkan 0,85 kg emisi karbon. "Padahal, saat ini porsi PLTU itu hanya 65 persen dari total sumber listrik. Artinya, dari sisi emisi buang tetap lebih rendah dengan menggunakan kendaraan listrik," kata Bob.

Apalagi, kata Bob, ke depan Indonesia mulai beralih ke pembangkit yang ramah lingkungan. PLN punya roadmap pada tahun ini menyetop pembangunan PLTU baru di luar yang sudah direncanakan dalam proyek 35 GW. "Tapi, kalau transisi energi, kontribusi EBT 23 persen ini juga akan memberikan penurunan yang lebih besar. Dari sisi emisi buang industri juga, pabrikan saat ini juga akan menggunakan energi dari PLN kan. Kalau satuan tadi, ya CO2-nya juga rendah," ujar Bob.

Dengan masifnya pembangkit EBT ke depan, pada 2023 mendatang sudah bisa mencapai porsi 23 persen maka emisi gas buang yang dikeluarkan juga makin rendah. "Apabila nanti ada EBT yang lebih besar, maka penurunannya bisa sampai net zero emmision," tambah Bob.

Sementara itu, penggunaan mobil listrik ini juga menolong neraca keuangan negara. Hingga semester satu tahun ini saja beban impor minyak mentah mencapai angka 16,8 juta dolar AS. Diprediksi hingga akhir tahun bahkan negara harus merogoh kocek sampai Rp 200 triliun hanya untuk impor minyak mentah.

Padahal, hingga 2024 jika Indonesia tidak segera memasifkan kendaraan listrik maka laju pertumbuhan mobil konvensional akan bertambah. Selain beban emisi karbon juga akan meningkat, kebutuhan akan BBM juga akan meningkat.

"Beban impor bahkan diprediksi bisa mencapai Rp 300 triliun, tapi kalau pakai mobil listrik, dan ini kan juga bisa mengurangi impor. Kita bisa bayangkan, berapa penghematan yang bisa dikantongi negara melalui kendaraan listrik ini," ujar Bob.

Gandeng Hyundai

Pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah bagi perhelatan G20 pada tahun depan. Mengusung tema Transisi Energi, Pemerintah Indonesia melalui PLN akan menjadi penyelenggara pemakaian kendaraan listrik.

PLN akan menggandeng Hyundai dalam persiapan penggunaan mobil listrik bagi para delegasi negara di perhelatan G20 tahun depan. Hyundai akan menjadi penyedia mobil listrik, sedangkan PLN akan masif membangun infrastruktur kelistrikan khususnya di Bali.

Bob Saril menjelaskan, pada pertemuan tahun depan, banyak kepala negara yang akan menggunakan mobil listrik di Bali. Saat ini PLN punya 10 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Bali. Tahun depan, PLN akan menambah 10 unit lagi dan membangun SPKLU dengan kekuatan ultra fast charging.

Ultra fast charging ini penting. Sebab, kata Bob, banyak mobil kepala negara ini yang membutuhkan daya lebih. Untuk SPKLU yang saat ini berkapasitas 150 KW belum memadai. Untuk itu, PLN akan menggandeng Hyundai untuk bisa membangun SPKLU yang berkapasitas 300 KW agar sistem pengisian ulang daya bisa lebih cepat.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by PLN (pln_id)

"Kita kerja sama dengan Hyundai berapa banyak dibutuhkan. Karena, ada perbankan Korea mau kasih grant. Ini akan kami fokuskan di Bali. Di sana, mobil kepala negara yang berbasis listrik lumayan  besar listriknya, jadi kita akan punya ultra fast charging," kata Bob.

Chief Operating Officer Hyundai Motor Asia Pasific, Lee Kang Hyun, menjelaskan, kerja sama dengan PLN untuk memasifkan kendaraan listrik salah satunya adalah menyukseskan pertemuan G20 di Bali tahun depan. Ini menjadi proyek percobaan bagi Hyundai dan PLN.

Lee Kang Hyun menjelaskan, pada pertemuan G20, Pemerintah Indonesia menunjuk Hyundai untuk bisa menghadirkan kendaraan listrik sebagai kendaraan resmi bagi para pemimpin negara. Kata Lee, Hyundai sendiri mengeluarkan dua tipe mobil listrik besutan baru.

"Pemerintah Indonesia menunjuk hyundai untuk menyediakan mobil listrik untuk pertemuan G20 nanti. Kita akan mempersembahkan untuk G20, mobil listrik G80, yang spesial edition. Lalu, mobil listrik yang dipabrikasi di Cikarang, IO 5, itu yang akan dipakai dalam G20," ujar Lee Kang Hyun.

Pilot project bersama PLN dalam pertemuan G20 ini, kata Lee, akan menjadi contoh penggunaan kendaraan listrik. Pertemuan tingkat tinggi ini menjadi ajang menunjukkan penggunaan mobil listrik yang juga sebagai salah satu simbol tema utama G20, yaitu transisi ke energi bersih.

"Oleh karena itu, kami mempersiapkan fasilitas dan juga lingkungan bisa mendorong mobil listrik ini bisa dipakai. Kami bahas dengan Pemprov Bali dan PLN terkait ketersediaan infrastruktur listrik. Kita bisa bikin jadi contoh kalau bisa mendorong mobil listrik di Bali. Kalau ini berhasil, bisa menyebar luas di kota lain," ujar Lee Kang Hyun.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat